Apa Yang Dicari Front Pembela Islam di Pilkada DKI?

Sabtu, 15 Oktober 2016 | 22:00 WIB
0
590
Apa Yang Dicari Front Pembela Islam di Pilkada DKI?

Inilah "jihad" dan perjuangan hakiki itu! Dari taman yang rusak di sekitar balai kota, hingga sampah yang bertebaran di mana-mana, menjadi bagian dari aksi yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) dan beberapa ormas lain di Jakarta, Jumat siang 14 Oktober 2016. Itu tidak seberapa dibanding "niat tulus" keseluruhan aksi tersebut.

Sebuah pementasan baru saja dilakukan oleh kalangan yang mengklaim mewakili masyarakat muslim, yang awal berangkat dari tuntutannya sudah jelas; menjerat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atas tuduhan kesalahan besar yang dilakukannya, yakni penistaan agama agar segera diproses secara hukum. Tanpa harus berbunga-bunga kata, singkatnya Ahok harus segera masuk penjara.

Di antara beberapa nama yang terlihat di lokasi demonstrasi, terdapat beberapa figur antara lain mantan pendiri PAN Amien Rais dan imam besar FPI Riziqe Shihab.

FPI paling menjadi sorotan di tengah drama yang mengusung pembelaan kepada Islam atas tuduhan penistaan agama. Masyarakat awam jamak mengamini bahwa itu dilakukan betul-betul untuk membela Islam. Jika ada yang mengkritisi aksi itu nyaris dapat dipastikan berasal dari kalangan yang notabene tak sependapat dengan FPI.

[irp]

Kritikan paling mengemuka dari aksi itu memang beragam; dari persoalan taman yang dirusak begitu saja seperti disebutkan sebelumnya, kemacetan yang terjadi di mana-mana, hingga pelibatan anak-anak.

Banyak pihak menyayangkan, jika aksi itu murni untuk kepentingan agama, kenapa harus membawa efek yang merugikan kepentingan publik. Apalagi, dari seluruh pendemo itu relatif hanya mewakili kalangan yang sepemikiran dan yang sama kepentingan dengan mereka. Jumlahnya pun, jika dikomparasi dengan total penduduk DKI Jakarta yang mencapai 9,9 juta, pendemo itu hanya sepersepuluh dari itu.

Artinya, dengan efek berupa kemacetan, misalnya, yang terugikan tentu saja berkali lipat. Terlebih lagi, yang memanfaatkan fasilitas umum semisal jalan raya di DKI tentu saja tak hanya penduduk setempat saja, melainkan juga berdatangan dari Bogor, Bekasi, dan Tangerang.

Jika mengkalkulasi dari sisi itu saja, demo itu dapat disimpulkan merugikan publik, tetapi tidak bagi FPI dan mereka yang mengamini demo tersebut. Ini "jihad" untuk menegakkan "amar ma'ruf nahi munkar", sesuai semangat yang diusung FPI. Soal adanya kerusakan taman yang dikesankan seolah tak masalah, plus sampah yang bertebaran di mana-mana, itu harus ditempatkan sebagai ekses "tak seberapa" dibanding "misi suci" yang diembannya.

Jika menyebut efek itu tak seberapa dan dapat dibilang tak masalah, mungkin saja. Ya, mungkin, jika yang mereka usung betul-betul sebuah aksi yang mendidik dan bermanfaat bagi kepentingan publik. Tidak berisi agitasi, dan murni tidak diboncengi kepentingan politik dari pihak manapun.

[irp]

Tapi, jika menelusuri berdasarkan foto-foto dan rekaman media televisi atas aksi itu, akan dengan mudah ditemukan beberapa figur yang memang berlatar belakang partai politik tertentu dan dengan kepentingan yang dapat ditebak.

Artinya, jika menyebut aksi itu sebagai sebuah aksi untuk menjembatani kepentingan masyarakat muslim, dapat ditegaskan itu hanya sebuah pembohongan publik. Kenapa? Karena isu yang diangkat pun jamak diketahui adalah persoalan kesalahpahaman yang kemudian berujung kesimpulan bahwa ada penistaan agama yang diklaim sebagai persoalan sangat serius.

Padahal jika digugat lebih jauh, persoalan paling serius itu bukanlah persoalan itu. Sebab yang mereka angkat tersebut jelas sangat sumir, dan tidak menyentuh kepentingan masyarakat muslim yang sebenarnya.

Sebab, kesan paling menonjol dari aksi itu tak lain sebagai upaya untuk memperpanjang urusan yang memang potensial menjegal salah satu kontestan di Pilkada DKI tahun depan. Selama isu itu dipelihara dan terus di-blow up, nyaris dapat dipastikan akan dapat memengaruhi opini publik atas kandidat yang akan berlaga.

Ekspektasinya, tentu saja agar elektabilitas kandidat yang menjadi sasaran serangan mereka akan menurun, dan mereka dapat secara leluasa menggolkan figur yang paling dekat dengan mereka dan selaras kepentingan mereka.

Pertanyaannya, apakah iya kepentingan mereka yang berdemo itu sudah mewakili kepentingan masyarakat muslim DKI dan masyarakat lintas agama Jakarta?

Sekali lagi, mungkin tidak. Justru yang dilakukan itu lebih dekat kepada pembodohan publik, menjadikan isu agama untuk keperluan-keperluan sesaat yang lagi-lagi beriorientasi politis.

Dan, tanpa bermaksud menyinggung kalangan manapun, Islam di tengah kasus ini hanya menjadi semacam "dagangan" atau kuda tunggangan untuk mengantarkan kepentingan mereka. Ini tentu saja menjadi sebuah pelecehan juga atas agama yang mereka libatkan tersebut. Pasalnya sesuatu yang sakral dan suci, diseret-seret hanya untuk mengelabui publik, untuk sebuah permainan yang hanya dibutuhkan untuk hiburan mereka saja.

Apakah saya mengada-ada? Mungkin saja.

Tapi sudut pandang yang saya utarakan itu tak lepas dari pemetaan atas siapa saja yang ada di sana, dan figur-figur terlibat, hingga korelasi langsung dengan Pilkada DKI.

Salah satu partai besar pengusung pasangan calon gubernur DKI yang berbeda keyakinan dengan calon petahana Ahok dapat diduga menjadi salah satu yang terlibat di balik aksi tersebut, terlepas mereka tidak mengungkapkan itu secara terbuka. Tapi figur-figur dari kalangan mereka yang berada di sana menunjukkan gelagat kuat yang mengarah kepada dugaan itu.

[irp]

Apakah demo besar FPI ini membawa hikmah bagi persona yang dibidiknya, yaitu Ahok? Tentu ada, apalagi kalau Ahok mau merenung lebih dalam bahwa ucapan yang "mleber" ke mana-mana bak ember luber itu seringkali tidak ada untungnya juga, salah-salah memantik bara yang memang sudah bersembunyi dalam sekam. Kelemahan dan kemudian kekeliruan Ahok inilah yang sebenarnya ditunggu-tunggu, lalu datanglah aksi itu. Semoga Ahok juga punya sikap tabayun dan istiqomah juga usai pesta besar ini, post festum.

Lalu, apa yang dicari FPI? Tak bermaksud melecehkan atau meremehkan organisasi yang mengusung misi "membela Islam" itu, tapi saya mencium gelagat mereka hanya sedang memanfaatkan situasi. Apa yang mereka inginkan tak lebih dari agar tersalurkannya semacam hasrat dan ambisi untuk menjatuhkan kandidat yang diposisikan oleh mereka sebagai rival.

Persoalan sejatinya adalah politik. Namun, ketika mereka membawa-bawa agama, dan memanfaatkan sentimen keagamaan, tentu saja tak keliru jika disimpulkan bahwa mereka sedang melakukan pekerjaan yang keji dari kacamata demokrasi. Keji lantaran memanfaatkan keluguan umat hanya untuk sebuah kepentingan yang sejatinya tak menguntungkan agama itu sendiri.

***

[irp]