Setelah menunggu selama lebih dari 13 tahun, jabat tangan paling fenomenal dan paling ditunggu-tunggu itu terlaksana juga pada detik-detik memperingati Hari Kemerdekaan Ke-72 Republik Indonesia di Istana Merdeka, Kamis 17 Agustus 2017 lalu. Itulah jabat tangan antara dua mantan Presiden RI, yakni Presiden Ke-5 Megawati Soekarnoputri dan Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang selama ini terlihat tidak akur di mata publik.
Angka 13 tahun itu terhitung sejak Megawati berkonflik dengan SBY di tahun 2004 menjelang pelaksanaan pemilihan presiden langsung untuk pertama kalinya. Namun demikian, SBY dan Megawati sebenarnya tercatat pernah dua kali saling berjabat tangan, meski bukan dalam acara atau upacara kenegaraan.
Pertama, usai acara memperingati Hari Kelahiran Pancasila di Gedung MPR, 1 Juni 2010 yang berarti selama 6 tahun terakhir keduanya tidak saling bersalaman. Kedua, pada 9 Juni 2013 saat SBY menjabat tangan Megawati setelah upacara pemakaman Taufik Kiemas, suami Megawati, di taman makam pahlawan, Kalibata. Namun dalam kedua momen itu tidak banyak mata kamera yang menyorot, tidak seperti peristiwa kemarin di mana mantan Presiden, BJ Habibie, juga terlihat hadir.
Momen berharga dalam atmosfer politik kekinian di Indonesia saat kedua mantan itu saling bersalaman sempat diabadikan oleh staf pribadi SBY, Anung Anindito. Dalam foto yang dalam sekejap tersebar di Google setelah dimuat Kompas.com itu SBY dan Megawati terlihat saling menatap satu sama lain saat bersalaman. Senyum tersungging dari wajah keduanya. Dalam momen itu, tampak putri Megawati, Puan Maharani serta istri SBY, Ani Yudhoyono, yang juga tersenyum lebar menyaksikan momen mahal tersebut.
Peringatan HUT ke-72 RI di Istana kemarin itu merupakan yang pertama bagi SBY setelah tidak lagi menjabat sebagai Presiden sejak 2014 lalu. Pada HUT RI tahun 2015 dan 2016, misalnya, SBY lebih memilih merayakan kemerdekaan di kampung halamannya di Pacitan, Jawa Timur.
Sementara itu Megawati "lebih parah" lagi. Ia tidak pernah hadir di Istana selama sepuluh tahun SBY menjabat. Namun, begitu SBY lengser dan digantikan Presiden Joko Widodo, Megawati tak pernah absen merayakan hari kemerdekaan di Istana.
Presiden Ke-3 RI Baharudin Jusuf Habibie atau akrab disapa BJ Habibie yang mengenakan pakaian adat Gorontalo memberi tanggapan terkait pertemuan fenomenal mantan Presiden dan Wakil presiden, termasuk momen salaman SBY dengan Megawati. Habibie menilai pertemuan kedua tokoh itu sebagai positif pada saat Indonesia memperingati hari jadinya yang ke-72. "Kan bagus toh persatuannya," kata Habibie.
Habibie mengungkapkan pula, dalam pertemuan tersebut para tokoh dan mantan pemimpin Republik ini saling bersalam-salaman dan berbincang santai, tidak terkecuali SBY dan Megawati. "Iya (Mega dan SBY salaman)," katanya.
Tentu saja ucapan terima kasih selayaknya disampaikan kepada Presiden Joko Widodo yang atas inisiatifnya telah mempertemukan para mantan Presiden RI di Istana Merdeka, sebab momen berharga usai upacara bendera peringatan hari ulang tahun kemerdekaan RI tidak akan pernah terjadi jika bukan atas inisiatifnya.
Media mencatat, begitu upacara selesai dilakukan, Jokowi langsung masuk ke dalam Istana Merdeka diikuti para tamu sangat penting. Karena berlangsung di dalam istana merdeka, para tamu undangan yang hadir tidak bisa melihat langsung momen keakraban Presiden dan para mantan Presiden tersebut. Selain kepada Jokowi, berterima kasihlah pada kamera yang menyiarkan langsung momen itu ke tenda-tenda tempat duduk para tamu undangan.
Megawati mengambil posisi paling tengah diapit Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Habibie berada pada posisi paling kanan di sebelah Iriana. SBY dan Bu Ani mengambil posisi paling kiri di sebelah JK dan Mufidah Kalla. Setelah sesi pertama, tamu yang ikut foto bertambah, mulai dari mantan Wakil Presiden Boediono dan istri Presiden keempat Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah.
Anehnya momen langka dan luar biasa ini ditanggapi Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI Edhie Baskoro Yudhono atau biasa disapa Ibas sebagai hal biasa. Bahkan putra bungsu SBY ini meminta hal tersebut tidak perlu dibesar-besarkan.
Padahal, ini adalah pertama kalinya SBY menghadiri upacara kemerdekaan di Istana setelah lengser sebagai Presiden keenam RI. Pada HUT RI tahun 2015 dan 2016, SBY memilih memperingati hari kemerdekaan RI di Pacitan, sementara Megawati tidak pernah hadir di Istana selama sepuluh tahun SBY menjabat. Namun begitu SBY lengser dan digantikan Jokowi, Megawati selalu memeringati hari kemerdekaan RI di Istana.
Publik bertanya-tanya mengapa kedua mantan Presiden itu terkesan main "kucing-kucingan" dan bahkan lebih parah lagi menganggap masih adanya dendam membara di antara mereka?
Jika merunut ke belakang, "perseteruan" antara SBY dengan Megawati bermula saat Megawati yang pada tahun 2004 masih menjabat sebagai Presiden RI merasa dibohongi oleh SBY. Pada suatu momen, Megawati bertanya apakah ada di antara anggota kabinet di bawah kepemimpinannya yang akan mencalonkan diri sebagai Presiden pada Pilpres 2004. Di antara menterinya tidak ada yang menjawab, termasuk SBY dan Jusuf Kalla yang saat itu masing-masing menjabat Menko Polkam dan Menko Kesra.
Kenyataan bicara lain. Ternyata "Duo Menko" ini tiba-tiba menyatakan keluar dari kabinet karena berniat akan bertarung pada Pilpres 2004 sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, yang berarti bakal menantang "boss" mereka yang tidak lain Megawati. "Duo Menko" ini kemudian berjodoh, benar-benar mengajak Megawati bertarung pada Pilpres.
Sejarah kemudian mencatat, pasangan SBY dan Jusuf Kalla akhirnya menjadi pasangan Presiden dan Wapres pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat, tidak lagi dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews