Selalu ada berita di balik tokoh, dan itu bukan isapan jempol belaka. Terlebih lagi jika tokoh tersebut adalah sekelas Presiden Joko Widodo yang selalu menjadi pembicaraan lawan politiknya, lebih-lebih lagi para penggemarnya. Teranyar, persoalan jaket yang dikenakannya pun menjadi sorotan publik se-Nusantara, karena ia mengaku itu hanyalah jaket pinjaman!
Aneh? Ya, bagi sebagian kalangan yang lebih suka yang kaku-kaku; cara pandang kaku hingga pikiran yang yang juga kaku. Bagaimana tidak aneh, seorang presiden, pemilik jabatan paling terpandang di sebuah negara besar di Asia Tenggara, mengenakan jaket pinjaman? Apa kata dunia? Begitulah kira-kira respons mereka yang kaku tadi, dan masih ngotot tak mau mengenakan balsem agar tak kaku lagi.
Apalagi, jaket itu pinjaman dari anaknya sendiri. Harganya pun masih di bawah satu jeti, Bo! --kira-kira beginilah respons penghuni Taman Lawang yang memiliki kemulusan bersaing dengan Syahrini. Catet! Satu jeti bin satu juta binti angka satu yang diikuti enam nol saja tak sampai.
Dengan angka harga sejumlah itu saja, bukannya membeli sendiri, tapi malah meminjam dari anaknya. What? Saya membayangkan seperti apa mulut Soimah yang pesinden itu jika mengucapkan kata itu.
But wait! Syahrini dan Soimah. Kalian jangan cerewet!
Mari buka mata dan pastikan tak ada kotoran sisa bangun tidur di sela-selanya agar kita sama-sama melihat dengan jernih, melebihi jernihnya binar mata Nabila JKT 48 yang jadi idola remaja itu. Lebih jernih dari pipi halus Cinta Laura yang kerap bikin saya curi-curi pandang saat di belakang istri.
[irp]
Terlalu banyak intro ya? Maklum, bagi kalangan yang sudah menikah itu sama-sama mafhum bahwa foreplay terkadang jauh lebih penting daripada urusan eksekusi --jangan bayangkan terlalu jauh, offside nanti.
Tapi lagi-lagi memang bukanlah hal yang biasa di tengah masyarakat yang kian akrab dengan dunia glamor alias serba gemerlap. Bagi mereka yang akrab dengan keglamoran, wajib glamor sekalipun mereka sedang berada di warung remang-remang. Entah karena alasan agar warung remang-remang itu kian bercahaya seperti bintang-gemintang di langit sana? Entahlah.
Presiden, sebuah jabatan tinggi, menjadi sosok paling disorot, mengenakan pakaian pinjaman, menjadi hal-hal asing dan janggal. Terlebih bagi mereka yang masuk kategori high class menurut Ahmad Dhani yang konon ingin beristri tiga --seperti lagu P. Ramli yang dinyanyikan ulang olehnya-- jelas itu sesuatu yang gak level.
Seharusnya, seorang presiden pahamlah bagaimana berpakaian yang mengikuti kaidah-kaidah kalangan elite dan jet-set. Masa, make jaket pinjaman. (Kok saya jadi ikut-ikutan rewel? Sepertinya gara-gara tadi pagi sempat menemani istri nonton infotainment).
Saya berusaha mencoba menangkap pesan penting di balik jaket pinjaman yang dikenakan presiden di negeri yang sejatinya gemah ripah loh jinawi --mengutip term buku-buku dongeng di masa EsDe dulu.
Pesan penting itu adalah kesederhanaan, apa adanya, dan tak terlalu mementingkan apa yang ada di kulit.
Di tengah kondisi rakyat yang begitu banyak berubah layaknya tikus yang mati dalam lumbung--katanya--ia berusaha menunjukkan empati dengan caranya. Halah kesimpulanmu itu terlalu lebay, katamu, padahal kamuh jauh lebih lebay dari kesimpulan itu jika dilihat dari merek pakaian dalam hingga urusan makan.
Sudahlah. Eh, belum. Saya ingin mengatakan lagi bahwa di sini ada pesan moral bagaimana menjadi pemimpin dan bagaimana menerjemahkan karisma alias atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepemimpinan--berdasarkan hasil mengintip Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Yang perlu diisi itu memang kepala dan hati. Jika itu imbang, soal apakah itu jaket pinjaman atau bukan, tak jadi persoalan terlalu serius. Kalaupun ada yang terlalu serius melihat persoalan itu, bahkan melebihi seriusnya polemik Buni Yani, saya kira hanyalah Ivan Gunawan yang desainer itu --saya malah jadi membayangkan jika Ivan bisa meluluhkan hati Buni Yani.
Betapa, ya, banyak orang ingin menipu orang-orang hanya dengan sesuatu yang ada di badan, apa yang dimasukkan ke perut, walaupun saat harus menumpahkan isi perut dalam kondisi terdesak, WC terminal yang tak steril pun jadilah.
[irp]
Begitulah faktanya. Tak banyak sejarah pemuka, entah pemuka agama atau negara yang mampu begitu. Kecuali sebagian kecil saja. Salah satu lainnya, di Indonesia lho ya, Ir Soekarno sebagai presiden pertama Republik ini, mampu menunjukkan karismanya walaupun setelah pengangkatannya sebagai presiden tak sungkan makan sate di pinggir jalan.
Bahkan, mengutip sejarah Soekarno lagi, pernah ia ingin berangkat ke istana harus ngutang pada salah satu sopir taksi. Ia tak merasa sungkan memperlihatkan diri apa adanya, daripada memainkan aji mumpung sebagai ajian paling laris dalam komik Tutur Tinular edisi teranyar (pelakonnya ya saya, ya Anda, ya kita-kita).
Tampil sederhana tak selalu harus menjadi ciri orang-orang berekening terbatas seperti penulis artikel ini. Orang-orang seperti penulis artikel ini sah jika dituduh tampil sederhana karena memang tekanan hidup, karena urusan bensin sepeda motor saja kerap kesulitan.
Tapi jika Anda berkelas hidup jauh di atas "orang disebut tadi", saya sendiri, maka menjadi suatu hal istimewa jika Anda berani tampil dengan apa adanya, termasuk memakai jaket pinjaman. Itu elegan, kecuali Anda menginginkan adanya istri pinjaman atau pacar pinjaman--biasanya itu paling sulit dikembalikan.
Jadi, bukan hanya menjadi "iman" kalangan pers saja yang kerap menyebut bahwa jika anjing menggigit orang itu bukan berita, tapi jika orang menggigit anjing itulah berita. Tapi gara-gara "anjing" juga, popularitas Ahmad Dhani terdongkrak lagi, tuh!
Intinya, ya terkadang hal-hal yang sekilas sederhana dan biasa-biasa saja sejatinya meninggalkan banyak hal positif yang dapat menjadi pelajaran hidup. Percayalah, jika pelajaran hidup sudah lumayan banyak, maka tekanan hidup pun akan terasa lebih nikmat--dan ini murni kalimat untuk menghibur diri.
Terlepas dari apapun, tapi intinya, semestinya tak hanya presiden tapi juga kita sendiri, perlulah kiranya lebih mengakrabkan diri dengan hal-hal sederhana. Sesekali minjem kaos istri saat santai, atau ngutang ke tetangga saat kesulitan--dan ini sudah offside lagi.
Tak perlu harus menunggu jadi presiden untuk dapat berbagi pelajaran hidup, dan itulah yang ingin saya sampaikan. Tapi jika seorang presiden masih mampu memperlihatkan penampilan yang sederhana, kenapa kita harus malu-malu tahi kucing untuk sederhana.
Toh yang memaksa diri terlihat kaya itu belum tentu kaya bukan? Dan, yang belum tentu kaya, juga jangan maksa. Biasa-biasa saja.
Begitulah, Mbak Syahrini dan salam cinta saya untukmu Princess jika sekali waktu nyasar ke artikel ini --tapi jangan bilang istri saya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews