Punai Yang Terbang Tinggi Tetap Pulang Ke Sarang Juga (Anita 12)

Sabtu, 19 November 2016 | 06:35 WIB
0
598

Cerber: Pepih Nugraha

Sukaesih bercerita dengan sungguh-sungguh tentang perjalanan hidup Anita selama di Jakarta, sebuah upaya rekonstruksi yang ia dengar langsung dari Pendi, suaminya, baik melalui suara di henpon atau sekadar membaca pesan. Raka menyimak khidmat tanpa banyak menyela. Seperlunya saja, itupun jika Sukaesih bertanya dan jawabannya pun pendek-pendek.

Begini penuturan Sukaesih kepada Raka....

Usai memperoleh pinjaman uang darimu, Anita menumpang bus malam untuk sampai di Jakarta. Rupanya ada seorang kenalannya yang bersedia menampung sementara selama ia belum mendapat pekerjaan di sana. Kepada kenalannya itu ia tidak menceritakan niat yang sesungguhnya untuk membalas dendam kepada para lelaki yang telah mengadalinya, melainkan akan mencari pekerjaan.

Karena termakan omongannya sendiri, kenalannya yang janda beranak satu itu benar-benar mencarikannya pekerjaan buat Anita. Pemandu suara di sebuah karaoke menjadi pilihannya. Tidak lain karena kenalannya itu juga bekerja di karaoke yang sama.

Kamu tahu sendirilah, Anitamu itu selain cantik juga juara menyanyi di sekolah, bukan? Nah, banyak pria jatuh hati padanya. Anehnya bukan karena suaranya, tetapi karena kecantikannya, tentu saja. Dia memang punya tubuh sempurna, yang membuatmu susah melupakannya, bukan? Salah satu lelaki yang kepincut itu Mahmud.

Kamu tahu siapa orang ini? Mahmud, maksudku? Dia tidak lain seorang kontraktor kaya, suami seorang pejabat di kementrian urusan perempuan. Dialah pria yang paling royal di antara belasan pria dalam memberi hadiah kepada Anita saat Mahmud nyanyi-nyanyi di karaoke itu.

Selanjutnya kamu tentu bisa menebak, kedekatan Anita dengan Mahmud membuat kenalannya itu jatuh cemburu dan meninggalkannya dengan hati luka. Bagaimanapun, kenalannya itu berharap Mahmud bisa berpaling kepadanya, bahkan bisa menikahinya. Tetapi kamu tahulah, buah yang ranum jauh lebih menarik mata pria manapun, bukan?

Sepeninggal kenalannya itu, Anita tidak harus kesepian. Mahmud yang royal menyewa satu unit apartemen mewah lengkap dengan isinya. Aku sendiri tidak tahu apa itu apartemen. Dunia ada digenggamannya. Kurasa, Anita juga mungkin sudah lupa kepada niat semula; melampiaskan dendamnya.

Singkat cerita, Anita dinikah siri oleh Mahmud. Sampai.... terjadilah peristiwa yang menggemparkan itu....

Sukaesih berhenti sejenak.

“Kau belum boleh berhenti, Esih!” pinta Raka.

“Kukira kamu sudah bisa menerka-nerka kelanjutan cerita Anitamu itu, Raka.”

“Aku bukan dukun yang bisa mengira-ngira.”

Sukaesih melanjutkan dengan membuka percakapan....

“Istri Mahmud, Si Nyonya Pejabat itu, suatu saat melabrak apartemen Anita. Mahmud sedang ada di situ.”

“Hanya soal melabrak... Apanya yang membuatnya menggemparkan?”

“Kamu catat ini; Mahmud membunuh istrinya sendiri yang sedang kalap di apartemen Anita!”

 

Raka terdiam. Berupaya keras mengunyah kata-kata temannya itu. Anak Esih digendongan menggeliat dan memicingkan mata kecilnya, seakan-akan ingin juga mendengarkan emaknya berkisah.

 

“Apa yang terjadi dengan Anita setelah itu, Esih?”

“Dia dibui dengan tuduhan bersekongkol membunuh orang, membunuh Nyonya Pejabat! Kamu tahu, betapa gegernya kejadian itu di koran-koran dan televisi. Kamu boleh saja bilang Anita tidak mungkin bisa melakukan pembunuhan, tetapi hukum bicara lain!”

Raka menarik nafas panjang. Ia mengira riwayat Anita sudah tamat di jeruji besi dan tidak akan pernah melihatnya lagi untuk selamanya. Tetapi kelanjutan cerita Sukaesih sungguh mengejutkannya...

“Memang Anita sempat dipenjara. Tetapi akhirnya dilepas kembali karena tidak terbukti bersekongkol menghabisi nyawa orang. Suamiku bilang, Anita cuma dijadikan saksi dan setelah itu dilepas kembali. Pertimbangan lainnya, soal kemanusiaan. Tak perlulah kuceritakan makna kemanusiaan itu kepadamu sekarang, bukan waktunya,” katanya.

Diam-diam, Raka kagum kepada perempuan sekampung yang mahir menyusun kalimat sehingga penuturannya mampu membangkitkan emosi jiwanya.

Raka membayangkan Anita yang labil, Anita yang mudah tertekan dan selalu kesulitan melepaskan tekanan, Anita yang sesungguhnya baru saja sembuh dari keolengan jiwanya. Kalau Anita mampu berpikir jernih dan sampai memberi pesan itu kepada Sukaesih, tentulah ada kekuatan dahsyat yang membuatnya menjadi tidak waras lagi.

Kemanusiaan dan kekuatan dahsyat. Dua misteri yang menantang untuk disibak, tetapi tidak untuk saat ini.

“Jadi.... di mana Anita sekarang, Esih?”

“Kurasa ia sedang dalam perjalanan pulang naik kereta api ekonomi.”

"Kapan sekiranya Anita tiba, Esih?"

"Malam ini, kukira!"

Hening. Setelah sekian lama terjebak dalam diam.

“Baiklah, Esih..." Raka akhirnya memecah keheningan, "Akan kujemput segera Anita malam ini!”

“Kapan kamu akan berangkat ke stasiun?”

“Sekarang juga.”

(Bersambung)

***

Anita Sebelumnya:

[irp posts="1857" name="Merugilah Orang Yang Berlari Kencang Memburu Waktu (Anita 11)"]