Mungkin karena ia terindikasi PKI, maka banyak yang tidak mau peduli tentang riwayat hidupnya. Padahal ia adalah tokoh pergerakan internasional, yang saya pikir setara dengan Che Guevara. Alimin, kelahiran Solo (tahun 1889), berasal dari keluarga sangat miskin. Suatu saat seorang Belanda yang bernama GAJ Hazeu melihatnya, dan saking kasihannya memberinya uang untuk makan.
Alih-alih dijajankannya, ia malah membagi-bagikan kepada teman-temannya. Sikap sosialnya ini, membuatnya ia mendapat simpati dan diangkat sebagai anak yang kemudian mengubah nasibnya, bahkan memberinya kesempatan bersekolah di Sekolah Eropa di Batavia.
Setelah lulus, karena idealisme dan dasar otaknya encer, ia tidak mau bekerja sebagai pegawai pamong praja. Dan justru terlibat dalam bidang pergerakan, yang notabene memusuhi bapak angkatnya sendiri. Kemudia ia berturut2 bergabung dengan Budi Utomo dan Sarikat Islam. Ia bersama Sukarno "nyantrik" di bawah ajaran pahlawan Islam yang Indonesianis sejati HOS Cokroaminoto.
Namun, berbeda dengan Sukarno yang sangat "domestik" dan gak pernah kemana-mana, ia yang sejak awal memilih bersikap keras terhadap kolonialisme bergabung dengan ISDV, yang kelak berubah menjadi Partai Komunis Indonesia.
Pada awal 1926, sebagai pimpinan PKI, Alimin pergi ke Singapura untuk berunding dengan Tan Malaka dalam rangka menyiapkan pemberontakan di negara pulau itu. Tapi sebelum Alimin pulang, pemberontakan sudah meletus 12 November 1926. Alimin dan Musso ditangkap oleh polisi Inggris.
Setelah ia keluar dari penjara, Alimin pergi ke Moskow dan bergabung dengan Komintern. Tidak lama di sana karena bertemu dengan Ho Chi Minh dan diajak ke Kanton (Guangzhou). Pada saat itu ia terlibat secara ilegal untuk mendidik kader-kader komunis di Vietnam, Laos, dan Kamboja untuk melawan penjajah dan merebut kemerdekaan dari jajahan Perancis.
Ketika Jepang melakukan agresi terhadap Cina, Alimin pergi ke daerah basis perlawanan di Yenan dan bergabung bersama tentara merah di sana. Ia adalah tokoh gerilyawan internasional, sebagaimana Che Guevara.
Sebagai "internasionalis", ia lebih banyak berjuang secara fisik justru di luar negeri sebagai bentuk solidaritas terhadap kolonialisme dan imperialime. Ia baru pulang ke Indonesia pada tahun 1946, yaitu setelah Republik Indonesia diproklamasikan. Dia kembali bergabung dengan PKI, sebagai tokoh senior.
Sempat menjadi anggota konstituante di era Orde Lama. Ketika DN Aidit mendirikan kembali PKI secara legal pada awal tahun 1950-an dan kemudian menjadi Ketua Komite Sentralnya, Alimin termasuk tokoh komunis yang tidak diindahkannya.
Hal inilah yang sebenarnya menyelamatkan nasibnya, sama dengan S. Soedjojono dan Afandi dalam dunia seni rupa. Setelah tidak lagi aktif di PKI, Alimin menikah dengan Hajjah Mariah dan dikarunia dua orang putra, yaitu Tjipto dan Lilo, dan ia berdiam di Jakarta hingga wafat tahun 1964. Pada saat wafatnya Alimin, Soekarno, Presiden RI pertama menganugerahkan gelar pahlawan nasional.
Tahukah di mana ia dimakamkan? Di TMP Kalibata, tak jauh dari pusara para pahlawan revolusi itu.
Si Che Guevara Indonesia ini, si internasionalis lintas bangsa ini, memang tak ada lagi yang mengenangnya, tapi juga tak ada yang berani mengusiknya. Gelar pahlawan nasionalnya juga makamnya!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews