Praperadilan Yang Kedua Kalinya, Fredrich Berharap Setya Menang Lagi

Senin, 20 November 2017 | 21:31 WIB
0
485
Praperadilan Yang Kedua Kalinya, Fredrich Berharap Setya Menang Lagi

Penetapan Setya Novanto sebagai tersangka tentu menjungkirbalikkan keputusan praperadilan yang dimenangkannya beberapa waktu lalu. Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka karena menganggap Ketua DPR itu tidak kooperatif dalam kasus dugaan korupsi mega proyek KTP Elektronik.

Berkali-kali pula KPK memanggil Novanto untuk dijadikan saksi dalam kasus. Namun, berkali-kali pula Novanto mangkir. Setelah namanya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), Novanto belum juga menyerahkan diri hingga terjadi kecelakaan terhadap dirinya dengan menabrak tiang listrik. Saat itu, dia bersama seorang wartawan Metro TV dan ajudannya menggunakan mobil Fortuner.

Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi dalam sejumlah media mengatakan, mesti kliennya sudah resmi ditahan di rutan KPK, tapi dia akan tetap mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan Novanto sebagai tersangka oleh KPK.

Dia mengatakan, pengajuan praperadilan akan dilakukannya dalam waktu dekat ini, yakni pekan depan. “Praperadilan dalam waktu singkat, iya Insya Allah (pekan depan). Kami sudah susun karena kami itu kerja cepat,” kata Fredrich seperti dikutip Kompas.com, Jumat 10 November 2017.

[irp posts="4142" name="Fredrich Yunadi, Nama Yang Jadi Fenomenal Setelah Bela Setya Novanto"]

Fredrich berdalih, pelaporan tersebut dilakukan pihaknya atas tindakan KPK yang dianggap Fredrich telah menyalahi prosedur hukum, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 141 juncto Pasal 421 KUHP.

Dia akan melaporkan dua pimpinan dan dua penyidik KPK pasca-penetapan Novanto sebagai tersangka. “Praperadilan itu kan urusan formal, tetap kami lakukan. Tapi pidana ini kami dahulukan. Bagitu diumumkan (tersangka) langsung saya lapor. Saya tidak segan-segan,” kata dia.

Langkah tersebut, kata Fredrich, bukan atas permintaan Setya Novanto melainkan inisiatif dari dirinya sendiri dalam rangka melindungi kliennya secara maksimal dan efektif. “Saya sebagai penasihat hukum punya hak melindungi klien saya secara maksimal. Apa yang lebih baik dan yang terefektif, apakah salah kalau saya melindungi klien saya,” kata dia.

Fredrich melanjutkan, pelaporan terhadap KPK juga dilakukannya lantaran KPK seharusnya menghentikan penyidikan terhadap kasus yang menjerat Novanto. Sebab, kata dia, hal itu secara hukum sah lantaran ada putusan praperadilan yang dimenangkan kliennya pada September 2017 sebelum akhirnya KPK resmi menangkapnya.

“Dalam putusan praperadilan nomor 3, yang menyatakan, memerintahkan, ingat memerintahkan, termohon dalam hal ini KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Pak SN, sebagaimana sprindik nomor 56,” kata dia, yang mengaku keputusan hakim tunggal Cepi Iskandar dengan sprindik bernomor 56/01/2017 meminta KPK menghentikan penyidikan.

Ia mengatakan, KPK telah melakukan tindakan penipuan dengan melakukan copypaste isi sprindik yang menjerat mantan Mendagri Irman dan lainnya untuk kemudian dimasukkan ke dalam sprindik baru untuk menjerat atau menetapkan lagi Novanto sebagai tersangka.

Padahal, lanjut dia, keputusan hakim tunggal Cepi Iskandar telah memberi warning kepada KPK untuk menghentikan penyidikan itu. “Dengan demikian, sudah terbukti secara sempurna dan tidak dibuktikan lagi, pihak KPK telah melakukan perbuatan melawan hukum,” kata dia.

Fredrich menjelaskan, dirinya secara pribadi mengakui dengan Mahkamah Konstitusi, yang mengatakan KPK bisa menetapkan seseorang menjadi tersangka lagi. Namun, kata dia, hasil keputusan tersebut berbeda praperadilan yang diputuskan untuk Setya Novanto. “Kalau putusan praperadilan menyatakan penetapan tersangka tidak sah, ya monggo silakan dimulai lagi. Tapi 'kan ini ada perintah, memerintahkan (dihentikan). Itu harus diperhatikan,” kata dia.

[irp posts="4320" name="Setya Novanto Ditangkap, Siapa Lagi Pejabat Yang Bakal Menyusul?"]

Oleh kaena itu, kata dia lagi, dia akan melaporkan dua pimpinan KPK itu dengan pasal 141 jo Pasal 421 KUHP, karena telah menghina keputusan pengadilan. “Di mana 414 itu barangsiapa melawan putusan pengadilan, diancam hukuman penjara 9 tahun. Pasal 421 barangsiapa menyalahgunakan kekuasaannya diancam satu tahun delapan bulan,” kata dia.

Sementara, Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan siap menerima langkah hukum Setya Novanto melalui pengacaranya Fredrich Yunadi. KPK menilai, segala kemungkinan hukum bisa saja dilakukan oleh pihak mana pun yang berkepentingan.

“Segala kemungkinan hukum tentu bisa saja dilakukan oleh pihak mana pun yang ada kaitan kepentingan. Sepanjang itu tersedia, tentu saja KPK akan menghadapi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jumat 10 November 2017.

Febri mengatakan, pihaknya akan tetap fokus pada proses hukum yang berlaku, seperti melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lainnya terkait kasus tersebut. “Saksi-saksi akan kami lakukan pemeriksaan juga dalam proses penyidikan dengan tersangka SN untuk menggali lebih jauh kontruksi dari kasus e-KTP ini,” kata dia.

***