Jokowi itu anak kandung reformasi. Ia bisa menjadi orang nomor satu di negara ini karena tumbangnya rezim Orde Baru di tahun 1998 oleh mahasiswa.
Di zaman Soeharto berkuasa, anak-anaknya juga ikut berkuasa dalam arti sebenar-benarnya. Pekerjaan atau proyek besar apa di negeri ini yang tanpa kehadiran keluarga Soeharto? Bisnis jalan tol, tambang minyak dan gas, mobil nasional, cengkih, perhotelan, dan sebagainya. Dan sebagainya.
Anak-anak Soeharto juga “dititipkan” di daerah-daerah untuk diutus menjadi anggota DPR atau MPR. Tommy jadi anggota DPR dari Sulawesi, misalnya. Di penghujung kekuasaan ayahnya, Mbak Tutut bahkan diangkat jadi Menteri Sosial. Hanya soal waktu semua kekuasaan itu alih generasi di lingkar keluarga Cendana sahaja.
Lalu reformasi datang. Kesempatan juga datang bagi orang-orang yang jauh dari keluarga Soeharto. Semua bisa meraih mimpi. Semua setara di garis awal lomba.
Dari sanalah lahir tokoh-tokoh baru, dari kalangan rakyat biasa dengan beragam latar: Jokowi, Jusuf Kalla, Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, dll. Mereka melesat menuju puncak lewat kompetisi yang setara.
Apa jadinya Jokowi kalau reformasi tak ada? Dia hanya lelaki orang kampung di Solo, mungkin tetap menekuri jual beli bangku dan meja sekolahan. Jika Soeharto dan keluarga melintas di kota Surakarta, ia mungkin hanya jadi penonton di pinggir jalan raya. Ia hanya serupa debu yang dengan mudah dikebutkan oleh kemoceng Orde Baru.
Reformasi memungkinkan Jokowi memanjat pohon nasibnya sendiri. Reformasi 1998 melahirkan banyak tokoh yang dulu hanya bisa menganyam mimpi.
Dan reformasi itu digerakkan para mahasiswa. Ada yang mati, ada yang luka. Tapi pengorbanan mereka tak sia-sia.
Sekali lagi, kampus-kampus perguruan tinggi yang mahasiswanya dulu berjuang menggulingkan Orde Baru — yang masih bangga menyebut diri sebagai Kampus Reformasi — tak akan berkhianat kepada sejarah. Tak akan mendukung Prabowo Subianto, jagoan keluarga Soeharto.
Mereka seharusnya ada di barisan yang mendukung Jokowi, tokoh yang lahir dari rahim bernama reformasi, tokoh yang keluar dari ayakan zaman Orde Baru.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews