Invisible System

Lalu hadir media sosial, rakyat jelata merasa seolah telah diberi panggung untuk ikut memainkan peranan.

Kamis, 12 September 2019 | 19:42 WIB
0
334
Invisible System
Ilustrasi sosial media (Foto; Okezone.com)

Lebih dari satu dekade saya berselancar di media sosial, saya menyadari apa yang tidak saya (atau mungkin juga kita) sadari selama ini, bahwa ternyata ada sistem/hukum tidak tertulis yang sama berlakunya di dunia nyata..

Netijen acapkali bangga dengan tagline ini #ThePowerOfNetizen dengan segudang 'prestasi'nya yang melatari hingga tagar itu ada..

Tapi betulkah itu benar-benar karena kekuatan netijen?

Yang saya amati, ada sebuah "invisible system" yang 'mengatur' behaviour para netijen tentang apa yang "boleh dibicarakan" dan apa yang "tidak boleh dibicarakan" di sosial media.

Dan twitter dengan platform nya yang berbentuk sedemikian sebagai pencipta trending, berperan sebagai "kemudi"nya. Facebook hanya mengikuti apa yang menjadi trending di twitter. Kemudian disusul platform media lainnya.

Di dunia nyata, yang namanya "invisible hand" itu nyata sudah kita mahfumi bersama.

Sebagai rakyat jelata kita hanya melihat pertunjukan orang-orang besar di atas panggung, dan tidak pernah tahu atau sedikit tahu apa yang sebetulnya terjadi di belakang panggung.

Peran rakyat jelata ya hanya menonton. Tidak bisa ngapa-ngapain. Bahkan untuk sekedar cawe-cawe pun tidak bisa. We just follow the flow and sit back enjoy the movie..

Dan tidak selalu enjoy juga, kalo kebagian kursi yang banyak tumbilanya, itulah nasib rakyat jelata... tidak bisa memilih kursi.

Lalu hadir media sosial, rakyat jelata merasa seolah telah diberi panggung untuk ikut memainkan peranan. Bisa menyuarakan apa saja hingga ke ujung dunia apa yang tidak ada salurannya di dunia nyata. Dan merasa menciptakan sesuatu.

Ternyata nggak demikian juga. Rakyat jelata tetaplah rakyat jelata.

We just follow the flow..
.
***