Pangkostrad Edy, Tirulah AHY Yang Memberi Contoh Politik Beretika!

Sabtu, 23 Desember 2017 | 17:09 WIB
0
633
Pangkostrad Edy, Tirulah AHY Yang Memberi Contoh Politik Beretika!

Tersiar kabar bahwa Pangkostrad Letjen (TNI) Edy Rahmayadi sudah mantap menjadi salah satu kandidat gubernur Sumatera Utara pada Pilgub Sumut 2018. Untuk itu, dia menyambut baik mutasi di tubuh TNI yang dilakukan Panglima TNI sebelumnya, Jenderal Gator Nurmantyo. Dengan dianulirnya mutasi oleh Panglima TNI yang baru, Marsekal Hadi Tjahjanto, Edy pun harus tetap menjadi Pangkostrad.

Padahal, anggota TNI yang akan bertarung di Pilkada, ia harus menanggalkan dinas kemiliterannya alias mengundurkan diri, itu pun dengan persetujuan atasannya. Di sisi lain, niat Edy yang didukung antara lain oleh Gerindra besutan Prabowo Subianto, sudah bulat mengikuti kontestasi di Sumatera Utara.

Benar bahwa Tentara Nasional Indonesia adalah alat negara, bekerja dan bergerak atas nama negara. Tugasnya menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, tidak sedikit yang meragukan netralitas TNI. Terlebih perkara politik atau pemilu.

Padahal Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto saat dilantik mengatakan bahwa ‘netralitas TNI harga mati’. Pernyataannya jelas masih terekam dalam video wawancara dengan media di dalam pesawat Hercules.

"TNI berkomitmen memberikan perbantuan kepada vendor (penyelenggara pemilu) dan Polri dalam pengamanan Pilkada serentak pada tahun 2018 dan pemilu tahun 2019,” kata Marsekal Hadi kepada awak media.

Selain itu, sang Panglima mengatakan bahwa TNI menjunjung tinggi hukum. “TNI senantiasa harus mengutamakan asas hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata dia.

Apakah itu termasuk aturan pemilu yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu? Pertanyaan ini hadir, seiring dengan munculnya nama Pangkostrad dalam Pilkada 2018.

[irp posts="3877" name="Menakar Data dan Survei, Siapa Unggul di Pilkada Sumut?"]

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Pangkostrad TNI Letjen Edy Rahmayadi akan mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Sumatera Utara. Edy, selain menjadi Pangkostrad TNI, juga mengemban amanah sebagai Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).

Dalam catatan awak media, Edy sudah kebelet banget memimpin Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara. Ketua PSSI saat ini menegaskan bahwa kebulatan tekatnya sudah tidak bisa terbendung lagi. "Sudah bulat hati saya untuk jadi menjadi Gubernur Sumatera Utara," kata dia.

Apabila Pangkostrad sudah siap dan jelas maju sebagai bakal calon Gubernur Sumut. Sebaiknya dia mencontoh Mayor Agus Harimurti Yudhoyono. Agus, demi menjalankan perintah ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono, rela menanggalkan baju militer untuk maju dalam politik Pilgub DKI Jakarta.

Sehingga, Pangkostrad Edy harus sudah siap mengundurkan diri dari jabatannya. Berilah contoh kepada anak bangsa ini. Bagaimana etika berpolitik. Dia (Edy) sempat mengatakan, "Saya tidak mau jadi KSAD, tapi mau jadi gubernur."

Lalu mau nunggu apa lagi? Akan menjadi masalah bagi TNI bila Pengkostrad tetap masih berada di tangan Edy. Bukan karena tidak percaya akan cintanya kepada NKRI. Tetapi dalam politik, nama TNI bakal sedikit tercoreng.

Terlebih politik daerah dalam Pilkada. Keberpihakan TNI kepada NKRI atau politik kenegaraan akan disorot.  Apalagi, Edy sesumbar sudah mengantongi dukungan empat partai. “Partai saya itu Hanura, Gerindra, PKS, dan PAN,” kata Pangkostrad.

Begitu juga dengan Hanura, Gerindra, PKS dan PAN. Partai politik wajib memberikan penjelasan tertulis dan deklarasi lebih awal. Tujuannya demi memastikan Pangkostrad Edy menanggalkan baju militer lebih cepat.

Jadi, kalau sudah siap mendukung ya dukung saja. Begitu juga yang didukung, pastikan keberanian menghadapi rintangan politik. Maju tak gentar, pantang mundur selangkah. Bila sudah berkata-kata, pantang berkelit. Pangkostrad Edy wajib menjadi contoh bagaimana berpolitik yang menjunjung tinggi etika dan politik santun.

Mungkin saja Edy sudah siap mundur karena pastilah dia tahu sangat tahu aturan. Tetapi jika atasannya, dalam hal ini Panglima TNI tidak mengizinkannya, situasi politik akan menjadi memanas karena diduga "ada udang di balik pelarangan" Edy mundur itu.

***