Monique Rijkers nama lengkapnya. Latar belakangnya sebagai jurnalis telah mengasah instingnya pada berbagai permasalahan, terutama kemanusiaan. Ya, humanisme. Itulah yang saat ini menjadi perhatian besar perempuan yang pernah mengabdi di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia tersebut. Mengampanyekan keadilan, kesetaraan, dan toleransi, menjadi bagian aktivitasnya saat ini.
Sebagai jurnalis perempuan, ia yang kerap menjadi perbincangan kalangan pers. Salah satunya, saat dia memergoki tokoh salah satu partai berlatar belakang agama dan terjerat kasus L/C fiktif Bank Century, M. Misbakhun, yang seharusnya masih menjalani hukuman penjara selama dua tahun, namun melenggang di luar jeruji besi.
Itu hanya sebagian kecil catatan perempuan yang terkenal berpikiran terbuka dan terlihat "jatuh cinta" pada berbagai hal yang berbau kemanusiaan. Ya, selayaknya jatuh cinta sebenarnya, tak ada ketakutan yang betul-betul mampu menguasainya lantaran kecintaannya itu jauh lebih besar dari ketakutan itu sendiri.
Maka itu, saat dia berbicara permasalah kemanusiaan, dia berani menabrak berbagai dinding yang kerap dibangun oleh berbagai kalangan; karena merasa mayoritas, memiliki power lebih besar, hingga massa. Monique sama sekali tak gentar dengan berbagai hal tersebut. Tak heran jika karena dedikasinya pada isu-isu kemanusiaan dan pluralisme, Monique pernah diganjar penghargaan Diversity Award, pada 2014 lalu.
[irp posts="1795" name="Mengakrabi Toleransi lewat Film-film Yang Menginspirasi"]
Seperti halnya tantangan tak menyurutkan langkahnya, penghargaan pun tak membuatnya berhenti. Termasuk belakangan ini, dia pun lagi-lagi bekerja untuk mengenalkan lebih jauh seputar toleransi kepada publik di Indonesia. Salah satu langkah diambilnya, menggagas pemutaran film yang bertema kemanusiaan dan berlatar belakang dunia Yahudi dan masyarakat muslim.
Tolerance Film Festival, yang baru-baru ini diusungnya bersama Institut Francais Indonesia, menjadi salah satu acara yang digagasnya bersama berbagai komunitas, termasuk Komunitas Gusdurian.
"Alasan saya menginisiasi Tolerance Film Festival, karena ingin memberikan tontonan alternatif kepada masyarakat, terutama kalangan muda yang umumnya senang menonton film," dia menerangkan alasan di balik gagasannya yang mengampanyekan isu kemanusiaan lewat film tersebut.
Diakuinya bahwa ekspektasi dari gagasan itu tak jauh-jauh dari keinginan agar ingatan atas indahnya hubungan beragama yang rukun, sudut pandang lebih baik atas perbedaan, lebih mewarnai pola pikir kalangan muda.
"Saya berinisiatif mengangkat film-film bertema khususnya Yahudi-Islam atau Israel-Palestina sebagai tema pertama Tolerance Film Festival,"ucap perempuan yang berpengalaman mengamati perkembangan pluralisme di lintas dunia tersebut. "Karena memang, ini salah satu topik yang paling sering dibicarakan lewat sosial media atau media online. Saya berharap tahun mendatang akan ada tema lain yang berbeda."
Dengan film-film tersebut, katanya lagi, ia berharap akan memberikan pemahaman baru yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan keseharian di Indonesia.
"Anda bisa bayangkan, orang Indonesia sering banget ngomong tentang Yahudi tanpa pernah sekalipun ketemu orang Yahudi," dia membeberkan satu fakta. "Banyak orang Indonesia cuma tahunya Israel-Palestina itu konflik melulu, padahal nggak lho. Ada banyak sekali film tentang hal ini. Jadi saya berharap, penonton bisa datang, nonton, melihat sendiri dan menilai sendiri."
Monique sendiri menjadi representasi Hadassah of Indonesia dan kini dia memiliki harapan agar dapat bekerja sama dengan lintas daerah untuk mengakrabkan sudut pandang pluralisme dan toleransi lewat film.
"Sejauh ini GUSDURian sudah mengajak ke lima kota dan saya pribadi mendapat ajakan dari 5 kota. Jadi saya sangat senang dengan respons yang diberikan dalam dua hari sejak informasi ini kami sebarkan," Monique menambahkan. Dan, menurutnya lagi, kegiatan tersebut kini telah menjadi agenda tahunan pihaknya.
Terkait acara itu sendiri yang baru saja berlangsung di Sarinah, Jakarta, per 13-15 November 2016 ini, diakuinya juga melibatkan Institut Francais Indonesia dan juga paguyuban Republik Ngapak, dan Gusdurian.
Bahkan, kata dia lagi, sebelumnya Gusdurian pernah mengadakan “Tolerance Film Festival” tahun lalu. Organisasi yang selama ini getol memperkenalkan pemikiran sosok Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu, bahkan saat itu menurut Monique, memboyong sejumlah film Indonesia di 42 kota.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews