Partai Golkar di bawah kepemimpina Ketua Umum Airlangga Hartarto baru bisa dikatakan hebat jika ia bisa membubarkan Panitia Angket DPR terhadap KPK yang selama ini dianggap "organ jadi-jadian" di DPR untuk memperlemah komisi antirasuah yang paling ditakuti banyak politikus korup itu. Jika tidak, gembar-gembor menolak pelemahan KPK itu cuma bualan belaka.
Dengan tekad memperkuat KPK alias menolak memperlemah KPK, Golkar semestinya tidak terjebak "Hari-hari Omong Kosong", sebuah ledekan untuk Ketua Umum Golkar terdahulu, Harmoko, yang seringnya kata dan perbuatannya tidak nyambung sama sekali. Golkar dengan tekad menolak memperlemah KPK harus terhindar dari stigma "Harmoko" itu.
Kalaupun tidak mampu membubarkan Panitia Angket DPR yang tujuannya jelas-jelas memperlemah KPK bahkan terang-terangan bermaksud membubarkannya, sebagaimana sering ditekadkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, setidak-tidaknya menarik diri saja dari Panitia Angket itu sudah menunjukkan itikad baik Golkar. Jika menarik diri saja tidak mampu, berarti Golkar memang "Harmoko"!
[irp posts="5475" name="Begini Kisah Pemberantasan Korupsi di Indonesia Sebelum Ada KPK"]
Lahirnya Panitia Angket DPR terhadap KPK itu sendiri memunculkan kontroversi sedari awal. Ada yang mengatakan kaukus ini ilegal karena tidak dipayungi aturan perundang-undangan, di mana sebuah lembaga legislatif "mengadili" cara kerja KPK di DPR, khususnya terkait penyidikan. Ada pula upaya mengebiri pasal-pasal krusial seperti menghapus penyadapan yang jika dihapus akan memperlemah KPK itu sendiri.
Hak Angket DPR terhadap KPK memang bisa berjalan meski mendapat cibiran sebagian rakyat karena dikesankan lembaga tempat bercokolnya para koruptor itu sendang melawan dan berupaya memberangus KPK yang dianggap lembaga ad hoc alias sementara itu.
Dari 23 anggota Pantia Angkat, 5 di antaranya dari Partai Golkar. Mereka adalah Bambang Soesatyo (Jawa Tengah VII), Adies Kadir (Jawa Timur I), Mukhammad Misbakhun (Jawa Timur II), John Kennedy Azis (Sumatera Barat II), dan Agun Gunanjar (Dapil Jawa Barat X). Agun yang bolak-balik dipanggil KPK untuk menjelaskan kasus korupsi KTP Elektronik bahkan didapuk sebagai ketuanya!
Akal-akalan dilancarkan Airlangga Hartarto yang boleh jadi sudah terjebak stigma "Harmoko" itu dengan menyimak pernyataannya, bahwa Panitia Angket DPR terhadap KPK merupakan mekanisme tersendiri yang terpisah dari Golkar yang kini dipimpinnya. Ini pertanda bahwa Airlangga juga lemah dalam menghadapi anggotanya sendiri yang ironisnya sangat vokal dalam memperlemah KPK di DPR melalui Panitia Angket.
[irp posts="6163" name="Sepanjang 2017, KPK Tangkap 4 Kader Golkar dan Bos Besar Partai"]
Jika niat menarik diri dari Panitia Angket itu ada, apa susahnya memanggil kelima anggotanya, termasuk Agun yang jadi pimpinannya dan mendesak keluar dari kaukus yang bisa meruntuhkan elektabilitas partai maupun diri pribadi anggotanya itu. Oleh Airlangga, publik diharap menunggu keputusan Golkar pada Sidang DPR 9 Januari 2018.
"Yang sekarang dapat dilakukan tentu Panitia Angket segera menyelesaikan (kerjanya)," katanya sebagaimana diberitakan Harian Kompas, Kamis 21 Desember 2017.
Untuk mengingat kembali dan memberi pengetahuan rakyat yang sudah mendapatkan hak pilih pada Pemilu 2019 nanti, dari 10 Fraksi DPR, 7 di antaranya mengirimkan wakilnya di Panitia Angket DPR terhadap KPK. Total ada 23 anggota DPR di dalam Pansus Hak Angket KPK.
Berikut nama-nama anggota Panitia Angket yang perlu dicatat dan mendapat perhatian khusus untuk Pemilu 2019, khususnya para pemilih yang antikorupsi:
1. Fraksi PDI-P: Masinton Pasaribu (Dapil DKI Jakarta II), Eddy Kusuma Wijaya (Dapil Banten III), Risa Mariska (Dapil Jawa Barat VI), Adian Yunus Yusak (Jawa Barat V), Arteria Dahlan (Jawa Timur VI), Junimart Girsang (Sumatera Utara III).
2. Fraksi Golkar: Bambang Soesatyo (Jawa Tengah VII), Adies Kadir (Jawa Timur I), Mukhammad Misbakhun (Jawa Timur II), John Kennedy Azis (Sumatera Barat II), Agun Gunanjar (Dapil Jawa Barat X).
3. Fraksi PPP: Arsul Sani (Jawa Tengah X), Anas Thahir (Jawa Timur III)
4. Fraksi NasDem: Taufiqulhadi (Dapil Jawa Timur IV), Ahmad HI M. Ali (Dapil Sulawesi Tengah)
5. Fraksi Hanura: Dossy Iskandar (Dapil Jawa Timur VIII)
6. PAN: Mulfachri Harahap (Dapil Sumatera Utara I), Muslim Ayub (Dapil Aceh I), Daeng Muhammad (Jawa Barat VII).
7. Gerindra: Moreno Suprapto (Dapil Jawa Timur V), Desmond Junaidi Mahesa (Dapil Banten II), Muhammad Syafii (Dapil Sumatera Utara I), Supratman Andi Agtas (Dapil Sulawesi Tengah).
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews