Hari Emak-emak Yang Lain

Sabtu, 23 Desember 2017 | 07:08 WIB
0
489
Hari Emak-emak Yang Lain

Hari ini sampai hari minggu barangkali kita akan menyaksikan ibu-ibu memperingati hari ibu dengan berbagai macam lomba ini, lomba itu. Saya menyebutnya, komunitas romantisme gender.

Saya tidak akan bicara soal itu. Kegiatan komunitas romantisme gender itu penting juga buat ibu-ibu. Dalam acara lomba itu akan menambah akrab ibu-ibu di komunitas setingkat RW atau kelurahan, disamping tentu saja bisa menjadi ajang pelepasan kejenuhan, karena mereka bisa tertawa lepas, riang gembira, tra lala lala. Saya akan bicara aktivitas ibu-ibu yang lain dalam sudut pandang yang lebih luas.

Sebelum aksi 212 saya tidak melihat, atau mungkin tidak kelihatan emak-emak muncul di permukaan membela nilai-nilai yang diyakini benar. Mungkin saja karena media tidak mau meliputnya, tidak memberi ruang yang cukup. Emak-emak yang tergabung dalam AILA berjuang selama dua tahun di MK, artinya sebelum aksi 212. Media lebih gemar menampilkan aktivis perempuan yang memperjuangkan nilai yang berbeda dari emak-emak jaman now.

Maaf-maaf kate nih. Saya membedakan aktivis perempuan dengan emak-emak. Aktivis perempuan hanya berjuang untuk kepentingan kaum perempuan, perjuangan gender. Itu pun hanya terbatas pada kaum perempuan yang sepaham saja. Ini cuma perbedaan istilah saja agar lebih mudah mengenali.

Emak-emak yang tergabung dalam AILA selama dua tahun berjuang di MK agar hukum perzinahan diperluas, termasuk menyasar pada LGBT. Aktivis perempuan berjuang agar LGBT tidak dikriminalisasi. Setelah perjuangan emak-emak kandas di MK, dan akan diteruskan ke gedung DPR, maka bisa dipastikan aktivis perempuan akan datang juga ke gedung DPR untuk menentangnya.

[irp posts="6409" name="Bahas Putusan MK Terkait LGBT dan Kumpul Kebo: Jangan Salah Paham!"]

Aktivis perempuan hanya berjuang terbatas kepentingan gender. Terkadang perjuangannya itu sulit kita pahami. Jangan kira mereka senang dengan perlakuan khusus terhadap kaum perempuan. Misalnya pemisahan di kendaraan umum semisal ada gerbong khusus perempuan, atau antrian khusus perempuan di loket busway –entah sekarang masih ada atau tidak – Tentu saja pemerintah daerah bermaksud baik untuk melindungi kaum perempuan dari pelecehan seksual, tapi para aktivis perempuan menafsirkannya sebagai diskriminasi.

[caption id="attachment_6518" align="alignleft" width="570"] Aksi LGBT (Foto: Merdeka.com)[/caption]

Jangan-jangan soalnya adalah pemisahan tempat untuk kaum perempuan identik dengan ajaran agama tertentu. Seperti halnya mereka juga kurang hepi dengan ajaran yang mewajibkan perempuan berbakti pada suami, termasuk jika istri keluar rumah harus seizin suami, jika ingin bekerkja harus seizin suami. Bahkan Pemda yang ingin melindungi kaum perempuan dari kejahatan jalanan dengan membuat perda melarang kaum perempuan keluar malam pada jam tertentu, juga mereka tentang habis-habisan.

Tapi di sisi lain, soal pelecehan perempuan mereka punya penafsiran yang diperluas. Pernah suatu ketika anggota DPR bertanya, “ Ibu kelihatan cantik hari ini, spa di mana? “ Ucapan itu oleh aktivis perempuan dianggap sebagai pelecehan. Anggota DPR yang mengucapkan itu diomelin habis-habisan. Kebetulan saya mengabadikannya melalui puisi yang saya tulis di penghujung tahun 2013

KOMNAS MEMANG KURANG KERJAAN

“Kau kelihatan cantik hari ini

Spa dimana?

Pujian atau pelecehan? ”

Kau cantik hari ini hari kemarin kemarinnya lagi

Aku tetapi memujimu hari ini hari besok hari besoknya lagi

Aku tak perduli komnas perempuan menganggap pelecehan

Walaupun aku dipenjarakan karena memuji kecantikanmu

Aku bukan anggota DPR yang takut kena gertak Komnas perempuan

Mungkin mereka terlalu banyak buat kesalahan

Padahal komnas dari jenis apa pun memang kurang kerjaan

Ibuku wanita terhebat dianggap terbelakang

Ibuku setia melayani ayahku dianggap penindasan perempuan

Pengabdian tulus perempuan menyiapkan generasi mendatang

Dari generasi ke generasi yang hebat cemerlang

Lahir dari perempuan tulus yang dianggap terbelakang

Perempuan yang mereka banggakan adalah yang pergi pagi pulang malam

Meninggalkan anaknya tawuran di jalanan

11122013

Emak-emak kita walaupun tergolong emak yang berbakti pada suami, tapi tidak menghalangi mereka memperjuangkan nilai yang lebih luas daripada sekedar gender. Bahkan emak-emak kita maju di barisan terdepan untuk memastikan Pilkada DKI berjalan jujur dan adil.

[irp posts="6199" name="Mahkamah Konstitusi: Untuk Rakyat atau Untuk Kaum LGBT?"]

Di medsos, emak-emak kita tidak kalah galaknya. Pernah ada satu emak menulis, “ Jika dia sekali lagi berani menghina ulama, saya akan gorok di medsos. “ Coba itu. Diksi yang digunakan bahkan tidak terpikirkan oleh kaum lelaki.

Memperjuangkan keadilan dan melawan kazaliman bukan tanpa resiko. Tidak sedikit emak-emak kita harus berhadapan langsung dengan penguasa, sampai sekarang. Tapi mereka menghadapinya dengan tabah. Tidak ada air mata menetes.

Kalau pun ada air mata yang menetes, seperti aiar mata ibu Euis setelah dikalahkan MK, itu bukan air mata penyesalan. Air mata itu dipersembahkan untuk seluruh keluarga Indonesia. Air mata itu akan menjadi darah penyemangat perjuangan kita.

22122017

***