Meskipun bukan partai politik, namun keberadaan organisasi kemasyarakatan Front Pembela Islam (FPI) di pusaran Pilkada DKI Jakarta tidak bisa dianggap enteng. Label "Islam" yang menempel pada organisasi pimpinan Rizieq Shihab ini kerap digunakan sebagai penekan (pressure) terhadap organisasi atau perseorangan yang mereka tentang, tidak terkecuali pasangan calon gubernur DKI Jakarta.
Meskipun sudah terbentuk tiga pasangan calon gubernur, yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, serta pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, FPI masih "wait and see" alias belum menentukan dukungannya untuk memilih salah satu pasangan mana.
Meskipun terkesan galau menentukan dua pasangan yang tersisa, namun yang jelas FPI tidak akan pernah sekali-kali mendukung Ahok, dengan siapapun pasangannya.
Lantas, kepada pasangan mana FPI menjatuhkan pilihannya di antara dua pasangan sisa itu? Apakah mendukung pasangan Agus-Sylviana atau Anies-Sandiaga?
Abaikan pasangan Ahok-Djarot yang "haram" dilirik FPI, apalagi dipilihnya. Fokus pada pasangan Agus-Sylviana dan Anies-sandiaga dengan masing-masing partai pendukung di belakangnya. Barangkali yang cukup membingungkan FPI dalam menentukan pilihannya, pada dua pasang calon gubernur DKI Jakarta itu masing-masing ada partai "berbendara" Islam.
Di belakang Agus-Sylviana ada Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sedangkan di belakang Anies-Sandiaga ada Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Jika melihat proporsionalitas di mana tiga partai Islam pendukung Agus-Sylviana lebih banyak dibanding PKS, maka pilihan FPI tidak diragukan lagi akan jatuh pada pasangan Agus-Sylviana.
Jika FPI melabuhkan dukungannya pada pasangan "pengantin Cikeas", maka ini akan menjadi amunisi tambahan bagi Agus-Sylviana, setidak-tidaknya secara psikologis menjadi kawan seiring dan seperjuangan.
Namun demikian dari sisi pemilih harus diuji apakah dukungan FPI kepada Agus-Sylviana akan mempengaruhi persepsi publik dalam menentukan pilihannya mengingat mayoritas pemilih DKI Jakarta beragama Islam. Atau, malah sebaliknya menjadi semacam "back fire" buat pasangan yang didukungnya.
Secara politis maupun ideologis, FPI dan Ahok tidak akan pernah menyatu sebagaimana minyak dan air. Penentangannya kepada Ahok tidak lahir saat menghadapi Pilkada ini saja, melainkan sudah sedari Ahok masih menjabat wakil gubernur. Saking tidak mengakui Ahok, FPI bahkan punya Gubernur DKI tandingan versinya sendiri.
Penentangan terhadap Ahok kali ini diperkuat 9 “Risalah Istiqlal” yang disampaikan di Masjid Istiqlal hari Minggu 18 September 2016 lalu. Salah satu poin risalah itu FPI mengimbau warga Jakarta untuk tidak memilih calon gubernur dan wakil gubernur non-Muslim dan haram hukumnya memilih pemimpin non-Muslim.
Jika Risalah ke-4 dari 9 risalah itu yang dijadikan patokan, maka jelaslah FPI tidak akan pernah sekalipun melirik Ahok-Djarot, apalagi mendukungnya.
Motor Penggerak sekaligus juru bicara perumus “Risalah Istiqlal” adalah Rizieq Shihab sendiri. Ia mengimbau partai-partai yang mendukung gubernur non-Muslim untuk segera mencabut dukungannya. “Ini akan kita sampaikan kepada mereka secara fair, secara terbuka. Soal mereka terima, tidak terima, itu kan persoalan lain,” kata Rizieq sesuai acara.
Pasangan calon yang didukung FPI, siapapun dia, seharusnya dapat memanfaatkan pilihan ormas Islam ini. Dan sekadar mengingatkan kembali, inilah 9 “Risalah Istiqlal” yang dimaksud:
1. Kepada seluruh umat Islam merapatkan barisan untuk memenangkan pemimpin Muslim yang lebih baik.
2. Diserukan kepada partai pro-rakyat agar berupaya maksimal untuk menyepakati satu calon pasangan, calon gubernur Muslim.
3. Diserukan kepada seluruh umat Islam untuk beramai-ramai menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada DKI 2017.
4. Diserukan kepada seluruh umat Islam untuk berpegang kukuh kepada agamanya dengan hanya memilih calon Muslim, dan haram memilih non-Muslim dan haram pula golput.
5. Diserukan kepada kaum Muslimin untuk menolak, melawan, dan melaporkan segala bentuk suap, baik itu berbentuk money politic maupun serangan fajar.
6. Pentingnya partai politik pro-rakyat untuk memaksimalkan daya yang mereka miliki serta melibatkan seluruh potensi atau elemen umat untuk memenangkan pasangan cagub cawagub yang disepakati umat.
7. Mengokohkan ukhuwah dan mewaspadai segala bentuk fitnah dan adu domba yang ditujukan kepada calon yang diusung oleh umat.
8. Mengingatkan seluruh pengurus KPU DKI, RT/RW yang ditugasi sebagai KPPS untuk mengawal dan mengawasi jalannya Pilkada, agar terwujud Pilkada DKI yang jujur dan adil.
9. Mengimbau kepada partai yang mendukung calon non-Muslim untuk mencabut dukungannya. Apabila tidak mengindahkan imbauan ini, maka diserukan kepada umat untuk tidak memilih partai tersebut.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews