Semua orang sudah tahu akhir ceritanya, bahwa tersangka kasus korupsi mega proyek pengadaan KTP Elektronik yang merugikan negara 2,3 trilun Setya Novanto (Setnov) akhirnya resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi. Setnov memang lihai dan licin, berulang kali berhasil lolos dari jerat KPK, bahkan kasusnya menang pada sidang praperadilan yang diputuskan hakim Cepi Iskandar.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini tentu tidak akan mengira akan sesial ini. Berkali-kali ditetapkan sebagai tersangka tak membuatnya gentar. Ia terus melawan bahkan menyeret-nyeret nama Presiden Joko Widodo dalam kasusnya tersebut dengan dalih KPK harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Jokowi untuk menangkapnya.
Namun cerita itu berakhir pada Minggu 19 November 2017 malam, di mana akhirnya ia menyerah dan digelandang ke kantor KPK dengan mengenakan rompi oranye yang legendaris itu, didampingi pengacaranya Fredrich Yunadi disertai pengawalan ketat pihak kepolisian dan KPK.
Mantan anggota DPR Muhammad Nazaruddin, pada Januari 2014 dalam sebuah video mengungkapkan fakta mengejutkan terkait Setnov. Ia mengatakan bahwa Setnov adalah orang kebal hukum dan seorang ‘sinterklas’ yang tidak berani dilawan oleh penegak hukum. Hal tersebut menjadi bukti bahwa selama ini KPK kewalahan menghadapi setiap drama yang dimainkan Setnov.
Nazaruddin yang pada saat itu terjerat kasus korupsi Wisma Atlet bahkan mengaku jika Setnov sudah melakukan markup senilai Rp2,5 triliun sebelum proyek KTP-el ditender, dan uang tersebut sudah diplot untuk kemudian dibagikan kepada DPR, Mendagri, hingga pengusaha bagian posisi Setnov.
“Setya Novanto ini, saya yakin, (penegak hukum) tidak akan berani. Tidak akan berani. Orang ini Sinterklas, kebal hukum. Tidak akan berani walaupun saya bilang, sudah jelas buktinya. Saya cerita soal e-KTP. E-KTP itu dari sebelum proyek ditender, sudah dimarkup senilai Rp2,5 triliun. Sudah dibuat, keuntungannya segini untuk dibagikan ke DPR, Mendagri, hingga pengusaha bagian posisi Novanto,” kata Nazar dalam sejumlah media.
[irp posts="4282" name="Jokowi Sebenarnya Butuh Figur Seperti Setya Novanto, Mengapa?"]
Terhitung, sejak penetapan Setnov sebagai tersangka pada 17 Juli 2017 hingga akhirnya resmi ditahan KPK 19 Oktber 2017 banyak ‘drama’ yang dimainkan Setnov bak aktor film ternama. Ia terus berkelit dan bebas tanpa jerat hukum yang berarti. PepNews.com merangkum perjalanan “Sang Papa” sejak awal penetapan hingga akhirnya ditangkap KPK.
Penetapan tersangka Setnov
17 Juli 2017 KPK secara resmi menetapkan Setnov sebagai tersangka kasus korupsi E-KTP yang terjadi pada 2011-2012. Kala itu, Setnov menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR. KPK menduga ia adalah salah satu orang yang mengatur anggaran E-KTP senilai RP 5,9 triliun hingga disetujui oleh Anggota DPR.
Tak sampai di situ, ia juga diduga telah mengatur siapa yang akan memenangkan lelang dalam tender E-KTP. Ia disebut-sebut tak sendiri melainkan bersama seorang pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Jumpa Pers
Beredarnya penetapan dirinya sebagai tersangka di sejumlah media, 18 Juli 2017 membuat Setnov mengadakan jumpa pers. Ia mengatakan akan taat hukum dan mengikuti proses yang berlaku. Tapi, saat itu Setnov menolak untuk mundur dari Ketua DPR atau Ketua Umum Golkar.
Bertemu dengan Ketua MA Hatta Ali
Pada tangga 22 Juli 2017 Setnov menghadiri sebuah sidang terbuka disertasi politisi Partai Golkar Adies Kadir di Universitas 17 Agustus 1945 bersama Ketua MA Agung Hatta Ali. Hadirnya Setnov dalam acara tersebut membuat Ketua Generasi Muda Golkar (KGMG) Ahmad Doli Kurnia menilai hal itu sebagai akal-akalan Setnov dalam rangka melakukan lobi untuk memenangkannya dalam pra peradilan.
Diketahui, pada saat itu yang memimpin sidang praperadilan Setnov adalah Hatta Ali. Namun, dalam pembelaannya, Hatta mengatakan bahwa ia hadir dalam disertasi tersebut sebagai tim penguji. Atas tundingan Doli, ia dipecat dari kepengurusan Generasi Muda Golkar.
Menggugat KPK
Setnov memang kebal hukum. Untuk membuktikan dirinya tak bersalah, pada 4 September 2017 ia dengan percaya diri mendaftarkan gugatannya terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selaran dengan Nomor 97/Pid.Prap/PN Jaksel. Kepada pengadilan, Setnov meminta agar pengadilan membatalkan statusnya sebagai tersangka.
Kembali dipanggil KPK
KPK kembali memanggil ketua Umum Partai Golkar itu pada 11 September 2017. Saat itu, Setnov akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus E-TKP. Namun, ia tidak hadir dengan alasan sakit. Saat itu, heboh foto Setnov terbaring di RS Premier Jatinegara, Jakarta Timur.
