Hari ini sampai hari minggu barangkali kita akan menyaksikan ibu-ibu memperingati hari ibu dengan berbagai macam lomba ini, lomba itu. Saya menyebutnya, komunitas romantisme gender.
Saya tidak akan bicara soal itu. Kegiatan komunitas romantisme gender itu penting juga buat ibu-ibu. Dalam acara lomba itu akan menambah akrab ibu-ibu di komunitas setingkat RW atau kelurahan, disamping tentu saja bisa menjadi ajang pelepasan kejenuhan, karena mereka bisa tertawa lepas, riang gembira, tra lala lala. Saya akan bicara aktivitas ibu-ibu yang lain dalam sudut pandang yang lebih luas.
Sebelum aksi 212 saya tidak melihat, atau mungkin tidak kelihatan emak-emak muncul di permukaan membela nilai-nilai yang diyakini benar. Mungkin saja karena media tidak mau meliputnya, tidak memberi ruang yang cukup. Emak-emak yang tergabung dalam AILA berjuang selama dua tahun di MK, artinya sebelum aksi 212. Media lebih gemar menampilkan aktivis perempuan yang memperjuangkan nilai yang berbeda dari emak-emak jaman now.
Maaf-maaf kate nih. Saya membedakan aktivis perempuan dengan emak-emak. Aktivis perempuan hanya berjuang untuk kepentingan kaum perempuan, perjuangan gender. Itu pun hanya terbatas pada kaum perempuan yang sepaham saja. Ini cuma perbedaan istilah saja agar lebih mudah mengenali.
Emak-emak yang tergabung dalam AILA selama dua tahun berjuang di MK agar hukum perzinahan diperluas, termasuk menyasar pada LGBT. Aktivis perempuan berjuang agar LGBT tidak dikriminalisasi. Setelah perjuangan emak-emak kandas di MK, dan akan diteruskan ke gedung DPR, maka bisa dipastikan aktivis perempuan akan datang juga ke gedung DPR untuk menentangnya.
[irp posts="6409" name="Bahas Putusan MK Terkait LGBT dan Kumpul Kebo: Jangan Salah Paham!"]
Aktivis perempuan hanya berjuang terbatas kepentingan gender. Terkadang perjuangannya itu sulit kita pahami. Jangan kira mereka senang dengan perlakuan khusus terhadap kaum perempuan. Misalnya pemisahan di kendaraan umum semisal ada gerbong khusus perempuan, atau antrian khusus perempuan di loket busway –entah sekarang masih ada atau tidak – Tentu saja pemerintah daerah bermaksud baik untuk melindungi kaum perempuan dari pelecehan seksual, tapi para aktivis perempuan menafsirkannya sebagai diskriminasi.
[caption id="attachment_6518" align="alignleft" width="570"] Aksi LGBT (Foto: Merdeka.com)[/caption]
Jangan-jangan soalnya adalah pemisahan tempat untuk kaum perempuan identik dengan ajaran agama tertentu. Seperti halnya mereka juga kurang hepi dengan ajaran yang mewajibkan perempuan berbakti pada suami, termasuk jika istri keluar rumah harus seizin suami, jika ingin bekerkja harus seizin suami. Bahkan Pemda yang ingin melindungi kaum perempuan dari kejahatan jalanan dengan membuat perda melarang kaum perempuan keluar malam pada jam tertentu, juga mereka tentang habis-habisan.
Tapi di sisi lain, soal pelecehan perempuan mereka punya penafsiran yang diperluas. Pernah suatu ketika anggota DPR bertanya, “ Ibu kelihatan cantik hari ini, spa di mana? “ Ucapan itu oleh aktivis perempuan dianggap sebagai pelecehan. Anggota DPR yang mengucapkan itu diomelin habis-habisan. Kebetulan saya mengabadikannya melalui puisi yang saya tulis di penghujung tahun 2013
KOMNAS MEMANG KURANG KERJAAN
“Kau kelihatan cantik hari ini
Spa dimana?
Pujian atau pelecehan? ”
Kau cantik hari ini hari kemarin kemarinnya lagi
Aku tetapi memujimu hari ini hari besok hari besoknya lagi
Aku tak perduli komnas perempuan menganggap pelecehan
Walaupun aku dipenjarakan karena memuji kecantikanmu
Aku bukan anggota DPR yang takut kena gertak Komnas perempuan
Mungkin mereka terlalu banyak buat kesalahan
Padahal komnas dari jenis apa pun memang kurang kerjaan
Ibuku wanita terhebat dianggap terbelakang
Ibuku setia melayani ayahku dianggap penindasan perempuan
Pengabdian tulus perempuan menyiapkan generasi mendatang
Dari generasi ke generasi yang hebat cemerlang
Lahir dari perempuan tulus yang dianggap terbelakang
Perempuan yang mereka banggakan adalah yang pergi pagi pulang malam
Meninggalkan anaknya tawuran di jalanan
11122013
Emak-emak kita walaupun tergolong emak yang berbakti pada suami, tapi tidak menghalangi mereka memperjuangkan nilai yang lebih luas daripada sekedar gender. Bahkan emak-emak kita maju di barisan terdepan untuk memastikan Pilkada DKI berjalan jujur dan adil.
[irp posts="6199" name="Mahkamah Konstitusi: Untuk Rakyat atau Untuk Kaum LGBT?"]
Di medsos, emak-emak kita tidak kalah galaknya. Pernah ada satu emak menulis, “ Jika dia sekali lagi berani menghina ulama, saya akan gorok di medsos. “ Coba itu. Diksi yang digunakan bahkan tidak terpikirkan oleh kaum lelaki.
Memperjuangkan keadilan dan melawan kazaliman bukan tanpa resiko. Tidak sedikit emak-emak kita harus berhadapan langsung dengan penguasa, sampai sekarang. Tapi mereka menghadapinya dengan tabah. Tidak ada air mata menetes.
Kalau pun ada air mata yang menetes, seperti aiar mata ibu Euis setelah dikalahkan MK, itu bukan air mata penyesalan. Air mata itu dipersembahkan untuk seluruh keluarga Indonesia. Air mata itu akan menjadi darah penyemangat perjuangan kita.
22122017
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews