Apapun Manuver PAN, Peluang Zulkifli Paling Banter Cawapres

Selasa, 14 November 2017 | 13:00 WIB
0
600
Apapun Manuver PAN, Peluang Zulkifli Paling Banter Cawapres

Partai Amanat Nasional (PAN) terancam kena reshuflle akibat manuver politik, apakah manuver Ketua Umum atau secara kepartaian. Kalau dilihat dari faktor partai, PAN termasuk yang keluar dari koalisi pemerintah dalam beberapa kasus seperti menolak pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pembahasan Perppu Ormas.

Manuver politik PAN tidak membuat terkejut sih. Karena publik tahu kedekatan Zulkifli dengan elite politik negeri ini, termasuk dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jadi sah-sah saja kalau PAN dan Demokrat mesra. Kemesraan PAN-Cikeas terjalin karena mantan Ketua Umum PAN, Hatta Rajasa, besanan dengan SBY.

Nah, kalau soal Ketua Umumnya sendiri, Zulkifli Hasan, saat ini cukup mencuri perhatian. Zulkifli terlihat nyaman bersafari ria mengatasnamakan MPR, lembaga yang dia pimpin. Safari ke daerah-daerah lumayan sering. Engga salah sih, kan atas nama undangan sebagai Ketua MPR. Tentu saja banyak undangan yang menumpuk menggunung di atas mejanya. Semua kegiatan itu mengharapkan sang Ketua MPR untuk hadir demi memeriahkan acara.

Selain itu, Zulkifli terihat sering memasang iklan di Kompas.com dengan penanda "Kabar MPR". Hmmmm, sepertinya sang ketua MPR lagi banyak uang nih. Biaya iklan di koran sekelas Kompas 'kan tidak murah, apalagi kalau beriklan di koran versi cetaknya. Apakah yang terjadi dengan Zilkifli Hasan dan PAN? Lalu bagaimana nasib PAN di koalisi pemerintah?

PepNews membaca fenomena PAN dan Zulkifli ini dari kaca mata politik. Maksudnya begini, dua tahun ke depan adalah tahun politik. Bangsa Indonesia akan menghadapi perhelatan Pilkada Serentak Jilid III pada tahun 2018. Jangan lupa juga Pemilu Serentak 2019. Nah, mulai paham kan kalua ada manuver-manuver politik parpol. Tentu saja semua mengatasnamakan agenda tertentu. Tetapi tujuannya tetap saja untung bagi personal dan partainya sendiri.

Misalnya saja, kalau PAN sering-sering muncul di media, tanda bahwa partai berlogo matahri dengan dominasi warna putih biru ini sedang mempersiapkan cara pengenalan ulang partai kepada publik. Kenapa? Yaaa karena PAN tidak bisa mengurusi kadernya untuk mengabdi kepada rakyat. kalau kader PAN biasa mengabdi dan menyatu dengan rakyat sosialisasi PAN dan Zulkifli Hasan di media tidak dibutuhkan.

Selain itu, ada kabar yang beredar bahwa PAN berniat mengusung Zulkifli Hasan selaku ketua umum untuk maju sebagai bakal calon presiden. Wah, ini menarik. Beneran PAN mendukung Zulkifli atau sang Ketum yang menggunakan partainya untuk maju Pilpres 2019?

Yaaa jawaban umum sih, PAN akan mengatakan bahwa kader menginginkan sang ketum maju memperebutkan kursi RI-1. Siapa juga yang berani melawan Ketum, bisa kena pecat tuh status keanggotaannya dari partai.

Tapi, PAN kan masih dihitung sebagai salah satu koalisi pemerintah yang dipimpin oleh PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi. Apa PAN mampu menghentikan laju Presiden Jokowi untuk maju pilpres? Lalu, kalau Zulkifli Hasan berkeras hati untuk maju Pilpres 2019, dengan siapa PAN harus berkoalisi?

Nah, di sini masalahnya, PAN kan memiliki terikat "besanan" dengan Demokrat. Tentu saja PAN bisa berkoalisi dengan Demokrat. Sayangnya, suara PAN dan Demokrat, meskipun sudah ditambah-tambahkan tetap kurang. Kenapa? Karena syarat mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden menurut Undang-undang Pemilu harus memenuhi ambang batas pencalonan presiden.

Apa itu ambang batas pencalonan presiden? Yaitu syarat yang berwujud jumlah minimal dukungan, baik dihitung dari jumlah kursi di DPR ataupun jumlah perolehan suara nasional. Tolak ukurnya adalah hasil pemilu 2014. Jika menghitung persenan dari kursi di senayan, syaratnya memenuhi 20 persen dari 560 kursi di DPR. Kalau menghitungnya suaran nasional, maka 25 persen dari seluruh perolehan suara pemilu 2014.

Jadi, kita kembali membaca peluang ketum PAN dan ketua MPR, Zulkifli Hasan. Kursi PAN di DPR berjumlah 48 anggota sedangkan kursi Demokrat sebanyak 61 anggota jika digabung, hanya mencapai 101 kursi. Dari perolehan suara nasional, suara PAN sebanyak 7.59 persen suara nasional dan Demokrat meiliki 10.19 persen dari suara nasional, jumlah persentasi kursi dan suara nasional juga tidak penuh. Totalnya, Koalisi Cikeas hanya mendapatkan 19.6 persen kursi DPR atau 17.78 persen suara nasional

Di lain sisi, masalah maju Pilpres ini tidak begitu mudah. Kandidat kuat dengan syarat presidential threshold yang cukup menyisakan petarung lama pada Pilpres 2014. Yesss, mereka adalah Presiden Jokowi dan "ksatria berkuda" Prabowo Subianto. Kedua pasangan ini pasti maju dan tinggal mencari wakil.

Kalau Zulkifli ingin maju sendiri, PAN tidak mampu mendungnya. Koalisi dengan Demokrat, suara belum memenuhi presidential threshold. Berharap dukungan koalisi pemerintah? Jangan harap, paling posisi wakil, itupun belum tentu dapat. Belanda masih jauh, kata orang Betawi.

Harapan terbesar Zulkifli adalah berkoalisi dengan Gerindra dan PKS. Ya posisi realistisnya adalah wakil presiden. Nah, persoalan muncul, SBY sudah membuat panggung untuk anaknya sendiri, Agus Harimurti Yudoyono (AHY). Bila PAN dan Demokrat bersatu dengan Gerindra dan PKS, Zulkifli harus berhadap-hadapan dengan AHY.

Kalau sudah begini, PAN harus berjelas-jelas dengan ketumnya. Maunya apa? Jabatan paling wajar adalah cawapres. Sudahi saja mimpi maju sebagai Capres. Zulkifli harus merayu Jokowi, Prabowo dan SBY untuk maju sebawai Cawapres pada pemilu 2019. Kalau tidak, apa terpaksa harus nunggu antrian pada pemilu 2024 nanti!

***