Romantisnya Antasari Azhar, Nembak Dua Cowok Sekaligus di Hari Valentine

Rabu, 15 Februari 2017 | 08:57 WIB
0
462
Romantisnya Antasari Azhar, Nembak Dua Cowok Sekaligus di Hari Valentine

Romantisnya Antasari Azhar, Nembak Dua Cowok Sekaligus di Hari Valentine.

Kira-kira begitulah bunyi meme yang menyebar viral di media sosial. Antasari Azhar (AA) adalah mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merasa dirinya terzolimi sehingga harus meringkuk di tahanan selama delapan tahun. Sedangkan "dua cowok" yang "ditembaknya" itu adalah Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boss MNC Group Harry Tanoesoedibjo (HT).

Meski peristiwa diampuninya Antasari atas kesalahan masa lalunya oleh Presiden RI Jokowo Widodo sudah diperkirakan SBY sebelumnya, toh berkicaunya AA di Bareskrim di Hari Valentine, 14 Februari 2017 kemarin sungguh mengguncang perpolitikan Tamah Air, wa bil khusus adanya nama baru yang ditembak AA, yaitu HT. Di hari Valentine yang romantis itu, AA mengungkap nama HT yang disebutnya pernah datang pada suatu malam yang dingin di tahun 2009.

Kedatangannya tentu mengejutkan, apalagi HT sebagaimana diungkapkan AA usai pelaporan itu, memintanya agar membebaskan Aulia Pohan dari segala tuduhan. Pohan adalah besan SBY dan saat itu SBY tentu saja sedang menjadi Presiden RI. Intinya, kalau AA tidak membebaskan Pohan, bakal membahayakan dirinya. HT sendiri sempat curhat bahwa kalau misinya tidak tuntas, ia bisa terlempar dari Cikeas.

Sebuah pembuktian yang datang belakangan karena HT benar-benar terlempar atas misinya yang gagal membujuk AA itu, sementara AA memang berada dalam bahaya, dijebloskan ke penjara dengan tuduhan membunuh seorang pengusaha. Akan tetapi sebagaimana dalam cerita sinetron berbau politik, hari cepat berganti dan Presiden pun berganti.

Ndilalah... Presiden pengganti SBY, yaitu Joko Widodo (Jokowi), memberi grasi kepada AA atas pertimbangan Mahkamah Agung yang berarti AA menjadi manusia bebas sempurna. Pada konferensi pers di kediamannya yang baru di Kuningan, Jakarta, inilah SBY secara terang-terangan menduga adanya motif politik di balik pemberian grasi AA oleh Jokowi. Tak lupa SBY mengaitkan indikasi pekatnya muatan politik itu dilakukan sehari menjelang Pilkada DKI Jakarta, 15 Februari 2017. SBY memperkirakan, kicauan AA itu bisa menggerus perolehan suara anaknya, Agus Harimurti yang berpasangan dengan Sylviana Murni, selaku calon Gubernur DKI Jakarta.

Seperti dalam dunia perburungan yang berbau hukum karma, kesannya "kicauan" dibalas dengan "kicauan". PepNews mengamati, meskipun jelas-jelas menyandang "mantan" Presiden, selama ini SBY berkicau di Twitter yang dibalas AA dengan kicauan serupa di Bareskrim.

SBY kerap berkicau di media sosial itu mengenai kondisi negeri di bawah Jokowi yang selalu digambarkannya sebagai buram, tidak berprospek, dan penuh kezoliman, minimal zolim terhadap dirinya dan keluarganya. Setiap kicauan selalu menuai badai berupa kicauan kecaman yang malam meriksak dan merundungnya. Kadang kicauan ditujukan kepada Presiden Jokowi yang anehnya tidak pernah terpancing genit menanggapinya. Kondisinya menjadi seperti yang digambarkan Ahmad Dhani, "cintaku bertepuk sebelah tangan".

Namun di negeri Pancasila ini, kebebasan berpendapat di muka umum dengan menggunakan saluran apapun dilindungki konstitusi. Jadi, tidak ada yang salah sedikitpun dari kebiasaan SBY selaku mantan Presiden yang berkicau sesuka hatinya, sebab burung berkicau tidak selalu mengungkapkan rasa lapar, lebih mengungkapkan rasa cinta dan kegembiraan. SBY juga seorang Homo ludens, manusia bermain (Huizinga), yang dalam dirinya terdapat unsur-unsur bermain sebagai upaya meraih kesenangan, sebuah sifat yang umum terdapat dalam diri manusia.

Tentu saja sebagai manusia AA juga Homo ludens, tetapi harus ditelisik lebih lanjut apakah pelaporannya ke Bareskrim itu sebagai upaya menyalurkan hasrat bermainnya atau ada motif lain, katakanlah itu motif politik dan dendam. Tetapi jangan lupa, politik adalah salah satu permainan dalam konteks Homo ludens Huizinga, sebab di sana ada unsur memenangkan dan mengalahkan.

Bedanya dalam permainan murni, dalam olahraga misalnya, menang-kalah itu didahului kesenangan, bukan dendam. Membalas dendam dalam permainan adalah motivasi untuk mengalahkan lawan yang pernah mengalahkannya dan itu baik-baik saja. Balas dendam dalam politik, meskipun ada unsur permainan di dalamnya, sering berujung mengerikan, sebab bisa saja ia berbuah kematian.

Dalam permainan catur, misalnya, yang dibunuh adalah simbol-simbol seperti Raja lawan. Dalam politik tidak sekedar membunuh simbol permainan, tetapi bisa membunuh pemainnya itu sendiri. Membunuh di sini bisa juga bermakna menjebloskannya dalam penjara untuk waktu yang lama.

Semoga itu tidak terjadi.