Sependek ingatan saya, terdapat beberapa jenis alat permainan anak tempo doeloe yang berbentuk ayunan. Bentuk pertama yang paling sederhana adalah ayunan single yang didorong. Jenis ini bisa digantung di mana saja, pakai rangka besi atau bila ada dahan yang kokoh pun jadilah.
Bahkan dalam masyarakat tradisional, sejak bayi berumur belasan hari, si anak sudah dimanjakan dengan dibikinkan ayunan dari selendang yang digantungkan di para-para rumah. Karena itu, ada istilah: sejak usia ayunan hingga pikulan, yang artinya sejak lahir hingga menjelang mati, dari bayi hingga usia tua.
Bentuk kedua, yang lebih "modern" yaitu ayunan ganda dari rangka besi, di mana anak-anak bisa duduk berduaan saling berhadapan. Mestinya ayunan ini hanya untuk anak-anak kecil, namun banyak digunakan remaja lebay yang lagi "belajar pacaran" atau orang-orang dewasa "kembali pacaran".
Akibatnya, banyak fasilitas sejenis ini di taman-taman paling cepat dan gampang rusak. Mungkin kelompok terakhir yang saya sebut itu, terkategori dalam istilah legendaris "masa kecil kurang bahagia, masa tua kurang kerjaan".
Dan bentuk ketiga, yang menurut saya paling langka adalah ayunan yang kalau di kota saya berasal, Jogja, disebut "ombak banyu" (gelombang air). Jumlah penggunanya bisa paling banyak dan permainannya pun lebih seru. Walau tentu saja, resikonya juga paling besar.
Di Sekaten atau Pasar Malam, dulu merupakan tempat adu nyali. Tentu saja para remaja yang cemen dan anak mami, lebih banyak menghindar dan memilih komidi putar. Namun inilah wahana yang menurut saya, dari dulu paling mengundang untuk menguras adrenalin.
[caption id="attachment_4067" align="alignleft" width="529"] Ombak Banyu masa lalu (Istimewa)[/caption]
Di kartu pos kuno yang saya koleksi di bawah ini, saya anggap sangat langka. Ukuran "ombak banyu"-nya tidak terlalu besar, karena memang "bukan bernilai komersial". Wahana ini terdapat di halaman Badplaats Cipanas, sebuah pemandian umum yang terletak di lereng Gunung Guntur, sekira 6 kilometr di luar kota Garut. Sesuai dengan namanya, pemandian ini memang berisi air panas dan sangat populer hingga seantero jagad pada masanya.
[irp posts="692" name="Historia Docet! Jurnalisme Sejarah Yang Terabaikan"]
Pada masanya, para ambtenar Bandung, Buitenzorg maupun Cheribon, pemilik perkebunan ataupun kalangan birokrat dan militeris dari Batavia, selalu menjadikan Garut sebagai tujuan utama berlibur. Dan bukan Lembang dengan Ciater-nya (yang semula lebih dikenal sebagai kebun sayur dan susu sapinya). Alam Garut yang bergunung-gunung dan sejuk mengingatkan mereka pada Pegunungan Alpen di Swiss.
Hingga pada masa itu Garut mereka juluki sebagai "Swiss van Java". Sedemikian terkenalnya hingga banyak bintang Hollywood menjadikan Garut dengan Pemandian Cipanas-nya sebagai destinasi wisata mereka.
Charlie Chaplin, komedian paling terkenal sepanjang masa, bahkan sempat dua kali mengunjunginya. Sebab mereka percaya, air hangat Cipanas di luar memiliki sensasi kehangatan yang berbeda, juga berkhasiat menyembuhkan banyak penyakit, khususnya rheumatik dan penyakit kulit. Sejak dibuka pertama kali tahun 1920-an, tempat ini memang sudah berbentuk kolam rendam tertutup, bersifat ekslusif dari komersial.
Saya senang mengenang sensasi ayunan "ombak banyu' ini. Mungkin kalau saat ini dibangun di sebuah taman, akan banyak protes karena dianggap mengabaikan keselamatan anak-anak (juga publik). Pertanda bahwa masyarakat kita (khususnya orang tua) makin "fragile dan baperan".
Padahal, konon saat ini masyarakat makin suka berayun-ayun ke sana ke mari: buas saling menerkam, suka ribut dan gemar berantem. Sebagaimana dicontohkan wakil rakyat mereka di Senayan yang ngehek itu!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews