Golkar dan PDIP Mulai Berkelahi soal Koalisi Pendukung Ahok-Djarot

Rabu, 28 September 2016 | 11:44 WIB
0
491
Golkar dan PDIP Mulai Berkelahi soal Koalisi Pendukung Ahok-Djarot

Penunjukkan ketua tim pemenangan akan menjadi titik krusial dan kritis dalam koalisi partai politik pendukung pasangan gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat. Jika titik kritis yang bak api dalam sekam ini tidak bisa dikendalikan, niscaya kebakaran di rumah bersama akan berkobar yang pada akhirnya bisa memperlemah kekompakan koalisi dalam memenangkan Pilkada DKI Jakarta.

Ketidakkompakan dalam rumah besar koalisi PDIP-Golkar-Nasdem-Hanura akan dilihat oleh lawan Ahok-Djarot sebagai titik lemah dan celah untuk menghantam, dalam hal ini pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni serta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Kedua tim pemenangan pasangan ini akan melihat kekisruhan sebagai senjata untuk memperlemah lawan, setidak-tidaknya menjadi kehati-hatian (alerting) di tim sendiri.

Jauh-jauh hari sebelumnya, ketika PDI Perjuangan belum menentukan pasangan calonnya untuk maju ke Pilkada Jakarta, tiga partai pengusung pertama Ahok-Djarot yang tergabung dalam Koalisi Golkar, Nasdem, Hanura alias KoGanahan, sudah menunjuk kader Golkar, yaitu Nusron Wahid, sebagai ketua tim pemenangan. Sesuatu yang lumrah jika partai atau gabungan partai sudah menentukan pilihan calonnya untuk dimajukan.

Seperti telah diulas PepNews! pekan lalu, penunjukkan Nusron Wahid sebagai ketua tim pemenangan tidak semudah yang dibayangkan, Nusron diperkirakan bakal terjungkal setelah hadirnya PDIP. Nasib Nusron Wahid yang berada di ujung tanduk banteng menjadi kenyataan. PDIP sebagai partai politik dengan dukungan besar yang tercermin dari 28 kursi dibanding 24 kursi gabungan KoGanahan, merasa paling berhak menentukan ketua tim pemenangannya meski datang belakangan dalam memberi dukungan.

Posisi Nurson Wahid yang merupakan pejabat negara, yakni Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), menjadi titik rawan gugatan pihak lawan. Pasangan lawan, misalnya, bisa saja mengajukan gugatan hukum tehadap pasangan Ahok-Djarot karena melibatkan pejabat negara sebagai ketua tim pemenangan dalam hal ini Nusron Wahid.

Perlu pula diingat, setiap gugatan yang logis sesuai ketentuan akan melemahkan pasangan itu sendiri dari dalam karena menyangkut kredibilitas. Terlebih, hanya pada rumah besar koalisi partai pendukung Ahok-Djarot persoalan ketua tim sukses merebak.

Nusron Wahid sendiri mengatakan dalam cuitan Twitter-nya akan mundur dari jabatannya jika Komisi Pemilihan Umum menetapkan dirinya sebagai tim sukses Ahok-Djarot Syaiful Hidayat. "Kalau saya jadi Timses resmi di KPU pasti saya juga cuti atau mundur, sesuai undang-undang. Insya'Allah saya taat undang-undang," cuitnya pada hari Minggu, 25 September 2016.

Celakanya, Ahok sendiri tidak pernah menganggap Nusron Wahid sebagai ketua tim pemenangannya. Menurut Ahok, Nusron tidak pernah secara resmi menjadi ketua timses alias tim sukses mengingat posisinya yang masih pejabat negara. Menurut Ahok,  pembentukan tim pemenangannya masih dalam proses. Setiap partai pengusung Ahok pun memiliki hak untuk dicalonkan menjadi ketua tim.

Akhirnya kepastian terjungkalnya Nusron Wahid sebagaimana pernah diulas PepNews! tercermin dari pernyataan Koordinator Golkar Bidang Polhukam Yorrys Raweyai yang menyebut struktur tim pemenangan Ahok-Djarot hampir rampung, meski belum menyebut nama. Nusron, kata Yorrys, disepakati tidak lagi menjadi ketua tim sukses, namun sebatas penasihat saja. Selanjutnya struktur tim pemenangan sepenuhnya akan diserahkan kepada pengurus wilayah Jakarta.

Menurut jadwal, tanggal 4 Oktober 2016 nanti adalah batas akhir bagi partai politik atau gabungan parpol pengusung pasangan calon gubernur DKI Jakarta untuk menyerahkan susunan tim sukses kepada KPU DKI.

Bagi koalisi besar pemilik 52 kursi pendukung Ahok-Djarot, adalah pekerjaan rumah yang besar untuk melakukan soliditas dalam berbagai aspek terkait pemenangan Pilkada DKI Jakarta. Isu rebutan ketua tim pemenangan akan menjadi bulan-bulanan lawan dan karenanya menjadi titik lemah untuk diserang.

Ketua tim pemenangan yang terpilih harus benar-benar disepakati keempat angota partai koalisi, bukan hanya sekadar melihat perimbangan banyaknya kursi yang dimiliki. Isu siapa yang "paling besar dan berjasa" sudah tidak relevan lagi. Sebab, pasangan lawan seperti tim pemenangan Agus-Sylviana dan Anies-Sandiaga tidak akan diam. Masing-masing pasangan lawan punya strategi memenangkan Pilkada melalui  masing-masing ketua tim pemangan yang mereka tunjuk.

Memang ada baiknya juga Nusron Wahid legawa mundur sebagai ketua tim pemenangan Ahok-Djarot, sebab ada benarnya juga tim pasangan lawan mempersoalkan posisinya sebagai pejabat negara dalam hal ini Kepala BNP2TKI jika masih menjadi ketua tim sukses.

Setidak-tidaknya pertikaian di rumah besar koalisi partai pendukung Ahok-Djarot tidak terdengar sampai ke luar, apalagi menciptakan noktah sebagai penanda titik lemah untuk diserang lawan.

***