Kalangan aktivis pro perubahan serta jaringan kelompok kritis yang selama ini menaruh simpati pada Presiden Joko Widodo, tampak mulai berbalik arah.
Jutaan netizen yang tergerak dalam solidaritas aksi Bela Islam, mulai saling memperkuat konsolidasi. Tergerak dalam kesadaran bersama dan giat menyuarakan perlawanan kepada ketidakadilan.
Terkait kasus penistaan agama, korupsi Sumber Waras, skandal BLBI, kasus bibit sayur mengandung bakteri berbahaya dari Tiongkok, ancaman penetrasi jutaan tenaga kerja asal Tiongkok, penguasaan tanah dan penggusuran rumah-rumah kaum miskin pribumi dan sebagainya.
Potret buram itu menunjukan bahwa bangsa Indonesia tengah dikuasai oleh konglomerat atau sering disebut sebagai “cukong aseng”. Mereka gencar melakukan upaya pemiskinan terhadap kehidupan rakyat. Dengan modus memanfaatkan segala kelemahan atas tatanan bernegara dan sistem pemerintahan yang makin amburadul.
Serangkaian isu dan opini tentang HAM, pluralisme, toleransi, SARA serta jargon anti rasis, gencar dikampanyekan dan dimanipulasi sebagai pintu masuk untuk mengelabui rakyat. Targetnya, memuluskan agenda terselubung: Penguasaan atas sentra-sentra strategis sosial-ekonomi.
Celakanya, negara sebagai garda penjaga kepetingan nasional, makin kehilangan wibawa, kedaulatan serta tidak berdaya menghadapi hegemoni “cukong aseng”.
Fakta menunjukan, jika muncul perlawanan atas ketidakadilan maka dengan cepat alat-alat negara dan jaringan pers milik “cukong aseng” digerakkan untuk menghadang. Pokoknya segala bentuk protes yang dianggap mengusik kepentingan mereka harus diberangus.
Hasilnya rakyat dibuat bungkam, terpinggirkan dan hanya bisa mengelus dada menyaksikan kekayaan ekonomi dan potensi alam negeri ini dirampok bahkan aqidah ummat pun mulai diusik. Apakah ketidakadilan itu dibiarkan?
Perjuangan Kaum Pribumi
Lebih mengerikan, pasca aksi superdamai yang diikuti oleh jutaan ummat Islam, bergulir isu revolusi. Spontan mendapat reaksi dan dukungan yang luas. Wacana revolusi hadir dalam bentuk aksi boikot dan ancaman people power susulan.
Menariknya, jargon gerakan revolusi ditegaskan sebagai bentuk kebangkitan kaum pribumi untuk menyelamatkan Indonesia dari cengkraman segelintir "konglomerat aseng".
Hal itu dapat diamati dari ribuan postingan di media sosial. “Pejuang pribumi ditangkap, cukong BLBI curi uang rakyat ratusan triliun dibiarkan bebas,” demikian pendapat netizen pro aksi Bela Islam.
Dalam dua pekan ini, isu gerakan revolusi terus disuarakan. Salah satu tokoh pencetus aksi superdamai bertajuk Bela Islam, Habib Rizieq Shihab mengirim ancaman serius:
"Bila kasus penistaan agama tidak menyeret tersangka Ahok ke penjara. Maka FPI akan mengajak seluruh elemen rakyat turun ke jalan melakukan revolusi dengan mengepung Gedung DPR," tegas Habib Rizieq.
***
Faizal Assegaf
Ketua Progres 98
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews