Siapa pun gubernurnya, Tanah Abang tetap identik dengan Abraham Lunggana alias Haji Lulung. Gubernur DKI Jakarta, entah pro atau kontra dengan anggota legislatif ini, namun kawasan yang terkenal sebagai salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Asia Tenggara ini tak bisa lepas dari Haji Lulung.
Terkesan lucu atau terasa mengada-ada? Sah-sah saja. Yang jelas, bagi para pedagang di sana, Haji Lulung menjadi "nama keramat" bagi mereka, terlepas tak pernah ada anjuran untuk membakar kemenyan bagi para pedagang agar dapat dengan tenang menjalani aktivitas niaga di sana.
Ya, memang tak ada kemenyan, tapi ada kewajiban untuk merapalkan nama Lulung tiga kali sehari, maka Anda akan aman di sana. Benarkah? Tidak. Saya hanya sedang mengajak Anda bercanda sedikit.
Bagaimana dengan Anies Rasyid Baswedan yang kini menjadi gubernur DKI, apakah dapat meredupkan pengaruh Lulung di kawasan yang konon dikuasai anggota DPRD DKI ini? Juga, apakah Anies dapat secara serampangan menerapkan langkah dan kebijakannya di sana?
[caption id="attachment_3502" align="alignleft" width="560"] Salah satu sudut Pasar Tanah Abang (Foto: Kompas.com)[/caption]
Nah, itu pertanyaan tak mudah. Meski bisa saja disederhanakan, lah 'kan yang menjadi penguasa tetap saja gubernur yang notabene dipilih oleh sebagian besar warga DKI, 58 persen gitu loh!? Andai bisa semudah ini. Faktanya tidaklah sesederhana ini, apalagi sesederhana gaya rambut Anies dan Lulung sendiri. Tidaklah.
Dari potongan rambut saja kedua orang ini sudah berbeda. Apalagi yang ada di balik rambut, ya jelas jauh berbeda. Soal bahwa Lulung menjadi pendukung militan Anies saat bertarung merebut kursi DKI-1, itu lain cerita. Sebab bagaimanapun meski di atas kertas Lulung mendukung Anies, tapi yang dibela oleh Lulung tetap saja kepentingannya sendiri.
Di situlah kelebihan Lulung yang takkan mudah disalip Anies. Pengaruh, terutama atas masyarakat akar rumput yang identik dengan Tanah Abang, bukan hanya para pengusaha yang memiliki sekian toko di sana.
Masyarakat akar rumput itu melihat sosok Lulung adalah reinkarnasi Bang Pitung, yang siap mengasah golok demi mereka. Walaupun apakah betul Lulung sesuci itu, masih dibutuhkan banyak bukti lagi.
Kenapa perlu menyinggung ini? Sebab Tanah Abang menjadi salah satu ikon bagi Jakarta. Di sana ada kelebihan dan kekuatan dari peredaran rupiah sangat besar, di sana terbuka peluang yang juga sangat besar bagi warga yang memiliki impian besar, dan Anies tak mudah menerapkan kebijakannya di sana jika pamornya sendiri masih kalah besar dibandingkan Lulung.
Akhir-akhir ini, dalam rencana membenahi Tanah Abang, Anies terlihat lebih mengandalkan Sandiaga Uno yang memang wakilnya. Bahkan Lulung bercerita jika Sandi pun "meminta restu" darinya lebih dulu.
Itu sempat disinggung oleh Kompas.com, Minggu (5/11/2017). "Kemarin Sandi sudah telpon saya, 'Pak Haji siap, ya'. Saya bilang siap, Sandi sudah berkomunikasi dengan saya," ujar Lulung.
Di sini terlihat jika Lulung bukanlah orang biasa di sana, dan juga membuktikan jika Anies dan Sandi tak cukup percaya diri jika ingin membenahi kawasan itu tanpa restunya.
Warga Tanah Abang tak perlu membakar kemenyan, tapi Anies dan Sandi "membakar kemenyan" meskipun lewat telepon. Jika tidak, dapat saja "pasangan sejenis" tersebut takkan bisa leluasa menata tempat yang jamak diketahui sebagai salah satu ikon penting Jakarta tersebut. Lha, kok pasangan sejenis? Ya iyalah, toh gubernur dan wakil gubernur 'kan memang sama-sama pria!
Pasangan Anies-Sandiaga setidak-tidaknya harus selalu melibatkan Haji Lulung dalam membereskan urusan "dalam negeri" Tanah Abang, sebab "Bang Pitung" ini bagaimanapun masih sangat berpengaruh di sana. Jangan sampai "Bang Pitung" tiba-tiba ngasah golok.
Itu pasti kejutan yang tidak lucu, meski sebenarnya "Bang Pitung" sekadar mau motong ayam karena disuruh mertuanya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews