Sekarang lagi tren nyebut "Islam itu Indah, jadi jangan bawa-bawa Islam".
Bagi yang nalarnya sehat tentu janggal melihat kalimat di atas. Bagaimana mungkin sesuatu yang indah gak boleh dikenakan. Seharusnya keindahan digunakan dan dibanggakan, bukan disembunyikan.
Saat ini kita seperti dihipnotis dengan statement yang memutarbalikan logika. Sesuatu yang baik dan logis, diputar menjadi tidak baik sekaligus tidak logis. Inilah proses sekularisasi dan perang pemikiran yang sedang terjadi.
LGBT tidak bisa dipidanakan, logikanya itu ranah pribadi sekalipun prilaku LGBT bertentangan dengan adat dan etika di masyarakat, apalagi bertentangan dengan agama.
Di lain hal, memang sanksi LGBT tidak ditemukan dalam UU di negeri ini. Tapi sesuatu yang tidak di atur UU nya, maka aturan dan etika masyarakat yang berlaku. Semua dikembalikan ke adat dan istiadat masyarakat setempat. Jika ini digunakan, situasi makin panas.
Tren memutarbalikkan logika pemikiran, disyiarkan secara masif sejak Ahok yang digadang-gadangkan menjadi pemimpin di negeri ini. Kata Ahok, "kalaupun Tuhan salah, dia akan lawan". Ini sama aja akal-akalan setan, seolah-olah benar tapi sesat dalam pemahaman dasar, karena bagaimana mungkin Tuhan bisa salah (yang seharusnya kita meyakini bahwa Tuhan tidak pernah salah).
Menghadapi logika sesat tersebut, kembalikan saja kepemahaman dasarnya, jika salah maka salah semua argumennya.
Beberapa ahli psikologi memperingatkan, bahwa kelompok mereka memiliki kemampuan memutar logika menjadi seolah-olah logis. Jika tidak memiliki keyakinan, keimanan dan keilmuan yang kuat, argumentasi mereka tentu ditelan menjadi kebenaran.
Jadi jangan heran, banyak yang terjebak dengan nalar akal-akalan. Seolah-olah berakal, padahal diakal-akali.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews