Dari keempat menteri yang terkena resafel kabinet tempo hari, hanya Rizal Ramli yang pantas menjadi lawan tangguh bagi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk memperebutkan kursi DKI-1 pada Pilkada 2017 mendatang. Ini dimungkinkan setelah peluang Yusril Ihza Mahendra untuk didorong partai politik semakin menipis.
Syarat mantan menteri Kemaritiman dan Sumber Daya untuk menjadi kandidat gubernur terpulang pada kemauan Rizal sendiri dan adanya partai politik yang berani mengusungnya sebagai lawan tangguh Ahok. Untuk maju sebagai calon independen, sudah sangat sulit dilaksanakan meski melibatkan TemanAhok dan Relawan Teman Haji Lulung sekalipun.
Sebagaimana diketahui, disorongnya Sandiaga Uno oleh Partai Gerindra kurang punya greget dan kalah kelas. Ahok ibarat petinju kelas berat, Sandiaga masih berada di kelas bulu, sebagaimana dikuatkan hasil survey SMRC.
Entah kebetulan atau memang terencana, dari keempat menteri yang terkena resafel pekan lalu, yakni Ignatius Jonan, Anies Baswedan, Yuddy Chrisnandy, dan Rizal Ramli sendiri, sebelumnya berseteru dengan Ahok, setidak-tidaknya sebagaimana yang terungkap di media.
Fakta yang PepNews! temukan dan kumpulkan sebagai berikut:
1. Rizal Ramli pernah menyebut Ahok "cengeng", mergukan Ahok sebagai gubernur atau "pengembang", mengatakan Ahok beraninya ngadu sama presiden, terpental dari kabinet.
2. Ignatius Jonan membatalkan izin kapal keruk buat reklamasi pantai Jakarta, juga terpental.
3. Yuddy Chrisnandy pernah memberi nilai akuntabilitas Provinsi DKI di mana DKI cuma berada peringkat 18 dengan predikat CC, juga terpental.
4. Anies Baswedan menyindir Ahok soal larangan orangtua mengantar hari pertama anaknya sekolah sebagaimana dicanangkan kementriannya, akhirnya juga terpental.
Dari keempat menteri yang terkena resafel itu, hanya Rizal Ramli-lah yang paling pas dan sekelas untuk melawan Ahok, yakni sama-sama kelas berat. Indikasi paling jelas terlihat atas keberanian Rizal saat ia mengeluarkan keputusan untuk menghentikan proyek Pulau G milik Agung Podomoro Land untuk selamanya, bukan sementara lho!
Sementara publik melihat, kedekatan Presiden Jokowi dan Gubernur Ahok sudah tak diragukan lagi, yakni bermula dari pasangan Gubernur-Wakil Gubernur DKI. Ahok bahkan sesekali membawa nama Jokowi atas persoalan yang tengah dihadapinya.
Fakta bahwa Ahok pernah meminta Jokowi sendiri yang memutuskan nasib proyek reklamasi Teluk Jakarta dilanjutkan atau tidak, sempat terkuak di media (silakan Googling, PN). Atas permintaan Ahok ini spontan Rizal bilang, "Jangan cengeng lah jadi orang." Orang yang dimaksud Rizal tentu bukan orang-orangan di sawah, tetapi Ahok tentunya.
Rizal bersandar pada ketentuan bahwa Izin reklamasi teluk Jakarta ada pada tiga kementrian, yakni Kelautan, Lingkungan Hidup, dan Kemaritiman. Sebagai "petarung" kelas berat, Ahok tak kalah gertak. Dia menegaskan bahwa Gubernur DKI memiliki kewenangan setara dengan menteri.
Dari keberanian dua petarung kelas berat ini melakukan urat syaraf di media, jelaskah bahwa Rizal dan Ahok merupakan lawan seimbang dan sepadan dibanding Jonan, Anies, atau Yuddy. Setelah copot sebagai menteri, Rizal cenderung diam dan entah di mana kini dia berada. Sementara Ahok tentu saja tidak mau pencopotan keempat menteri oleh Presiden Jokowi, termasuk Rizal Ramli, dikait-kaitkan dengan "kesaktian" dirinya, sebagaimana telah diberitakan PEPNEWS sebelumnya.
Tetapi PEPNEWS mencatat, sosok Ahok versus Rizal mengingatkan pada pra-pertarungan petinju kelas berat Mike Tyson versus James Buster Douglas di Tokyo, Jepang, 11 Februari 1990. Saat itu Tyson sangat diunggulkan. Pasar taruhan mencatat 9:1 untuk Tyson. Akan tetapi Douglas yang tidak diunggulkan hanya diam dan terus berlatih jika ada kesempatan.
Hasilnya? Pasar taruhan berbalik. Douglas-lah yang kemudian berhasil mengkanvaskan Tyson di saat pertarungan masih jauh untuk berakhir. Sekarang, tinggal siapa yang berani mendorong Rizal Ramli naik ke atas ring, bertarung melawan Ahok sebagai sang juara bertahan!
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews