Kisah Bendung Kleon

Pak Bibit langsung menyanggupi. Tidak sampai seminggu, dana tersedia. Ada pos alokasi anggaran yang digeser.

Jumat, 8 Mei 2020 | 13:41 WIB
0
220
Kisah Bendung Kleon
Saya dan aliran sungai dari Bendungan Kleon (Foto: Dok. pribadi)

Mumpung bengkel saya Worner Matic lagi libur, terimbas pandemi Covid -19, dan saya lagi mengasingkan diri di kampung kelahiran.

Saya ingin berkisah sedikit tentang Bendung Kleon, di Sungai Kleon yang membelah Desa Bangunsari, Kec. Pageruyung, Kab. Kendal. Sekitar 40 kilometer, barat daya Kota Semarang, Jawa Tengah.

Kebetulan masa isolasi saya berakhir 6 Mei 2020, jadi punya kesempatan, jalan-jalan di pinggiran desa.

Saat menyusuri pematang sawah, senang sekali lihat jaringan irigasi dan airnya yang masih mengalir lancar. Sekalipun musim kemarau, air tetap ada.

Kenangan saya timbul. Air irigasi ini bersumber dari Bendung Kleon. Awalnya dibangun era koloni Belanda.

Selain untuk mengairi puluhan hektar sawah di pinggiran desa, juga utamanya untuk memenuhi kebutuhan air di pabrik pengolahan karet di wilayah Sedandang.

(Saat ini perkebunan karet eks Belanda itu berada di bawah perusahaan BUMN PT Perkebunan Nusantara 9 (PTPN 9), dan usaha pengolahan getah menjadi lembaran karet sekarang berada di Desa Sukomangli, Kec. Patean. Yang di Sedandang sejak lama tidak beroperasi, bangunannya juga sudah dirobohkan).

Sejak 1980-an Bendung Kleon rusak. Berbagai upaya dilakukan petani untuk memperbaiki secara swadaya. Nggak lama rusak lagi. Terus begitu.

Tiga kali aparat desa berkirim surat ke Pemerintah Kabupaten Kendal saat itu, menunggu hampir 30 tahun, tidak kunjung dibangun. Sedih, merasa tidak dianggap.

(Kenyataan itu yang turut mengobarkan semangat saya, saat mahasiswa, untuk ikut berdemo pada Mei 1998).

Tahun 2002, era reformasi, saya diterima menjadi wartawan Harian Kompas, di Desk Metropolitan. Mulai 2006 beralih ke Desk Ekonomi, ngurusin bidang Pertanian - Pangan.

Tahun 2007, pas saya pulang kampung, saya dengar dari Bapak saya, petani Dukuh Laban lagi iuran Rp500.000 per petani, untuk membangun kembali Bendung Kleon secara swadaya.

Ada yang sudah lunas, ada yang baru nyicil, ada yang susah.

Ahhh... dengar cerita petani miris. Buat makan saja susah, apalagi untuk patungan membangun Bendung Kleon. Singkat kata, nggak selesai-selesai.

Terus Bapak saya tanya, "Kamu bisa bantu?" Saya jawab bisa.

Saya datangi Pak Darsian, Kepala Dusun Laban, Desa Bangunsari yang mengorganisir petani membangun Bendung Kleon.

Mengapa petani Dukuh Laban yang bergerak? Itu karena air irigasi Bendung Kleon paling banyak mengairi sawah petani di Dukuh Laban.

Singkat cerita, Pak Kadus saya wawancara. Tulisannya tembus di halaman Sosok Harian Kompas. "Panggung" yang prestisius.

Yang memfoto Mas Haryo Damardono, rekan saya di Harian Kompas.

Halaman sosok yang berisi tulisan saya, saya foto. Saya kirim ke Menteri Pertanian saat itu, Pak Anton Apriyantono. Era Pemerintahan Presiden Pak SBY.

Kakaknya Pak Menteri, adalah wartawan Harian Kompas: Pak Darto (alm). Yang juga senior saya.

Sedikit nepotisme, saya telp Pak Menteri dan meminta agar beliau mau bantu petani di desa saya, untuk menuntaskan pembangunan Bendung Kleon.

Pak Menteri menyanggupi. Saat itu juga langsung beliau telp Gubernur Jawa Tengah, Pak Bibit Waluyo.

Pak Bibit langsung menyanggupi. Tidak sampai seminggu, dana tersedia. Ada pos alokasi anggaran yang digeser.

Dalam beberapa minggu kemudian, bantuan langsung cair. Bendung Kleon mulai dituntaskan.

Sekarang sawah di pinggiran desa kami berlimpah air, seperti tampak di foto.

Petani senang, semua senang.

#Tetap sehat, terus berkarya, lawan corona.

***