Paperless Era

dua sisi peradaban kita peroleh. Kecanggihan media informasi dan penyimpanan digital di satu sisi serta di sisi lain kelestarian alam dengan tidak banyak menebang pohon kita lakukan.

Selasa, 7 Januari 2020 | 10:43 WIB
0
335
Paperless Era
ilustr: Imagex Inc.

Zaman tanpa kertas nampaknya sedang menuju puncaknya. Dan itu sudah selayaknya kita syukuri dan kita optimalkan. Inilah keniscayaan yang kita alami manakala media digital dan maya begitu berkembang bebas dan luas sampai tak terbatas. Sehingga mungkin pertanyaan "Apa alasanmu membeli buku?" akan menjadi lebih tepat bila diganti "Masih perlukah membeli buku (cetak)?"

Bagi kita, orang Indonesia yang mengalami menjadi mahasiswa di negeri sendiri, di penghujung abad 20 tentu masih ingat bagaimana sulitnya memperoleh buku-buku pegangan kuliah karya penulis asing yang masih belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Bagi mereka yang tinggal di kota besar mungkin tidak begitu masalah, biasanya ada toko buku yang menyediakannya meski harganya amat mahal. Namun bagi yang tinggal dan menempuh kuliah di kota kecil akan sulit memperoleh buku yang dibutuhkan dan terpaksa secara ilegal memfotokopinya.

Zaman sulit buku tersebut berakhir di awal abad 21 ini, buku-buku non-fiksi maupun fiksi begitu mudah diperoleh baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy. Zaman kemajuan tehnologi digital membuat kita saat ini berada di "Paperless Era", zaman (nyaris) tanpa kertas.

Buku-buku dengan mudah bisa diunduh, baik yang berbayar maupun yang gratis. Banyak sekali situs yang menyediakan e-book untuk berbagai jenis buku ilmu pengetahuan maupun fiksi. Asal kita tersambung dengan internet segala sesuatu yang sebelumnya harus diperoleh dalam bentuk cetak, sekarang bisa kita unduh dalam bentuk digital alias soft copy.

Untuk media simpan pun sekarang kita bisa nyaris tanpa kertas pula. Dengan PC, laptop, notebook atau bahkan hanya dengan sarana smartphone kita bisa menuliskan apa pun layaknya sebuah buku yang tak terbatas jumlah lembar kosong halamannya.

Andai kita merasa terbatas dengan ruang simpan kita di memory card atau hard disk, sebagai salah satu contoh kita bisa mempergunakan media simpan cloud yang tak terbatas dan aman dengan aplikasi google drive.

Mulai dari yang sederhana untuk sekedar menulis diary, membuat blog, membuat bahan ajar, quiz, kuesioner, tugas akhir perkuliahan, skripsi hingga tesis bisa kita selesaikan nyaris tanpa kertas. Surat kabar, tabloid, majalah, berbagai jenis buku pun bisa kita nikmati tanpa kertas. Sungguh perkembangan teknologi yang luar biasa.

Maka pertanyaan di atas jawabnya adalah, "kita nyaris tidak perlu membeli buku dalam bentuk cetak lagi". Semuanya bisa kita nikmati kapan saja dengan smartphone kita.

Ketika kertas mulai diciptakan dan digunakan untuk menulis maka era tulisan di daun lontar berakhir dan naskah tertulis di lontar pun tinggal menjadi penghuni museum atau ada di perpustakaan naskah-naskah kuno. Sekarang tatkala media digital berkembang pesat maka kertas pun mulai ditinggalkan. Dilihat dari sisi kepraktisan dan kecepatan maka jelas buku cetak dengan media kertas tak mampu menandingi kecanggihan e-book. Cepat atau lambat buku tercetak tinggal hanya ada di musem atau perpustakaan saja.

Dengan paperless era ini maka tak harus lagi kita memboroskan diri dengan menebangi pohon di hutan untuk membuat pulp sebagai bahan kertas. Kalau pun terpaksa harus membutuhkan kertas kita bisa menggunakan kertas daur ulang.

Nah, dua sisi peradaban kita peroleh. Kecanggihan media informasi dan penyimpanan digital di satu sisi serta di sisi lain kelestarian alam dengan tidak banyak menebang pohon kita lakukan. Luar biasa !!

***
Solo, Selasa, 7 Januari 2019. 10:33 am
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko