Jokowi dan Kontroversi Konversi Dana Haji, Sebuah Pancingan?

Minggu, 30 Juli 2017 | 12:34 WIB
0
667
Jokowi dan Kontroversi Konversi Dana Haji, Sebuah Pancingan?

Baru sebatas keinginan dan harapan, pernyataan Presiden Joko Widodo yang ingin agar Rp 90 triliun dana haji yang selama ini tersimpan di pemerintah bisa diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur telah menuai komentar baik pro maupun kontra. Siapa yang pro siapa yang kontra sudah bisa ditebak, sebab apa yang dilakukan Jokowi akan selalu ditarik-tarik ke ranah politik jelang pelaksanaan Pilpres 2019.

Keinginan dan harapan Jokowi yang dipastikan menuai pro-kontra sepanjang beberapa pekan ke depan disampaikan usai melantik Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara, Jakarta, Rabu 26 Juli 2017 lalu. Saat itu Jokowi menekankan bahwa pengelolaan keuangan haji merupakan hal yang paling penting.

"Jadi, bagaimana uang yang ada, dana yang ada ini, bisa dikelola, diinvestasikan ke tempat-tempat yang memberikan keuntungan yang baik. Daripada uang ini diam, ya lebih baik diinvestasikan tetapi pada tempat-tempat yang tidak memiliki risiko tinggi, aman, tapi memberikan keuntungan yang gede," kata Jokowi seraya memberi contoh Malaysia.

Menurut Jokowi pemerintah bisa mencari proyek infrastruktur yang sudah pasti akan menghasilkan keuntungan besar dengan mendahulukan investasi melalui dana haji bisa dibanding investasi lewat jalur lainnya.

Jokowi mencontohkan jika ada jalan tol yang sudah brownfield (sudah melewati proses perizinan) hendak dilepas, kesempatan pertama diberikan pada dana haji . "Jalan tol, pelabuhan, ya enggak mungkin toh sampai rugi kalau naruhnya di situ? Bukan di tempat-tempat yang memiliki risiko tinggi," tekan Jokowi.

Adapun Dewan Pengawas dan anggota BPKH yang dilantik Jokowi adalah sebagai berikut:

1. Yuslam Fauzi Ketua merangkap anggota dewan pengawas

2. Khasan Faozi sebagai dewan pengawas

3. Moh. Hatta sebagai anggota dewan pengawas

4. Marsudi Syuhud anggota dewan pengawas

5. Suhaji Lestiadi Anggota Dewan Pengawas

6. Muhammad Akhyar Adnan Anggota Dewan Pengawas

7. Hamid Paddu Anggota Dewan Pengawas

8. Ajar Susanto Broto Anggota Badan Pelaksana

9. Rahmat Hidayat Anggota Badan Pelaksana

10. Anggito Abimanyu Anggota Badan Pelaksana

11. Beny Witjaksono Anggota Badan Pelaksana

12. Acep Riana Jayaprawira Anggota Badan Pelaksana.

13. Iskandar Zulkarnain Anggota Badan Pelaksana

14. Hurriyah El Islamy Anggota Badan Pelaksana

Tidak lupa Jokowi selaku Kepala Negara berpesan kepada anggota BPKH agar mampu melihat peluang yang ada dalam menginvestasikan dana haji seraya mencontoh negara-negara lain yang sudah terlebih dulu sukses dalam mengelola dana haji. Alasannya, jumlah jemaah haji Indonesia paling besar sehingga jika pengelolaan dilakukan dengan baik hal itu akan memberikan keuntungan terutama masyarakat yang ingin berhaji.

Salah satu anggota, BPKH Anggito Abimanyu, langsung menyatakan kesiapannya menjalankan instruksi Presiden Jokowi tersebut. Menurut dia, ada Rp80 triliun dana haji yang siap diinvestasikan.

Audit per 2016, dana haji baik setoran awal, nilai manfaat, maupun dana abadi umat mencapai Rp95,2 triliun. Akhir tahun 2017 ini, diperkirakan total dana haji sekitar Rp100 triliun. "Dana yang bisa diinvestasikan kurang lebih delapan puluh triliun rupiah, delapan puluh persen dari total dana haji," ungkap Anggito.

Menuai reaksi keras

Tak pelak lagi, keinginan dan harapan Jokowi langsung menuai reaksi. Dari siapa lagi kalau bukan dari "oposan" dan pengeritiknya selama ini. Tersebutlah Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abdul Malik Haramain yang menilai Jokowi telah melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Instruksi Jokwi menurutnya kontradiksi dengan Undang-undang tersebut.

Pasal 3 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 mengatur bahwa dana haji bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efisiensi pengunaan biaya pengelolaan ibadah haji, dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.

Yang dimaksud untuk kemasalahatan umat Islam adalah kegiatan pelayanan ibadah haji, pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi umat, serta pembangunan sarana dan prasarana ibadah. Tidak disebutkan peruntukan lainnya, apalagi untuk membangun infrastruktur.

"Di situ 'kan sudah disebutkan tujuan penggunaan dana haji. Di luar itu, enggak bolehlah. (Infrastruktur) enggak boleh, enggak bisalah. Ini penggunaanya untuk kemaslahatan umat," tutur Abdul Malik sebagaimana dikutip Kompas.com.

Uniknya, Abdul Malik adalah politisi Partai Kebangkitan Bangsa yang selama ini menjadi anggota "parpol pemerintah". Menurut dia, penggunaan dana haji harus bebas risiko dengan alasan dana haji yang tersimpan di pemerintah bukanlah uang negara, melainkan uang umat.

Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum Partai Bulan Bintang, juga mengkritik langkah Jokowi ini. Senada dengan Abdul Malik, dana haji yang kini disimpan oleh pemerintah seluruhnya menurut Yusril adalah dana umat Islam, baik berasal dari kelebihan penyelenggaraan haji,  atau dana simpanan dan cicilan ongkos naik haji (ONH) yang dibayarkan oleh calon haji.

"Dana yang kini jumlahnya melebihi delapan puluh triliun rupiah itu seyogianya, di samping untuk membiayai perjalanan haji, tetapi dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan umat Islam seperti membangun rumah sakit dan sarana kesehatan," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya yang disebar kepada media, Jumat 28 Juli 2017.

Tidak lupa Yusril menduga, penggunaan dana haji ini karena pemerintah tengah kesulitan menghimpun dana untuk pembangunan infrastruktur yang disebutnya "jor-joran", di saat utang kian menggunung dan defisit APBN sudah mendekati ambang batas 3 persen yang ditetapkan Undang-undang. "Pemerintah makin sulit mencari pinjaman baru, sehingga dana haji umat Islam mau digunakan," katanya.

Memancing lawan masuk

Selain kepala negara dan kepala pemerintahan, Jokowi dikenal sebagai politisi yang lihai. Tidak mungkin seorang walikota bisa menapak jalan menuju Istana sambil sekelebat berkantor di Balaikota Jakarta kalau tidak punya insting dan kemampuan politik yang tinggi.

Masih ingatkah tatkala SBY berbicara keras soal ketidakmampuan Jokowi mengurus negara saat mengadakan "Tour de Java"? Jokowi cukup membalasnya dengan mengunjungi proyek Hambalang yang mangkrak di zaman SBY. Kritik keras pun menjadi loyo. Demikian juga saat SBY berbicara keras lainnya, Jokowi lagi-lagi mengunjungi infrastruktur di luar Pulau Jawa yang mangkrak semasa SBY berkuasa.

Atas kasus dana haji yang ingin diputar sebagai biaya infrastruktur, bisa saja Jokowi menanti pernyataan keras SBY berikutnya agar Jokowi bisa "memukul balik", sekaligus menjawab pertemuan antara SBY dan Prabowo sehari setelah Jokowi mengutarakan niatnya memutar dana haji untuk pembangunan infrastruktur itu.

Demikian pula terhadap orang-orang yang mempertanyakan instruksi Jokowi ini, seperti Abdul Malik dan Yusril Ihza Mahendra, bisa saja Jokowi mengungkapkan apa dan bagaimana penggunaan dana haji selama pemerintahan masa lalu.

Sudah menjadi rahasia publik, menteri agama Suryadharma Ali menjadi pesakitan dan harus menghuni lapas Sukamiskin karena terbukti korupsi penyalahgunaan dana penyelenggaraan ibadah haji. Pada zaman rezim mana Suryadharma melakukan korupsi, dengan mudah publik bisa menjawabnya.

Bagi Jokowi, persoalan mengutarakan niat, harapan sekaligus instruksi penggunaan dana haji untuk membiayai infrastruktur selain memang masuk perhitungannya, sekaligus juga memancing lawan politik masuk untuk sekalian membongkar penyalahgunaan dana haji yang boleh jadi dilakukan rezim-rezim sebelum dirinya berkuasa.

Alhasil, instruksi Jokowi mengenai penggunaan dana haji itu bagaikan pedang bermata dua, atau semacam jurus maut yang belum terlihat oleh lawan-lawan politiknya.

 ***