Milad Nabi Muhammad SAW sebagai Ajang Pemersatu

Jumat, 1 Desember 2017 | 18:01 WIB
0
681
Milad Nabi Muhammad SAW sebagai Ajang Pemersatu

Lelaki itu menangis, sesenggukan. Matanya memerah dan airmata serasa tak berhenti. Ia terduduk lemas sambil menerawang apakah selama ini dia telah zalim, dengan mengambil semua hak bicara orang yang selama ini dia hinakan lahir dan batin. Dia merasa bersalah, namun kemana ia harus sampaikan rasa bersalahnya itu?

Ia tak sanggup. Sungguh. Ia merasa dirinya lebur dan hancur. Ia mengingat lagi hal apa saja yang pernah ia sampaikan kepada orang-orang lain yang singgah di tempatnya. Ketika mengingat hal itu, kembali air matanya jatuh. Hatinya berdesir dan begitu berdebar.

"Wahai saudaraku, jangan dekati orang itu. Dia itu pembohong, penyihir. Jika kalian mendekatinya, kalian akan dipengaruhinya seolah apa yang dikatakannya adalah kebenaran. Padahal, semua yang dia katakan tak lebih dari sebuah kebohongan. Maka, jauh dia kalau kalian tak ingin calaka," katanya.

Begitulah. Penyesalan selalu datang pada akhir. Sakit dan begitu menyayat hati. Tak ada tempat mencurahkan lagi kecuali kepercayaan yang dibangun dengan ketulusan tanpa ingin mendapatkan imbalan. Hal itulah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW saat beliau masih hidup. Memberikan pencerahan kepada orang lain yang tak seagama dengannya.

Di atas, adalah sebuah kisah menarik tentang hubungan Nabi Muhammad dengan seorang lelaki buta Yahudi, yang saban pagi semasa hidupnya memberikan makan kepada orang yang selalu menghinanya bahkan di hadapan beliau sendiri. Namun, Nabi rahmatan lil alamin itu tak pernah marah atau pun membalas apa yang dilakukan Yahudi. Beliau membalas hinaan dengan kebaikan terus menerus.

Hal itu terjasi di sudut pasar Madinah Al-Munawarah. Apabila ada yang mendatangi orang buta itu, maka dia dengan berteriak lantang akan mengatakan "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya" bahkan di hadapan Nabi Allah.

Semasa hidupnya, Nabi Muhammad SAW selalu menyempatkan dirinya untuk mengunjungi orang buta itu dengan membawa makanan.

Tak saja membawa, beliau dengan kerendahan hatinya menyuapi makanan itu setelah terlebih dulu dihaluskan baru kemudian disuap ke mulut lelaki itu. Kadang, sambil menyuapi orang buta itu Rasulullah dengan tenang dan tabah mendengar ocehannya untuk tidak berteman dengan nabi Muhammad.

Rasulullah melakukan rutinitas itu saban pagi semasa hidupnya. Ketika beliau wafat, tak ada lagi orang yang mengantarkan makanan dan menyuapi orang buta itu hingga suatu pagi, Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan?"

Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, "wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah, hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja".

"Apakah Itu?" tanya Abubakar r.a.

"Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi Buta yang berada di sana," kata Aisyah.

Keesokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar itu dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, pengemis itu marah sambil berteriak, "siapakah kamu?”

"Aku orang yang biasa," jawab Abubakar r.a.

“Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” tunding orang buta itu.

"Apabila ia (Nabi Muhammad) datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku, selalu menyuapiku langsung tapi makanan itu terlebih dulu dihaluskannya baru ia berikan padaku dengan tangannya sendiri," katanya.

Mendengar hal itu, tentu Abubakar r.a. tak dapat menahan air mata yang membendung. Hatinya sesak dengan napasnya terasa berhenti seketika. Ia tak menyangka begitu lembut perlakuan Rasulullah terhadap orang buta Yahudi itu, bahkan ia tak sanggup melakukan apa yang dilakukan Nabi.

Dengan suara sesunggukan, Abubakar saat itu mengatakan, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW," kata Abubakar.

Mendengar pengakuan Abubakar, pecah pula tangis orang itu. Ia terkejut atas apa yang terjadi dan masih tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Seketika itu, ia mengaku telah menghina Rasul Allah Nabi Muhammad SAW itu bahkan di hadapan Nabi. "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia malah mendatangiku dengan membawakan makanan setiap pagi, ia begitu mulia," isaknya.

Pengemis Yahudi Buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar r.a. tanpa perlu menunggu lama. Hidayat datang dari dalam dirinya sendiri dan mengakui kebesaran dan kuasa Allah SWT dari sosok Nabi Muhammad.

Dihari yang mulai ini, shalawat dan salam atas junjungan nabi besar Muhammad SAW. Allahumma Shalli 'Ala Muhammad Wa 'Ala Ali Muhammad. Kama Shalaita 'Ala Ibrahim Wa 'Ala Ali Ibrahim. Innaka Hamidun Majid.

***