Cowboy hilang karena sapi. Sapi hilang karena kereta api. Cowboy dan sapi ketemu lagi: di dekat rel kereta api. Tidak jauh dari Dodge City. Kota kecil di pedalaman Kansas. Yang sejak lama bergelar ‘ibukotanya’ Cowboy Amerika.
Hari itu, Jumat minggu lalu saya ke situ: melihat model peternakan pasca Cowboy.
Luar biasa. 40.000 ekor sapi berada di satu peternakan. Jumlah itu sengaja diputuskan segitu. Untuk mencapai skala yang paling ekonomis.
Ketika menulis ‘40.000 ekor’ ini saya tersenyum sendiri. Ingin tahu bagaimana Google menterjemahkannya ke dalam bahasa Inggris.
Satuan sapi di Amerika bukan disebut ‘ekor’ tapi ‘kepala’. Tapi saya tidak mungkin menulis –demi Google– ‘40.000 kepala’ sapi di peternakan ini.
Pembaca Disway akan mengira yang ada di peternakan itu hanya kepalanya…
Lahan peternakan itu dipetak-petak. Ada pagar kayu sebagai penandanya. Pagarnya pendek saja. Sekedar tidak bisa diloncati sapi.
Tidak ada kesan modern. Atau mewah. Pagar kayunya juga tidak rapi. Pemetaannya juga tidak harus lurus. Fungsional saja.
Luas petak tidak sama. Disesuaikan dengan jumlah sapi di dalamnya. Jumlah itu didasarkan pada umur dan jenisnya. Bukan didasarkan mana penggemar Liverpool dan mana penggila Real Madrid.
Sapi jenis Angus, misalnya tidak dicampur dengan sapi limousin. Atau sapi Texas. Dari sekitar 250 jenis sapi di dunia hanya 16 jenis yang umum diternakkan di Amerika.
[embed]https://youtu.be/HbB-YVH1pXY[/embed]
Begitu besarnya peternakan ini. Untuk mengelilinginya harus pakai mobil. Saya diantar oleh David. Manajer di situ. Sambil ngobrol tentang peternakan ini. Pertanyaan saya, dia jawab. Padahal ini peternakan swasta.
Beberapa jawaban lagi dia kemukakan di kantornya. Sambil minta saya melihat ke layar komputer. Ada denah. Ada angka. Ada nama di layar itu.
Saya juga diantar meninjau pabrik makanan ternaknya. Di sebelah kandang. Juga ke gudang bahan baku. Ada 10 jenis bahan baku di gudang itu. Yang akan dicampur di pabrik: jagung, jerami, gandum, oat, sorgum, alfalfa dan lainnya. Hari itu saya juga mengunjungi persawahan alfalfa. Akan saya ceritakan tersendiri.
Apakah dicampur ‘obat’ penggemuk? ‘Tidak sama sekali,’ kata David. Makanan sapinya murni dari tumbuhan dan biji-bijian. Ini sesuai dengan standar daging sapi di peternakan itu.
Adonan itu mereka sendiri yang menentukan. Disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan sapi. Saya lihat truk-truk raksasa masuk ke gudang itu. Membawa bahan baku.
Yang saya kaget: sapi itu bukan milik peternakan. ”Kami hanya mengelola,” kata David. ”Sapi-sapi itu milik peternak. Yang dititipkan di sini,” katanya.
Tugas peternakan itu sudah tertulis dalam kontrak: memberi makan dua kali sehari. Jamnya sudah ditentukan.
Cara makannya biasa. Di luar pagar itu disediakan tempat makan. Seperti talang memanjang. Sapi tinggal menjulurkan kepalanya lewat sela-sela pagar. Kalau sapinya sakit perusahaan mengobatinya. Kalau sudah waktunya dijual David menghubungi pemiliknya.
Pembeli sudah tahu: tanggal berapa ada sapi berapa siap dijual.
Peternakan tidak bertugas menjual. ”Kami hanya membantu informasi,” ujar David. ”Ini ada yang mau membeli dengan harga sekian. Mau nggak?” katanya.
Pembelinya adalah perusahaan pengepakan daging. Tidak di bawah naungan peternakan ini.
Biasanya peternak setuju saja. Peternakan sudah membantu mencarikan harga terbaik. Tanpa memungut komisi.
Bahkan, kata David, peternakan sangat minim menarik biaya. Agar peternaknya yang lebih senang. Lantas terus mempercayainya.
Bagaimana kalau ada sapi yang mati? ”Itu resiko pemilik sapi,” kata David. ”Tapi kan ada asuransi,” tambahnya.
Yang penting, peternakan sudah menjalankan proses yang benar.
Saya sudah lama mendengar praktik peternakan seperti ini. Begitulah idenya mengapa enam tahun lalu saya lontarkan ini: perlunya peternakan kolektif.
Tidak ekonomis lagi setiap rumah memelihara satu atau dua ekor sapi. Tapi baru sekarang ini saya melihatnya langsung.
Peternakan model ini banyak sekali di Amerika. Sejak peternak tidak bisa lagi melepaskan sapi di padang praire.
Rel kereta api membelah praire itu. Di sebelah peternakan ini. Lalu manusia ikut menjarah padang praire. Dibuatlah jalan-jalan. Praire terkotak-kotak.
Selesailah era Cowboy.
Untuk memelihara 40.000 ekor sapi ini hanya diperlukan 40 karyawan. Sebagian besar di bagian Cowboy.
Maksudnya: pengantar makanan. Pakai kendaraan. Bukan kuda. Boleh pakai topi Cowboy. Boleh juga seperti David itu: topi nonton bola.
Yang jelas tidak ada yang bawa pistol. Kecuali yang ia simpan di dalam celananya…
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews