Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) harus segera mencabut sanksi teguran kepada Ketua DPR Setya Novanto (saat itu) dan Wakil Ketua Fadli Zon. Pasalnya, foto selfie mereka bersama bakal calon Presiden AS Donald Trump, membuktikan bahwa penciuman politik kedua politikus ini luar biasa tajam.
Mengapa MKD harus mencabut dan "memulihkan" nama baik Fadli dan Setya? Sebab jika Trump yang terpilih mengalahkan Hillary Clinton, sudah barang tentu hubungan Amerika Serikat dengan Indonesia akan bisa berjalan baik melalui Setya dan Fadli. Lobi-lobi perdagangan dan hubungan diplomatik bisa lebih cair melalui mereka berdua. Jasa mereka menjadi tak terperi, wajar kalau sanksi MKD setahun lalu harus dianggap "kelalaian".
Peristiwa selfie bersama Trump sudah terjadi setahun yang lalu. Atas foto selfie-nya itu, keduanya diberi sanksi oleh MKD berupa teguran atas pelanggaran kode etik akibat menghadiri konferensi pers bakal calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump pada awal September 2015 lalu.
[irp]
Sampai ulasan ini diturunkan, Rabu 9 November 2016 atau 8 November malam di Amerika, Trump memimpin peroleh suara electoral votes 167-109 atas Hillary Clinton. Trump semakin mendekati angka 270 sebagai syarat menjadi Presiden AS dan beberapa pengamata di negara Paman Sam sana memperkirakan, Trump akan menjadi Presiden AS berikutnya setelah Obama.
Teguran kepada Setya dan Fadli disampaikan Ketua MKD Surahman Hidayat 19 Oktober 2015. Intinya teguran itu berisi petuah agar mereka berdua lebih hati-hati dalam menjalankan tugas selaku pejabat negara yang mewakili Pemerintah RI. Konon menurut Surahman, rapat pengambilan keputusan terkait sanksi itu berlangsung alot karena terjadi perdebatan di antara anggota MKD sendiri.
Setya Novanto sendiri sudah terdepak dari kursi pimpinan DPR setelah melanggar kode etik lainnya, yaitu melalui percakapannya dengan seseorang yang diduga meminta saham dari perusahaan Freeport Indonesia terkait perpanjangan kontrak perusahaan tambang yang beroperasi di Timika itu. Setya diganti oleh Ade Komarudin.
Belakangan MKD mengabulkan permintaan pemulihan nama baik Setya yang sudah menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Surat MKD terkait pemulihan nama baik itu diteken Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad dan ditujukan kepada pimpinan DPR.
Permintaan pemulihan nama baik sebelumnya diajukan oleh Fraksi Partai Golkar di DPR untuk Setya yang saat itu menjabat Ketua Fraksi terkait kasus yang kemudian dikenal sebagai "Papa Minta Saham". Akibat kasus tersebut, Setya mengundurkan diri sebagai Ketua DPR dan dirotasi menjadi "sekadar" Ketua Fraksi.
Diajukannya pemulihan nama baik oleh partainya itu terkait kemenangannya sebagai Ketua Umum Parai Golkar setelah mengalahkan Ade Komarudin. Belakangan, Setya berniat "merebut" kembali jabatan yang kini diduduki Ade selaku Ketua DPR.
Apakah kemenangan Trump kelak akan semakin menambah percaya diri Setya untuk secepatnya merebut kembali kursi yang dulu ditinggalkannya karena masalah etis "Papa Minta Saham" itu? Juga apakah Fadli Zon akan semakin vokal dan semakin rajin turun ke jalanan sebagaimana yang dilakukan oleh Trump yang pernah ber-selfie dengannya?
[irp]
Meski ini sekadar sepele dan remah-remah politik, suasana kebatinan seperti itu akan muncul dengan sendiri. Kemenangan politis pasti mereka rasakan, meski tidak dalam posisi bertarung. Setidak-tidaknya romantisme politik yang mereka arungi selama berkunjung ke AS dan bertemu Trump akan menjadi kenangan manis tersendiri saat Trump benar-benar telah menjadi Presiden AS nanti.
Jangan-jangan Presiden Jokowi atau siapapun pejabat tinggi RI yang akan melancarkan segala urusan atau saat harus melobi Pentagon untuk keperluan strategis wajib dilakukan melalui Setya dan Fadli, dua politisi yang pernah selfie dengan pemimpin negara adidaya itu.
Boleh dibilang Setya dan Fadli semacam membuka jalanlah, meski unsur blessing in disguise-nya sangat tinggi.
Ini namanya hoki selfie dua politikus yang selalu hepi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews