Catatan Budaya, Pola Plesetan dari Si Jantuk Sampai Uus

Jumat, 18 November 2016 | 18:55 WIB
0
869
Catatan Budaya, Pola Plesetan dari Si Jantuk Sampai Uus

Dibandingkan dengan komika lain, komika Uus kebanjiran job. Apa yang membedakan kelucuan Uus dengan yang lain? Dalam komunitas stand-up comedy, pelesetan sudah dianggap usang, walaupun sekali-sekali dipakai juga. Justru ciri khas Uus adalah pelesetan, cuma pelesetan Uus berbeda dengan pelesetan ala Yogya misalnya

Ciri kelucuan pelesetan ala Yogya adalah mudah ditebak, sehingga siapa saja bisa berpartisipasi menyambung pelesetan. Misalnya, jujur menjadi cucur, cucur menjadi bubur, bubur menjadi cukur, cukur menjadi syukur dan seterusnya.

Kelucuan pelesetan Uus karena sulit ditebak, gerr-nya malah setelah Uus menjelaskan pelesetannya. Misalnya, Uus ingin membuat buku “Orang Kaya.” Apa yang dimaksud Uus?

Kalau biasanya belakang buku bacaan adalah biodata penulis, halaman depannya kata pengantar, ternyata Uus ingin membuat buku yang di halaman belakangnya ada kolam renang, dan halaman depannya ada tempat parkir mobil. Uus melarang anak kecil nonton kebakaran. Kenapa? Karena anak kecil dilarang menonton adegan panas.

Pola pelesetan semacam ini dulu sering dipakai oleh seniman topeng betawi. Entahlah, apakah Uus belajar dari bertutur orang Betawi pinggiran, atau cuma kebetulan. Contoh yang paling populer adalah rekaman Topeng Si Jantuk oleh group topeng Setia Warga pimpinan H. Bokir.

Boleh dibilang kaset rekaman ini telah menjadi semacam legenda. Sangat digemari oleh berbagai kalangan, bukan hanya orang Betawi. Para penggemarnya mengabadikan lewat mp3 dan YouTube, dan sampai sakarang masih terus bertambah viewer-nya, entah sudah berapa banyak yang mengunduhnya.

Dialog antara Bapak Jantuk dengan Mertua Jantuk. Bapak Jantuk minta makan lalab “bocah bekelai “ ( anak berkelahi. ) Tentu saja sulit menerka kemauan si Jantuk

BAPAK JANTUK : La pak, makan juga ngga ada apa-apanya

MERTUA JANTUK : engga ada lauknya

BAPAK JANTUK : Ada lalab bocah bekelai

MERTUA JANTUK : lah,pengen kesikut?

BAPAK JANTUK : lah bukan bocah bekelai yang mana kalah kan atinya mepet..

MERTUA JANTUK : mepet?

BAPAK JANTUK : pete’! (hahaha)

Rupanya Bapak Jantuk mau lalab pete.

Juga ketika Bapak Jantuk bilang ada “Sayur Kapal"

BAPAK JANTUK : Ada itunya lagi pak mak jantuk, nyayur kapal.

MERTUA JANTUK : Kok kapal disayur?

BAPAK JANTUK : Kapal kan nyampe di bulakannya kan neba.. ( bulakan nya kan neba = mendarat di lapangan )

MERTUA JANTUK : Neba..

BAPAK JANTUK : Ba…yem (hahahaha) bisa aja yak pak

Rupanya yang dimaksud Bapak Jantuk adalah sayur bayem.

Pola pelesetan bersambung versi topeng Si Jantuk juga berbeda dengan pelesetan ala Yogya. Bukan sekedar pelesetan, tapi dialog yang dipelesetkan

MERTUA SI JANTUK : Elu denger gua jaring (pelesetan dari “ Elu dengar gue ajarin")

BAPAK JANTUK : Belah mana saya tebar

MERTUA JANTUK : Kok ditebar?

BAPAK JANTUK : Lah saya mao dijaring?

MERTUA JANTUK : Lu denger gua ajarin…

BAPAK JANTUK : Omong bapak aga sabar-sabar…

Lakon topeng Si Jantuk merupakan lakon tersendiri di luar lakon utama dari pertunjukan topeng betawi yang biasa dipentaskan di acara resepsi pernikahan. Biasanya dimainkan di ujung pertunjukan setelah lakon utama. Pakem cerita, pemeran dan atribut lainnya tidak berubah. Hanya terdiri dari Si Jantuk yang diperankan oleh boneka, Bapak Jantuk, Mak Jantuk, dan Mertua Jantuk

Ceritanya juga sama. Pertengkaran suami istri gara-gara kehilangan pepes ikan peda kesukaan suaminya. Sang istri kabur ke rumah orang tuanya, dan berhasil di damaikan oleh orang tua yang bijaksana. Tentu saja yang membedakan adalah kreatifitas para pemainnya. Dan almarhum H. Bokir telah menunjukkan kelasnya.

05102016

***