Tragedi bangsa ini ialah, mungkret digertak Setnov, panggilan akrab Ketua DPR Setya Novanto. Dia ingin memberi pembelajaran kepada siapapun (maksudnya rakyat biasa, meski lawyer-nya bilang tak pandang bulu), yang membuat meme ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar itu.
Mungkin jika mau dirunut, bukan hanya puluhan, ratusan bahkan ribuan netizen memviralkan meme Setnov ketika terbaring lemah di RS Premier Jakarta. Pasalnya, ketua DPR itu berkola-kali dipanggil KPK, ada saja alasannya. Apakah itu teladan?
Begitu PN Jakarta Selatan memenangkan gugatannya, dan status tersangkanya hilang, Setnov sehari kemudian sehat. Ketika KPK lagi-lagi memanggil jadi saksi, untuk tersangka lain dalam kasus sama, korupsi e-KTP, lagi-lagi mangkir. Karena DPR lagi reses, Setnov lagi tugas negara, mengunjungi konstituen.
Jika lawyer-nya bakal melaporkan siapa saja yang bikin meme, bisa jadi polisi akan sibuk bekerja menangkapi netizen. UU ITE kini sungguh mujarab, tak sebagaimana kasus orang menyiram wajah Novel Baswedan dengan air-racun, dan polisi sampai kini tak tahu siapa pelakunya. Lain soal jika Novel menjadi ketua DPR RI.
Maka, jangankan mendemo koruptor. Meme di medsos pun bakal hilang. Semua orang takut dipenjara. Yang dulu mosting meme Setnov, buru-buru menghapusnya. Medsos akan lebih sibuk dengan lelucon kere, gossip dan curhat kalangan terbatas. Puisi-puisi melo menghiasi laman-laman sosial kita.
Dan medsos, yang dulu menjanjikan alternative untuk bisa bersuara sebebasnya, surut dengan sendirinya. Kalau pun ada, hanyalah hoax-hoax dengan memakai data dan karakter orang lain. Para pengecut yang lempar batu sembunyi tangan. Jika sudah demikian, medsos memang sudah nggak asyik lagi.
Bayangkan, seorang Setnov mengancam, memberi pembelajaran (hukum) pada kita, rakyat jelata. Emang, siapa dia? Apakah sebagai ketua DPR pernah memberi teladan, bagaimana menjadi pejabat negara yang baik dan benar, serta berguna?
Sebetulnya, apa yang dilakukan Setnov, dan tim hukumnya, akan menjadi boomerang. Bukan hanya pada Setnov, melainkan juga pada Golkar.
Kita saksikan 2019 kelak. Antara keuntungan, berupa kepuasan bisa memenjarakan orang, kerugian yang bakal dialami jauh lebih banyak. Tapi, jika saya katakan apa logikanya, ngapain ngajarin ikan berenang, seperti idiom kesukaan Ruhut Sitompul itu?
Saya ingat tulisan Jos Stein di majalah Time dulu. Dengan smartphone di tangan, semua anggota masyarakat adalah tokoh masyarakat. Sekarang saya bisa membantahnya; Hal itu hanya berlaku pada masyarakat lebih terdidik, tahu hukum, sadar etik bermasyarakat. Di kalangan yang tak bisa membedakan mana lebih bahaya antara UU Ormas atau UU-ITE, yang didapat hanyalah ironi.
Pantesan Rizieq Shihab dibiarkan menguap. Pantesan pencidera Novel Baswedan tak pernah terungkap. Pantesan, karena kita dipimpin lebih banyak orang yang nggak pantes memimpin.
Jangan salahkan kalau segala medsos hanya untuk bergosip dan reriungan belaka!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews