Berbincang mengenai pemilihan umum (Pemilu), baik itu pemilu presiden, pemilu kepala daerah, dan pemilu legislatif, sudah tentu kita dihadapkan pada suatu event yang lumrah yaitu kampanye. Tapi sebenarnya apa itu kampanye?
Mari kita bersandar langsung pada pandangan Roger dan Storey bahwa kampanye merupakan serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu.
Namun, melihat praktik kampanye kekinian, rasanya tak cukup kalau kita hanya berhenti pada pandangan kedua tokoh di atas. Saya cenderung sepakat dengan Lasswell bahwa kampanye merupakan strategi mempersuasi publik untuk meraup sejumlah keuntungan elektoral dan legitimasi jabatan dalam waktu tertentu (pemilu).
[irp]
Seiring perkembangan dinamika politik, kampanye sudah mulai bergeser pada medium broadcasting dan new media. Para politisi cenderung secara hipodermik menanamkan platform politik lewat media massa atau memanfaatkan arus linimasa untuk merekonstruksi personal branding-nya. Meski begitu, ada beberapa hal yang secara kalkulasi politik harus dilakukan dengan strategi-strategi tradisional tanpa media.
Almond dan Powell (1966) merumuskan beberapa strategi struktur dan saluran komunikasi politik yang sekaligus dapat dijadikan strategi kampanye non media.
Pertama, Struktur Wawanmuka Informal (face to face informal). strategi tatap muka ini secara meyakinkan mampu mendongkrak level of trust publik terhadap seorang kandidat apabila mampu bersilaturahim langsung ke kantung-kantung pemilih. Pertemuan dan komunikasi tatap muka dengan konstituen memberi keuntungan yang tak sedikit, seperti dapat menyerap langsung aspirasi masyarakat tanpa perantara, terkesan populis, lebih persuasif, dan mudahnya membentuk karakter politik sang kandidat.
Kedua, Struktur Sosial Tradisional. Kita perlu tahu bahwa strategi ini memiliki keampuhan-keampuhan tersendiri karena pada masyarakat yang bersangkutan memang arus komunikasi ditentukan oleh posisi sosial pihak yang berkomunikasi (khalayak maupun sumber).
Artinya, ada stuktur lapisan sosial di masyarakat dalam suatu daerah pemilihan maupun lebih sempit lagi pada struktur adat tertentu, yang hanya bisa ditembus dengan pendekatan ini.
Misalkan, sejumlah kelompok suku batak yang sudah ber-KTP DKI mendukung pasangan calon Agus Yudhoyono-Sylviana Murni, lalu ada ormas Islam yang merapat ke Anis Baswdan-Sandiaga Uno, juga kelompok masyarakat tertentu yang mendukung Ahok-Djarot. Sehingga tak heran kalau pada saat pemilu, para pemuka adat, pemuka agama, dan pemimpin otoritas suatu kelompok tiba-tiba mendapat kunjungan politis. Tak lain tak bukan, demi mendapatkan legitimasi kelompok pemilih secara stuktural.
Ketiga, Saluran Input. Almond dan Powell mendefinisikan struktur input sebagai struktur yang memungkinkan terbentuknya/dihasilkannya input bagi sistem politik yang dimaksud, mencakup transaksi antara sistem politik dengan komponen dari lingkungan domestik maupun luar. Menurut kedua ahli ini, struktur-struktur input politik seperti serikat pekerja, kelompok kepentingan (interest group), dan partai politik, merupakan saluran komunikasi yang bermakna dalam komunikasi politik.
[irp]
Strategi satu ini juga menentukan arah koalisi politik dan lobi politik menemukan meja bundarnya, terutama menyoal transmisi kepentingan, hitung-hitungan untung rugi (benefits of office) dan pembagian kekuasaan (power sharing). Selain itu, saluran input berfungsi sebagai jembatan antara warga biasa dengan sejumlah besar akses ke elit politik.
Keempat, Struktur Saluran Output. Strategi ini memanfaatkan struktur formal dari pemerintahan. Memang struktur kepemerintahan, khususnya birokrasi, yang memungkinkan pemimpin-pemimpin politik mengomunikasikan petunjuk bagi pelaksanaan peraturan-peraturan untuk aneka macam pemegang jabatan politik dengan cara yang efisien dan jelas.
Efisien karena jalur kepemerintahan tentunya dengan dukungan kewenangan dan wibawa yang dimilikinya dapat dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan secara cepat dan mudah.
Sederhananya, ada saja para wakil partai politik yang menjadi “pekerja partai” yang memungkinkan adanya penyampaian pesan-pesan secara jelas, terutama karena mereka yang berada pada jajaran birokrasi secara otomatis telah memiliki bahasa yang kurang lebih sama, yang memungkinkan pengertian-pengertian menjadi lebih jelas di antara sesama mereka, ketimbang orang yang berada di luar jalur tersebut.
***
[irp]
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews