Setya Novanto dan Jam Tangan Richard Mille Seharga Rp1,3 Miliar

Minggu, 3 Desember 2017 | 13:12 WIB
0
369
Setya Novanto dan Jam Tangan Richard Mille Seharga Rp1,3 Miliar

Masih ingat dengan foto peristiwa yang tersebar di berbagai media beberapa tahun lalu saat Setya Novanto yang kala itu menjabat Ketua DPR berjabat tangan dengan calon Presiden AS Donald Trump? Jika dicermati, di tangan kanan kanan Setya saat berjabat tangan, tersembul jam berbentuk persegi berwarna keemasan gelap. Itulah jam tangan Richard Mille seharga Rp1,3 miliar!

Meski tidak bisa dihubungkan begitu saja, namun secara kebetulan terdakwa Andi Narogong menyebut jam tangan mewah itu dalam persidangan. Selain beberapa pertemuan yang diakuinya, ia juga pernah memberikan jam Richard Mille seharga Rp 1,3 milliar kepada Setya Novanto, yang diberikan tepat saat Setya Novanto berulang tahun pada 12 November 2012.

Dalam pengakuannya, Andi mengatakan uang dari membeli jam tangan tersebut berasal dari patungannya bersama Johannes Marliem (telah meninggal) sebagai bentuk rasa terima kasih kepada Novanto karena telah dibantu untuk mewujudkan anggran KTP-el di parlemen.

Persidangan atas terdakwa kasus korupsi megaproyek KTP-Elektronik Andi Narogong disebut-sebut sebagai persidangan kunci untuk mengetahui siapa sebenarnya otak dari pelaku korupsi KTP-el yang telah merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut.

Hingga saat ini, hakim pengadilan Tipikor belum menemukan fakta terbaru terkait ada ‘intervensi’ pihak lain hingga proses tersebut seolah terlalu lambat. Sebagaimana kita ketahui, hingga saat ini nama-nama yang disebut dalam dakwaan dan para saksi yang dihadirkan kesemuanya melakukan bantahan telah menerima aliran dana korupsi itu.

Sebut saja misalnya, Ketua DPR RI Setya Novanto yang masih berstatus tersangka tidak meningkat ke terdakwa. Padahal, Novanto adalah salah satu oranng yang pada waktu itu ikut membahsa anggaran KTP-El ketika dia menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.

[irp posts="4853" name="Dalil Ne Bis In Idem" Senjata Hakim Kusno Menangkan Setya Novanto?"]

Kamis 30 November 2017 lalu di sidang Tipikor, Andi Narogong diperiksa sebagai terdakwa. Dalam persidangan itu, dia mengaku bahwa ada pertemuan di Hotel Grand Melia yang turut dihadiri Novanto, Sekertaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini, dan dua terdakwa lainnya yang sudah divonis yakni Irman dan Sugiharto.

Andi membeberkan, saat itu, inisiatif guna mempelancar anggaran di DPR RI datang dari Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Irman. Oleh Irman, kata Andi, mengajak orang lainnya dari Kemendagri yang tak lain adalah Diah, perempuan itu bertanggung jawab pada anggaran di DPR.

Pertemuan itu, sebut Andi dilaksanakan di Grand Melia jam enam pagi. Berlangsung selama sepuluh menit. Jawaban itu juga diucapkan Irman pada persidangan sebelumnya. Namun, Novanto terus membantah fakta tersebut.

“Pertemuanya terlaksana di Grand Melia jam enam pagi. Berlangsung selama sepuluh menit,” kata Andi dan dikutip sejumlah mediapada hari yang sama.

Selain itu, masih kata Andi, ada pertemuan lainnya (lanjutan) guna membicarakan anggaran KTP-el. Pertemuan itu diakuinya berlangsung di Lantai 12 Gedung DPR RI. Ketika itu Andi datang bersama Irman ke ruangan Novanto yang ada di Lantai 12 tersebut.

Tak sampai di situ, pertemuan-pertemuan lainnya juga intens dilakukan Andi bersama Irman. Kali ini, pertemuan mereka terkait pembahasan jatah persen, yang tak lain akan diberikan untuk DPR RI. Pertemuan tersebut dilaksanakan di Rumah Novanto.

Disebut-sebut, waktu itu Konsorium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sedang kesulitan dana lantaran tidak mendapatkan downment payment (DP) untuk proyek KTP-el. Saat itu, kata Andi, pihaknya mengalami kesulitan dana lantaran Irman pada waktu itu sudah menjadi terdakwa.

Atas kasak-kusuk itu, kemudian pada November 2011, bertempat di Rumah Novanto, Direktur PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos mengundang Andi Narogong bersama Direktur PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sudihardjo dan Direktur Bimorf Johannes Marliem untuk melaporkan tidak adanya DP atas proyek KTP-el sekaligus dipersulit Irman.

[irp posts="4314" name=" Flashback" Perjalanan Setya Novanto hingga Berakhir di Tahanan KPK"]

Menerima laporan itu, Novanto memberikan tanggapan dingin namun dia berjanji akan mengenalkan temannya relasinya di dunia perbankan, Made Oka Masagung. Kemudian di situ juga disampaikan komitmen konsorsium bahwa akan berikan fee lima persen kepada DPR. Di situ juga dibahas di pertemuan itu,” kata Andi.

Setelah pertemuan itu, Made Oka Masagung tampil sebagai salah seorang pengurus dana proyek KTP-el dan aliran dana ke DPR RI yang diperkenalkan Novanto pada bulan November. Novanto pada waktu itu mengundang Andi Agustinus dan Paulus Tannos ke rumahnya.

“Waktu itu ada Pak Oka Masagung, Saya dikenalkan sama Paulus Tannos. 'Pak Tannos ini Pak Oka nanti Masagung yang akan mengurusi masaah fee DPR terus nanti dia akan bantu urusan perbankan. Modal yang akan dibutuhkan Pak Tannos dan Pak Anang," kata Andi Agustinus.

Dalam persidangan lain, Oka Masagung merupakan pemilik perusahaan Delta Energy Investment dan berteman dengan Novanto. Itu diakui Novanto sebagai kawan lama dimulai di Kosgoro pada 1980. Bahkan, Novanto pernah menjabat sebagai komisaris di PT Agung, perusahaan kepunyaan Made Oka.

Namun, lelaki yang menikahi putri Brigadir Jenderal Sudharsono itu dalam sejumlah media mengakui telah lama ia tak berhubungan dengan Oka saat diperiksa beberapa waktu yang lalu di persidangan. Bahkan, lanjut Andi, ia pernah mendapatkan undangan untuk datang ke kantor Novanto di Equity Tower. Di kantor itu, turut hadir Chairuman Harahap, Direktur PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos dan Novanto.

“Waktu itu mereka menagih realisasi yang lima persen daari yang dijanjikan Depdagri (Departemen Dalam Negeri kini jadi Kementerian Dalam Negeri). Akhirnya Pak Paulus Tannos bicara, bersama saya juga, kami akan segera eksekusi,” ungkap Andi.

Diketahui, setelah berulang kali gagal, akhirnya, Minggu, 19 Oktober 2017 KPK berhasil menahan Novanto. Tes kesehatan yang dilakukan pihak RS dan IDI menyatakan bahwa dirinya tak lagi memerlukan perawatan dari dokter.

Malam itu juga, KPK memindahkan Setnov dari rumah sakit ke rutan KPK. Sebelum dibawa ke rutan, Setnov terlebih dahulu menjalani pemerikasan. Saat tiba di KPK, dia telah memakai rompi oranye, dan resmi menjadi tahanan KPK.

***