Tak Mempan Ditegur Lisan, Jokowi Akhirnya Terbitkan Inpres Antigaduh

Kamis, 9 November 2017 | 07:57 WIB
0
569
Tak Mempan Ditegur Lisan, Jokowi Akhirnya Terbitkan Inpres Antigaduh

Masih ingat dong ya beberapa kasus para menteri Jokowi yang suka beda pendapat? Kalau ada yang lupa sini dikasih tau dulu.

Tahun 2016 lalu sempat ramai tuh aksi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar, yang mengkritik perusahaan pelat merah maskapai Garuda Indonesia dan minta direkturnya diganti.

Terus juga ada aksi saling sindir antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli. Sindir-sindiran waktu itu berkaitan soal rencana pengembangan Blok Masela. Komentar Rizal Ramli juga banyak memancing komentaar dari beberapa menteri lainnya.

Bukan sekadar kebetulan kalau kedua menteri yang saling berseteru di media massa maupun media sosial itu akhirnya terpental dari Kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo.

Yang terbaru Isu yang terbaru tentu saja perseteruan antara Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian ihwal impor senjata.

Namun, kedua jenderal dari matra berbeda ini cukup "sakti mandraguna", buktinya keduanya masih aman berada dalam tubuh pemerintahan Jokowi.

Bukan tidak pernah ditegur Presiden, tapi tetap saja mereka beradu argumen di hadapan publik. Aduh, urusan bapak/ibu sekalian kelarin di ruang rapat saja. Kalo depan publik adem-adem sajalah. Meskipun keadaan sebenarnya berkebalikan. Ibarat orang tua kalau lagi berantem, mbok, ya jangan depan anak-anak. Ntar anak-anaknya khawatir dan kepikiran.

Tak cukup dengan teguran lisan, tanggal 1 November 2017, Presiden menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 7/2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Lembaga dan Lembaga Pemerintahan.

Jokowi tidak mau kabinetnya dinilai tidak kompak. Ya habisnya bapak dan ibu menteri-menteri tersebut gaduh kritik ini itu. Sindir menteri ini menteri itu. Kan rakyat jadi bingung.

Heran juga, setingkat menteri kok ya gak bisa ditegur secara lisan. Harusnya sih ditegur sekali sama Pak Presiden ga diulang lagi.

Instruksi presiden ini ditujukan kepada pejabat tinggi negara, seperti menteri di kabinet, Sekretaris Kabinet, kepala lembaga pemerintahan non-kementerian, Panglima TNI, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian RI.

Inti dari 13 poin dalam instruksi tersebut adalah bahwa setiap kebijakan kementerian maupun lembaga non-kementerian harus dibahas dulu dengan lembaga terkait. Pertemuan itu harus dibawahi oleh kementerian koordinator jika melibatkan satu sektor atau antar-kementerian koordinator jika lintas sektor. Hasil pertemuan akan dibahas dalam rapat kabinet.

Bagus, sih, jika seperti itu nantinya tidak ada perbedaan argumen lagi di ranah publik atau curhat-curhatan ga jelas di sosial media. Sudah seperti remaja labil saja yah curhat soal doi di twitter.

Tapi, apa Inpres Antigaduh ini nantinya malah mengekang menteri? Nanti negeri kita balik lagi ke jamanold, zaman Orde Baru yang siapapun gabisa berkomentar. Deuh, seram juga.

Namun, pikiran yang mengarah ke masa kelam itu langsung ditepis oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Politikus senior Golkar ini membantah jika nantinya Inpres Antigaduh ini akan seperti zaman Orde Baru, ketika hanya Menteri Penerangan saat itu, Harmoko (by the way di mana dia sekarang dan apakah Saudara-saudara masih ingat?) yang boleh bicara ke publik.

“Semua menteri boleh bicara, tapi pernyataannya tentang kebijakan yang sudah disepakati,” kata JK sebagaimana dikutip media online.

Masa pemerintahan Jokowi-JK kan tinggal dua tahun lagi, jadi pembuatan inpres ini sebagai bentuk penyempurnaan koordinasi antar peejabat kabinet saja. Biar sisa jabatan bisa lebih stabil agar program pemerintah bisa sukses dijalankan.

Kalau teguran tertulis ini juga tidak mempan, gimana lagi dong, Pak Pres?

Dipecat-pecatin lagi? Kabinet jadi kosong melompong dong!

***