Untuk menyakinkan KPK, Sekjen Golkar Idrus Marham bersama kuasa hukum Setnov mendatangi KPK untuk mengantarkan surat sakit dari dokter. Idrus mengatakan, Setnov saat itu gula darah Novanto naik setelah melakukan olah raga pada Minggu (10/9/2017).
Menunda proses penyidikan
Pada 12 September 2017, Sinterklas Setnov terus melakukan perlawanan terhadap KPK dengan mengirimkan surat kepada komisi antirasuah itu. Melalui Wakil Ketua DPR Fadli Zon, ia meminta KPK menunda proses penyidikan hingga putusan praperadilan keluar.
Namun, KPK saat itu mengatakan bahwa psoses praperadilan berbeda (terpisah) dari proses penyidikan yang dilakukan KPK. KPK, kata mereka, tetap akan menjadwalkan pemeriksaan kepada Setnov sebagai tersangka.
Panggilan kedua
Tak mendapatkan respon saat pemanggilan Perdana 12 September 2017, KPK kembali memanggil Setnov untuk kembali diperiksa pada 18 September 2017. Namun, lagi-lagi ketua DPR yang juga pernah diduga tersangkut kasus Papa minta saham itu mangkir dengan alasan sakit. Saat itu, kondisi Setnov dikabarkan memburuk. Ia harus menjalani kateterisasi jantung di RS Premier Jatinegara, Jakarta Timur.
Menang gugatan
Pada hari Jumat, 29 Septermber 2017, hakim tunggal Cepi Iskandar memenangkan gugatan praperadilan Setnov. Ia menilai penetapan tersangka terhadap Setnov tidak sah alias batal demi hukum. Dengan begitu, status Setnov tak lagi sebagai tersangka.
Cepi Iskandar beralasan bukti yang diajukan KPK juga bermasalah. Sebab, kata dia, alat bukti tersebut pernah sebelumnya digunakan KPK dalam penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, dua pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis oleh pengadilan.
Diputuskan menang, Setnov sembuh
Pasca menerima kemenangan atas gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diputuskan hakim tunggal Cepi Iskandar, Setnov berangsur-angsur sembuh dari sakit ‘jantung’-nya. Namun, pada 11 Oktober 2017, tepatnya satu minggu setelah dia ke luar dari RS Premier Jatinegara, dia terlihat mulai bekerja dan memimpin rapat Partai Golkar.
Tunggu izin Presiden
Setnov kembali dipanggil KPK pada 6 November 2017 sebagai saksi untuk kasus E-KTP dengan tersangka Anang Sugiana Sudiharjo. Namun, dia tak hadir dengan alasan menunggu izin dari Presiden Joko Widodo. Tetapi, Presiden waktu itu meminta Setnov patuh dengan hukum dan menjalani proses penyidikan KPK.
10 November, 15 November, 16 November
Merasa tak digubris, KPK kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka pada 10 November 2017. Kali ini, KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan terhadap Setnov yang. Surat itu sudah terbit sejak 31 Oktober 2017.
Pada 15 November, Setnov kembali melawan KPK dengan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dihari yang sama, KPK juga kembali memanggil Setnov namun tak lagi sebagai saksi melainkan tersangka. Ia beralasan pemanggilan tersebut harus disertai dengan izin presiden.
[irp posts="4320" name="Setya Novanto Ditangkap, Siapa Lagi Pejabat Yang Bakal Menyusul?"]
Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo pada siangnya mengatakan, KPK atau pun Setnov harus berpegang sesuai aturan perundang-undangan yang ada. UU yang dimaksud Presiden adalah Pasal 245 Ayat 1 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang sudah diuji materi Mahkamah Konstitusi memang mensyaratkan pemeriksaan anggota DPR harus seizin presiden.
Namun, dari berbagai sumber, Pasal 245 Ayat 3 tersebut menyatakan bahwa ketentuan Ayat 1 tidak berlaku jika anggota DPR melakukan tindak pidana khusus, termasuk korupsi.
Tak mau kecolongan lagi, KPK malam itu juga mendatangi kediaman Setnov untuk menjemput paksa. Namun, kedatangan KPK tak membuahkan hasil karena Setnov tidak ada di rumah saat itu. Kabarnya, sebelum KPK tiba di Setnov, seseorang tak dikenal datang menjemputnya.
Setnov DPO
Setelah melaukan koordinasi dengan seluruh pimpinan KPK dan pihak kepolisian, 16 November 2017 KPK memasukkan Setnov dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Namun, ditengah pencarian hilangnya Setnov itu, KPK mendapatkan kabar bahwa Setnov mengalami kecelakaan menabrak tiang listrik. Saat itu, ia bersama ajudannya dan seorang wartawan dari Metro TV, Hilman Mattauch dan langsung dilarikan ke RS permata hijau.
Berselang beberapa waktu, penyidik KPK langsung menuju RS permata hijau untuk mengetahui secara pasti dan memantau keadaan Setnov.
Resmi ditahan KPK
Setelah berulang kali gagal, akhirnya, Minggu, 19 Oktober 2017 KPK berhasil menahan Setnov. Tes kesehatan yang dilakukan pihak RS dan IDI menyatakan bahwa Setnov tak lagi memerlukan perawatan dari dokter.
Malam itu juga, KPK memindahkan Setnov dari rumah sakit ke rutan KPK. Sebelum dibawa ke rutan, Setnov terlebih dahulu menjalani pemerikasan. Saat tiba di KPK, dia telah memakai rompi oranye, dan resmi menjadi tahanan KPK.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews