Penatalaksanaan Varian Virus Baru Hendra yang mematikan

Varian dari virus tersebut diklaim bisa menular ke kuda dan manusia, juga terdeteksi di urine kelelawar berkepala hitam dan abu-abu yang menyebar di Australia New South Wales hingga Queensland.

Senin, 30 Mei 2022 | 11:06 WIB
0
134
Penatalaksanaan Varian Virus Baru Hendra yang mematikan
Dosen Spesialis Medikal Bedah

Setelah munculnya virus golongan terbaru dari virus Covid-19 yaitu virus varian Omicron dan setelah munculnya penyakit hepatitis akut misterius pada anak, kini muncul kembali virus yang mematikan yaitu dikenal dengan virus Hendra (HeV). Virus Hendra ini adalah salah satu virus golongan keluarga virus virus Paramyxoviridae dari genus Henipavirus dan masih berkerabat dekat dengan virus Nipah.

Virus Nipah sendiri adalah salah satu jenis virus yang dapat menyerang hewan dan manusia. Virus ini pernah mewabah di beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Bangladesh dan India serta negara di wilayah Asia.

Sedangkan penularan virus Nipah sendiri didapatkan dari penularan salah satu peternakan hewan babi. Didalam agama islam menggolongkan hewan Babi merupakan salah satu hewan yang haram dimakan dikarenakan efek kesehatan yang didapatkan yang bisa menularkan virus kuman ke dalam tubuh manusia dan salah satunya adalah penularan virus Nipah itu sendiri.

Tidak jauh dari penularan virus Nipah, virus Hendra atau dikenal dengan HeV sendiri penularan bisa terjadi pada perantara hewan kepada manusia. Salah satu hewan yang bisa menularkan virus Hendra kepada manusia adalah Hewan Kuda, Hewan Kelelawar berwarna hitam, babi dll. Virus Hendra (HeV) sendiri ditemukan pada penyakit saraf dan pernafasan pada hewan kuda. Inang pada virus hendra didapatkan dari kelelawar berwarna hitam (flying fox), dari inang tersebut bisa menularkan kepada hewan kuda dan manusia. Cara penularannya sendiri adalah dari sekret cairan dan jaringan tubuh atau kotoran kuda yang terinfeksi oleh virus hendra tersebut.

Salah satu spesimen yang sangat menularkan peringkat tertinggi adalah spesimen pada urine Flying fox. Flying fox merupakan golongan hewan kelelawar yang berwarna hitam yang memiliki banyak kuman penyakit yang tidak boleh dikonsumsi dagingnya oleh manusia.

Tanda dan gejala pada manusia apabila terjangkit virus Hendra antara lain : demam, pembengkakan pada bagian muka, bibir dan leher bengkak, depresi kesedihan keputusasaan yang berkepanjangan, ataxia, syaraf muka paralisis, disorientasi tidak mengenal waktu dan tempat, hypersensitive saat didekati, infeksi saluran pernafasan, ingusan yang dapat disertai dengan darah, encephalitis akut, yang berakhir terakhir dengan kematian.

Salah satu pencegahan yang bisa dilakukan untuk menekan penyebaran virus hendra adalah dengan tidak mengkonsumsi daging kelelawar oleh manusia dikarenakan merupakan sarana yang mudah menjadi inang penularan terbaik. Kemudian menghindari hewan yang positif terjangkit virus hendra, hal lain yang harus diperhatikan adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan, menjaga kebersihan diri dan protokoler kesehatan yang ketat dari cuci tangan dengan sabun hingga memakai alat pelindung ketat apabila berdekatan dengan hewan.

Sedangkan salah satu penelitian ilmuwan dari Australia Ilmuwan dari Griffith University Australia menyampaikan dalam penelitiannya bahwa beliau menemukan ancaman baru dari virus Hendra. Varian dari virus tersebut diklaim bisa menular ke kuda dan manusia, juga terdeteksi di urine kelelawar berkepala hitam dan abu-abu yang menyebar di Australia New South Wales hingga Queensland. Sedangkan penyebarannya bisa sangat cepat kepada manusia apabila penularan tersebut tidak segera dihentikan.

Salah satu dosen Spesialis Medikal bedah yaitu Prima Trisna Aji (2022) menyampaikan bahwa virus Hendra (HeV) tidak bisa hidup dalam temperatur yang tinggi yaitu diatas suhu diatas 37’C dalam lingkungan sedangkan didalam jus buah ataupun urine hewan diluar juga tidak bisa bertahan lama dalam temperatur yang sama. Sedangkan penatalaksanaan pada virus Hendra ini adalah dengan pengobatan symptomatik yaitu pengobatan terhadap tanda dan gejala yang dialami pada pasien tersebut dikarenakan untuk vaksin virus Hendra sendiri belum ditemukan.

Meskipun pada manusia belum ditemukan vaksin pada virus Hendra tetapi pencegahan yang lain adalah dengan pemberian vaksin pada hewan Kuda bisa memperkecil resiko penularan virus Hendra baik pada manusia ataupun pada hewan yang lainnya. Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyebut total ada 7 kasus laporan infeksi virus Hendra pada manusia sejak 2013 dari catatan negara-negara maju. Menurutnya, virus Hendra juga berkerabat dekat dengan Rabies.

Menurut Dosen Spesialis Medikal Bedah “Prima Trisna Aji” (2022) menyampaikan bahwa Diantara hewan yang bisa menularkan penyakit yang berbahaya pada manusia banyak diantaranya presentase terbesar adalah hewan yang haram dalam ajaran islam untuk dikonsumsi. Seperti anjing, babi, kelelawar, bangkai dan hewan yang bertaring. Sedangkan cara pencegahan yang lain supaya tidak tertular virus Hendra adalah dengan peningkatan sistem imun pada tubuh manusia sendiri, karena sistem antibodi yang pada akhirnya akan melawan secara masif virus atau kuman yang masuk ke dalam tubuh manusia itu sendiri. Sedangkan cara yang lain adalah apabila ada luka terbuka sebaiknya segera dibersihkan dengan prinsip aseptik dan segera tutup luka terbuka dengan kasa supaya tidak terkontaminasi dengan kuman diluar. *Red

Aditi,  & Shariff,  M.  (2019).  Nipah  virus  infection:  A  review.  Epidemiology  and Infection,  147,  1–6. https://doi.org/10.1017/S0950268819000086

Al Hakim, R. R., Satria, M. H., Arief, Y. Z., Pangestu, A., & Jaenul, A. (2021). Penggunaan Algoritma

Dijkstra untuk Berbagai Masalah: Mini Review. https://rinarxiv.lipi.go.id/lipi/preprint/view/186

Chua, K. B., Bellini, W. J., Rota, P. A., Harcourt, B. H., Tamin, A., Lam, S. K., Ksiazek, T. C., Rollin, P.

E., Zaki, S. R., Shieh, W.-J., Coldsmith, C. S., Cubler, D. J., Roehrig, J. T., Eaton, B., Could, A.

R., Olson, J., Field, H., Daniels, P., Ling, A. E., … Mahy, B. W. J. (2000). Nipah virus: A recently emergent  deadly  paramyxovirus.  In  Science  (Vol.  288,  Issue  5470).  https://doi.org/10.1126/science.288.5470.1432

Clayton,  B.  A.  (2017).  Nipah  virus:  transmission  of  a  zoonotic  paramyxovirus.  Current  Opinion  in Virology, 22, 97–104. https://doi.org/10.1016/j.coviro.2016.12.003

Luby, S. P., Hossain, M. J., Gurley, E. S., Ahmed, B. N., Banu, S., Khan, S. U., Homaira, N., Rota, P.

A.,  Rollin,  P.  E.,  Comer,  J.  A.,  Kenah,  E.,  Ksiazek,  T.  G.,  &  Rahman, M.  (2009).  Recurrent

zoonotic transmission of Nipah virus into humans, Bangladesh, 2001-2007. Emerging Infectious Diseases, 15(8), 1229–1235. https://doi.org/10.3201/eid1508.081237

Mursalim, M. F., Hatta, M., & Sjahril, R. (2015). DETEKSI VIRUS NIPAH PADA FESES KELELAWAR (PTROPUS  SP)  DENGAN  REVERSE  TRANSCRIPTASE  PCR  (RT-  PCR)  DI  KABUPATEN MAROS , INDONESIA.

Prima Trisna Aji (2022). Penatalaksanaan Varian Virus Baru Hendra yang mematikan. Jakarta EGC.

Román, R. G., Wang, L.-F., Lee, B., Halpin, K., de Wit, E., Broder, C. C., Rahman, M., Kristiansen, P., & Saville, M. (2020). Nipah@20: Lessons Learned from Another Virus with Pandemic Potential. MSphere, 5(4), e00602-20. https://doi.org/10.1128/mSphere.00602-20

Sendow, I., & Adjid, R. M. A. (2005). Penyakit nipah dan situasinya di indonesia. Wartazoa, 15(2), 66–71. Sendow,  I,  Ratnawati,  A.,  Adjid,  R.  M. A.,  &  Saepulloh,  M.  (2014).  Real Time  Polymerase  Chain

Reaction:  Perangkat  Diagnostic  Alternatif untuk  Melacak  Virus  Nipah.  Jurnal  Veteriner,  15(1), 79–86.

Sendow, Indrawati, Field, H., Adjid, R., Syafriati, T., Darminto, D., Morrissy, C., & Daniels, P. (2008).

Seroepidemiologi Nipah Virus Pada Kalong Dan Ternak Babi Di Beberapa Wilayah Di Indonesia. Indonesian Journal of Biology, 5(1), 35–44.

Shuai, L., Ge, J., Wen, Z., Wang, J., Wang, X., & Bu, Z. (2020). Immune responses in mice and pigs after  oral  vaccination  with  rabies  virus  vectored  Nipah  disease  vaccines.  Veterinary

Microbiology, 241(October 2019), 108549. https://doi.org/10.1016/j.vetmic.2019.108549

Warrell,  D.  A. (2013).  Chapter 140:  Bats.  In  Poisonous  and  Toxic  Plants  and  Animals  (pp.  1021–

1029).

WHO.  (2021).  Prioritizing  diseases  for  research  and  development  in  emergency  contexts.https://www.who.int/activities/prioritizing-diseases-for-research-and development-in-emergency-context