Lalu hadir media sosial, rakyat jelata merasa seolah telah diberi panggung untuk ikut memainkan peranan.
Lebih dari satu dekade saya berselancar di media sosial, saya menyadari apa yang tidak saya (atau mungkin juga kita) sadari selama ini, bahwa ternyata ada sistem/hukum tidak tertulis yang sama berlakunya di dunia nyata..
Netijen acapkali bangga dengan tagline ini #ThePowerOfNetizen dengan segudang 'prestasi'nya yang melatari hingga tagar itu ada..
Tapi betulkah itu benar-benar karena kekuatan netijen?
Yang saya amati, ada sebuah "invisible system" yang 'mengatur' behaviour para netijen tentang apa yang "boleh dibicarakan" dan apa yang "tidak boleh dibicarakan" di sosial media.
Dan twitter dengan platform nya yang berbentuk sedemikian sebagai pencipta trending, berperan sebagai "kemudi"nya. Facebook hanya mengikuti apa yang menjadi trending di twitter. Kemudian disusul platform media lainnya.
Di dunia nyata, yang namanya "invisible hand" itu nyata sudah kita mahfumi bersama.
Sebagai rakyat jelata kita hanya melihat pertunjukan orang-orang besar di atas panggung, dan tidak pernah tahu atau sedikit tahu apa yang sebetulnya terjadi di belakang panggung.
Peran rakyat jelata ya hanya menonton. Tidak bisa ngapa-ngapain. Bahkan untuk sekedar cawe-cawe pun tidak bisa. We just follow the flow and sit back enjoy the movie..
Dan tidak selalu enjoy juga, kalo kebagian kursi yang banyak tumbilanya, itulah nasib rakyat jelata... tidak bisa memilih kursi.
Lalu hadir media sosial, rakyat jelata merasa seolah telah diberi panggung untuk ikut memainkan peranan. Bisa menyuarakan apa saja hingga ke ujung dunia apa yang tidak ada salurannya di dunia nyata. Dan merasa menciptakan sesuatu.
Ternyata nggak demikian juga. Rakyat jelata tetaplah rakyat jelata.
We just follow the flow..
.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews