Buni Yani akhirnya divonis satu tahun enam bulan di Pengadilan Negeri Bandung Jawa Barat untuk kasus penyebaran ujaran kebencian bernuansa SARA. Vonis ini lebih ringan dari vonis yang diterima Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang kini menjalani hukumannya di Mako Brimob.
Kasus penistaan agama yang menjerat Ahok pasca Pilkada DKI Jakarta kini berpindah kepada Buni Yani. Ia didakwa telah melanggar Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1) Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Buni Yani dituduh telah menghapus salah satu kata dalam pidato Ahok di Kepulauan Seribu beberapa bulan lalu. Namun, dalam sejumlah persidangan yang telah diikuti Buni, ia selalu menyampaikan kepada hakmi bahwa ia tidak pernah memenggal video itu sebagaimana yang didakwakan kepadanya. Buni juga berkali-kali bersumpah di hadapan hakim dalam setiap sidang yang dijalaninya dan bersikukuh dengan argumentasi yang hingga saat ini dipertahankannya.
“Dalam persidangan yang mulia ini saya berulang kali menyampaikan mubahalah saya, sumpah paling tinggi dalam agama Islam. Saya tidak pernah memotong video,” kata Buni sebagaimana ditulis oleh Kompas.com, Selasa 14 November 2017.
Buni Yani mengatakan, jika pun hari ini dirinya diputuskan bersalah dalam persidangan tersebut, maka dia berharap orang yang menuduhnya telah melakukan pemotongan atas video yang membuat Ahok mendekam dalam jeruji besi di penjara Mako Brimob dilaknat oleh Allah.
"Dan, apabila hari ini saya diputus bahwa saya dinyatakan bersalah dalam perkara ini, orang yang menuduh dan orang yang memutuskan perkara ini karena telah menuduh saya memotong video mudah-mudahan orang tersebut kelak akan dilaknat oleh Allah,” sumpahnya.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim M Saptono tersebut dimulai sejak pukul 09:10 WIB. Saat masuk ke dalam ruang sidang, ruangan itu telah dipenuhi awak media, petugas pengamanan, dan para pendukung Buni Yani.
Jika ingin menelisik lebih jauh, sumpah yang disampaikan Buni Yani tentu tak berbeda jauh dengan permintaa maaf Ahok kepada ummat Islam di Indonesia. Permintaan maaf itu disampaikan Ahok tiga hari sebelum aksi demontrasi terhadap dirinya pada 4 November 2016. Namun, permintaan maaf itu ditolak oleh sejumlah ormas dan Ahok menyerahkan kasus tersebut kepada pihak keamanan.
“Kalau orang beragama, Tuhan pun memaafkan manusia yang sudah menyampaikan permohonan maaf. Itu saja,” kata Ahok seperti dilansir Tribunnews.com, Selasa 1 November 2016.
Ahok mengatakan, ia tak pernah merasa telah melakukan penghinaan terhadap ayat Alqur’an sebagaimana telah dituduhkan terhadap dirinya dan menganggap bahwa pidato terkait Surat Al Maidah ayat 51 itu telah disalahartikan oleh sebagian orang lain.
“Saya tidak mengatakan menghina Al Quran. Saya tidak mengatakan Al Quran bodoh. Saya katakan kepada masyarakat di Pulau Seribu kalau kalian dibodohi oleh orang-orang rasis, pengecut, menggunakan ayat suci itu untuk tidak pilih saya, ya silakan enggak usah pilih,” kata Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat 7 Oktober 2016.
Para Pendukung Buni
Sementara, di luar gedung, terlihat Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Amien Rais melakukan orasi di hadapan pendukung Buni Yani dan Alumni 212 dengan mengajak para pendukung untuk membela Buni. Sebab, katanya, dia menyakini bahwa Buni telah dikriminalisasi atas unggahan video pidato Ahok di akun facebook-nya itu.
“Jadi mudah-mudahan hakim siang ini memberikan ketuk palu yang berdasarkan keadilan, bukan 2 tahun seperti tuntutan jaksa. Bukan. Tapi yang masuk akal. Syukur-syukur dibebaskan. Andai tidak pun, masih ada usaha banding,” kata Dewan Pembina Presedium Alumni 212 itu kepada Detik.com.
Menurutnya, tuntutan jaksa yang tak masuk akal akan menambah sederet permasalahan yang ada. Olehnya, Amien meminta kepada majelis hakim untuk agar dapat memberikan keputusan yang adil terhadap Buni Yani, apabila perlu dibebaskan secara hukum.
“Mudah-mudahan hakim ketok palu memberikan keadilan, syukur-syukur dibebaskan. Kalau tidak, ada usaha banding. Kita percaya kalau datang kebenaran, kebatilan akan sirna,” ungkap dia.
Ditetapkanya Ahok menjadi tersangka tentu membuat banyak pendukung setia menelan pil pahit. Setelah kalah dari Pilkada DKI Jakarta, Ahok juga kalah dalam persidangan atas dirinya yang didakwa telah menistakan agama Islam.
Sehubungan dengan itu, santer pula terdengar kabar bahwa Imam Besar Front Pembela Islam (FBI) Habib Rizieq Syihab ditetapkan sebagai tersangka pornografi oleh Tim penyidik Polda Metro Jaya. Namun, hal itu dinilai sebuah rekayasa oleh pengacara Habib, Sugito Atmo Pawiro.
“Cuma ketika sudah ada rekayasa hukum terkait proses yang sekarang ini terjadi, politisasi, Habib akan melawan. Dia tidak akan lari dari tanggung jawab. Kalau ini sudah terkait kekuasaan, terkait dengan kekalahan Ahok, terkait putusan Ahok dan sebagainya itu sudah jelas, sekarang dimunculkan kembali. Ini ada apa?” kata dia.
Namun, hingga sidang Buni Yani dilangsungkan, belum juga Habib Rizieq sampai ke Indonesia dan masih menetap di Arab Saudi?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews