Aksi damai Demonstrasi Bela Islam terkait dugaan penistaan Al-Quran oleh kandidat DKI 1 Basuki Tjahaja Purnama pada 4 November 2016 menjadi sejarah tersendiri bagi Indonesia sebab diikuti oleh hampir 1 juta demonstran. Secara keseluruhan, demonstrasi ini terbilang hebat meskipun dinodai oleh sedikit kericuhan di ending-nya, namun bagaimana dengan kepentingan agendanya?
Saya petakan pembacaannya berdasarkan tiga tipologi demonstran:
Pertama, demonstran murni. Mereka adalah massa non mobilisasi, tidak punya struktur komando dan struktur kelompok. Mereka tergerak dari sentimen keagamaan, cenderung "terbakar" secara psikis. Dalam urusan ini, orientasi mereka bukan politik, namun secara implisit turut menjadi bagian dari skenario besar.
Para pendemo tipe ini, maju ke arena demonstrasi karena sentimen kecintaan akan Islam. Mereka ini tidak punya kepentingan politik, bahkan rela merogoh kocek demi akomodasi aksi. Dan terpenting, mereka tak ambil pusing dan curiga kalau-kalau ada "penunggang bebas" atas perjuangan mereka. Biasanya ini masyarakat awam tanpa organisasi kemasyarakatan dan tak punya afiliasi politik.
Kedua, kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure group). Berangkat dari sentimen agama, demonstran tipe ini melihat celah untuk kepentingan kelompok dan organisasi. Mereka terafiliasi secara organisasi maupun ideologi.
Dengan kasat mata, kita bisa melihat kelompok mana saja yang punya kepentingan, sekaligus berperan sebagai kelompok penekan. Sudah jelas, dalam demonstrasi ini adalah organisasi masyarakat dan organisasi pengkaderan.
Demonstrasi yang berakhir ricuh kemarin itu, berawal dari ulah kelompok-kelompok ini yang terlacak secara atributif. Meskipun ada penyangkalan, tetap saja mereka adalah bagian dari kelompok taktis strategis yang berpeluang besar meracuni kedamaian aksi.
Ketiga, kelompok elite. Dengan motif kekuasaan, mereka turut andil baik sebagai donatur, pemasok kepentingan, hingga mengakuisisi hasil perjuangan kedua kelompok di atas. Tujuan mereka adalah kekuasaan.
Bila menilik sejumlah manuver politik menjelang aksi demonstrasi, rasanya sulit dipungkiri bahwa aksi tersebut sarat narasi kekuasaan. Retorika politik yang digelontorkan sejumlah elite adalah upaya pembingkaian (packaging) demonstrasi bela agama ini ke dalam platform politik.
Aksi ini terlalu sederhana bila kita lepaskan dari motif kekuasaan lantaran hasilnya nanti sangat berpengaruh pada perubahan peta kontestasi DKI 1 dan menggoyang pemerintah pusat.
***
[irp]
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews