Jika membuka KOMPAS.com menjelang tengah malam, Minggu 13 November 2016, maka Anda akan menemukan berita yang bertema Antasari Azhar dan Partai Demokrat berada di daftar berita terpopuler. Tak kurang dari 45 ribu pembaca membuat berita tersebut mengalahkan berita lainnya di media itu.
Menjadi sebuah petunjuk, bahwa Partai Demokrat yang pernah menjadi jalan tol bagi Susilo Bambang Yudhoyono menuju Istana Presiden itu, masih menjadi magnet tersendiri bagi publik. Selain itu, fenomena bebasnya Antasari pun tampaknya mampu mencuri perhatian khalayak.
Apalagi memang berbagai opini dan analisis seputar keterkaitan pembebasan Antasari dan sengkarut masalah terkini, lumayan membangkitkan lagi rasa keingintahuan publik.
Maklum, sebagian publik menduga, Esbeye sama sekali belum bersih dari berbagai persoalan yang melingkarinya. Saat dia sudah harus mengakhiri jabatannya sebagai presiden, persoalan-persoalan yang "hidup" di eranya justru seperti enggan untuk turut berakhir.
[irp posts="1868" name="“Prihatin”, Satu Kata Yang Antasari Azhar Idam-idamkan dari SBY"]
Di situlah Esbeye kian menyadari, kekompakan dirinya dengan Ani Yudhoyono tak mengalir pada kekompakan dirinya dengan persoalan yang melingkarinya. Jangan heran jika, jabatan berakhir, masalah justru belum berakhir.
Itu juga yang membuat Esbeye masih belum merasa tenang hingga kini, dan justru mengalir hingga ke konco-konconya di Partai Demokrat.
Kegelisahan itu terwakilkan lewat Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Amir Syamsuddin, yang justru terkesan menekan agar Antasari jangan terlalu banyak bicara.
Syamsuddin memang terkesan memberikan wanti-wanti itu dengan bahasa yang teramat sangat halus, atau kira-kira mirip dengan perjaka yang tak pernah dekat dengan gadis namun harus menghadapi malam pertama di kamar pengantin. Jika gegabah, bayangan indah khas perjaka bisa menguap begitu saja.
Ya, kira-kira begitulah yang diperlihatkan figur yang konon menjadi ujung tombak terkait kehormatan partai itu. Walaupun saya belum cukup tahu, apakah dengan keberadaan Dewan Kehormatan, Demokrat saat ini betul-betul masih menjadi partai yang dihormati? Atau jangan-jangan, rasa hormat itu hanya berlaku untuk "kalangan sendiri".
Sementara khalayak di luar mereka, mungkin lebih terkenang Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, dan rekan-rekannya yang sedang menikmati salah satu fasilitas negara bernama penjara. Walhasil, khalayak bahkan tak punya "jembatan" sekadar memberi hormat untuk partai itu. Kita tidak tahu itu, kan ya? Jadi sebaiknya tidak menduga-dugalah.
"Kalau bisa, beliau (Antasari) menjauhi hal-hal, ucapan-ucapan atau pernyataan yang kemudian bisa mengganggu posisinya sebagai narapidana bebas bersyarat," itulah kalimat khas perjaka di malam pertama, yang diucapkan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Syamsuddin.
Maka itu merebak pula pandangan, jangan-jangan ini semacam teror versi santun yang sedang diperlihatkan oleh bekas partai penguasa itu.
Apalagi jamak diketahui, di negara ini asal santun maka apa saja diperbolehkan, termasuk meneror di depan umum. Jangankan politisi, tokoh-tokoh agama saja paham sekali dengan fakta ini dan getol memanfaatkan keran ini.
Tapi jangan bilang ke mereka, jika saya termasuk salah satu yang mencium aroma teror atas Antasari. Sebab, saya termasuk salah satu pecinta musik yang tidak sebaik Pak Esbeye dalam menguasai kunci-kunci peralatan musik, sebab lagu jazz pun bisa berubah jadi dangdut, di tangan saya.
Jadi, kita lihat sajalah, seperti apa kemungkinan yang akan terjadi dalam waktu dekat ini. Apakah Demokrat betul-betul sedang melakukan teror, atau ungkapan itu muncul lantaran partai itu sendiri yang sedang merasakan diteror.
Maklum, setelah keluarnya Antasari dari penjara, banyak spekulasi bermunculan. Salah satu di antaranya, ada yang menyebut bahwa Antasari adalah sosok kunci yang dapat membuka dosa-dosa Esbeye. Apalagi, bagi sebagian pendukung eks presiden itu, tak masalah jika dosa-dosa itu terbuka di akhirat, sebab kiamat masih lama. Tapi bisa membuat kiamat terasa lebih cepat jika ada pihak yang mengungkap masalah mereka terlalu cepat.
[irp posts="1791" name="Menunggu Nyanyian Antasari Azhar saat Bebas di Hari Pahlawan"]
Entahlah, itu hanya Partai Demokrat dan Tuhan saja yang tahu. Sedangkan yang lain-lain, kita tunggu saja bagaimana pergerakan Antasari sendiri ke depan. Sebab, terlepas berbagai tuduhan yang terlempar kepadanya, Antasari terlihat masih sangat mencintai negaranya. Dan, dia bisa saja menunjukkan cintanya itu dengan cara tersendiri.
Jika Pak Esbeye punya banyak cara dalam meluapkan cintanya, seperti menciptakan lagu ala Obbie Messakh dan Pance Pondaag, Antasari sendiri mungkin akan menunjukkan cintanya lewat amanah ilmu yang dititipkan oleh Tuhan kepadanya: ilmu hukum.
Pertanyaannya, apakah akan ada skenario lain yang akan dibuat, dengan menciptakan drama-drama tersendiri agar ada alasan untuk membuat Antasari kembali terjerat? Yang jelas, di negeri ini memang sangat banyak yang berbakat menjadi sutradara. Dan, untuk urusan ini, sekelas Joko Anwar dan suaminya Zaskya Adya Mecca bisa saja kalah.
Kok, saya lebih hafal nama Zaskya daripada suaminya? Ah, bagi kami lelaki, menghafal nama sesama lelaki itu sama sekali tak menarik. Kecuali Pak Esbeye yang mungkin belakangan ini kian terbayang-bayang nama Pak Antasari. Entahlah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews