Adakah yang tahu istilah jenderal besar? Tapi adakah juga mengetahui jenderal kecil? Di Indonesia, adanya istilah Jenderal Kancil, itu pun di dunia film. Pemerannya Achmad Albar selagi masih bocah, yang kini sudah simbah dan tetap ngerock.
Demikian pula soal istilah imam besar, adakah yang mengetahui istilah imam kecil? Kalau imin, sebagai pasangan iman, kita tahu. Setidaknya dalam dagelan ndesit, “iman kuat, imin tidak.” Bahkan yang namanya Cak Imin, kini banyak memajang poster raksasa sebagai cawapres jaman now. Tetapi, sekali lagi, imam kecil? Atau imim?
Padahal konon di dunia ini, segalanya dicipta berpasang-pasang. Ada siang ada malam. Ada lelaki ada perempuan (ada pengecualiannya sih). Ada besar ada kecil. Tapi, lagi-lagi pertanyaannya, adakah imam kecil?
[irp posts="5134" name="Imam Besar Umat Indonesia dan Hormat Jokowi kepada Guru"]
Ada yang menjawab, sebenarnya sih ada. Kok pakai ‘sebenarnya’? Jadi, sebenarnya, ada atau tidak? Kalau ada kata ‘sebenarnya’, mungkin saja ada tapi tak meyakinkan. Setidaknya harus pakai penerangan, sementara sejak zaman Gus Dur, kementerian penerangan dihapus. Gara-gara terlalu banyak menurut petunjuk Bapak Presiden.
Karena kata ‘sebenarnya’ yang menyertai itu, muncul anggapan bahwa istilah ‘imam besar’ itu sesuatu yang diada-adakan manusia. Tentu saja. Tuhan sih kayaknya nggak pernah aneh-aneh. Kita selalu butuh peringkat, berkait kawasan tebanya, juga yang penting untuk menentukan besar-kecil amplopan.
Menurut Wildan, seorang da’i kecil dari Kendal (nah, kini ada istilah da’i kecil, tapi tak ada da’i besar atau da’i tuwek), manusia itu tempat salah. Karena itu, kata da’i kecil tadi, apakah seorang kyai tak punya dosa?
Siapa yang tahu, soal punya dan tidak itu? Hanya berdasar pengetahuan manusia. Kata para kyai sendiri, itu otoritas Tuhan. Yang tahu hanya Allah, sementara kita hanya tempe. Otak-atik gathuk manusia, perlu menyodorkan seseorang menjadi imam besar ummat Islam Indonesia. Emang elu siape?
Dalam sebuah acara di TV, Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin menuturkan yang dikatakan Gus Dur; “Di kemetrian agama, semua ada. Maksudnya dari transaksi ekonomi, politik, orang jualan ini-itu, jualan pin sekali pun. Yang tidak ada apa? Menurut Gus Dur, yang tak ada adalah agama.”
[irp posts="5030" name="NU Tolak Rizieq Shihab sebagai Imam Umat Islam Indonesia"]
Bayangkan, di kemetrian agama tak ada agama!
Lantas, apa kaitan semua itu? Tak ada. Kecuali mau dikait-kaitkan. Sebagaimana pidato Ahok (2016) ketika mengambil sumpah jabatan beberapa stafnya, ia menyumpah-serapahi dengan lugas; “Kalau bapak ibu mau ngomong soal tuhan dan iman di depan saya, buktikan dengan perbuatan!”
Kalau cuma chatting sex, hampir 97,23 persen Fesbuker bisa melakukannya. Mereka lebih tulus dan ikhlas. Tak minta jadi imam, besar atau kecil. Lagi pula, tak guna imam besar dengan iman kecil. Kayak politikus saja, minta-minta dengan balutan kata-kata besar. Padahal ngibul.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews