Tidak banyak perempuan Indonesia bisa konsisten dalam perjuangan membangun bangsa. Para pahlawan berjenis kelamin perempuan pun bisa dihitung dengan jari.
Setelah era habis gelap terbitlah terang RA Kartini hingga kini belum ada yang bisa dijadikan role model sampai suatu hari Jokowi mmebentuk kabinet kerja yang sembilan diataranya adalah perempuan.
Megawati Sukarno Putri , saya lebih sregnya memanggil beliau dengan sebutan Mbak Mega . Perempuan yang kini berulang tahun yang ke-72 harusnya sudah selesai dengan dirinya sendiri. Tidak ada lagi yang mesti mati matian membela bangsa ini sendirian. Dia sudah membangun Partai Demokrasi Indonesia (Perjuangan) hingga mencapai usia 46 tahun sekarang ini.
Selama itu pula, idiologi, idiooligi perjuagan , dan strategi perjuangan partai diterapkan, disosialisasikan dan dijadikan misi mencapai kejayaan membumikan pancasila.
Mbak mega tak perlu materi, karena sejak lahir sudah beda, dia anak presiden pertama. Mbak.Mega tidak butuh rasa kasihan, karena selama 32 tahun orde baru dia sudah memakan asam garam kehidupan.
Pahit getirnya perlakuan sang penguasa saat itu bisa dilewatinya dengan indah seperti sekarang ini. Bahkan setiap dia merayakan ulang tahunnya, di satu sisi anak pertama dari Suharto , Mbak Tutut memiliki tanggal dan bulan kelahiran yang sama dengan Mbak Mega. Bayangpun!
Mbak Mega, sebagai anak presiden dan juga sebagai Presiden ke-5 tentu memiliki beban yang berat. Pertama dia harus menjaga nama baik harkat dan martabat ayahnya sebagai pemimoin revolusi. Kedua apa yang telah diwariskan ayahnya yaitu Pancasila kepada bangsa dan negara harus dipertahankannya.
Ya, Pancasila adalah idiologi di mana jauh di sana, di vatikan Roma Italia, keharmonisan berbangsa dan bernegara kita terutama soal keragaman agma dan harmonisasi pemeluknya dalam kehidupan sosial menjadi rujukan Vatikan dan dihargai bangsa lain.
Bahkan ketika Sukarno mengenalkan Pancasila di Amerika Serikat, semua yang mendengarnya bertepuk tangan tanda setuju dan kagum pada Sukarno. Coba cari literatur dunia, adakah yang mnyerupai apa yang dilakukan Sukarno mengenalkan idiologi bangsanya? Jawabannya kemungkinan ada, tapi dipaatikan tidak lebih dari lima negara. Atau lebih ekstrem hanya Indonesia yang bisa melakukannya di kandang Paman Sam sana.
Mbak Mega sebagai Ketum PDIP masih bersemangat mengajak kaum perempuan Indonesia untuk berpoklitik. Salah satu semangay beliau yaitu masih bersedia menjabat Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)
Saat Ulang Tahun, tentu mbak Mega akan melihat hari hari, bulan demi bulan dan tahun tahun yang dilaluinya hingga kini berusia 72 tahun. Keluarga besarnya bukan tidak ada konflik, adiknya Rahmawati Sukarno Putri adalah yang paling frontal bersebrangan dengannya. Namun itu hanyalah dalam politik, dalam ikatan darah mereka adalah sama saling berbagi ikatan persaudaraan.
23 Januari 1947 - 23 Januari 2019 adalah hari yang diingat oleh dirinya dan seluruh kader PDIP di manapun berada. Secara idiologi Dr. Hj. Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri ini menginginkan perempuan di Indonesia melek politik.
Karir pertama sebagai anggota DPR, kemudian Ketua Partai hingga menjadi seorang Presiden. Perempuan Indonesia berpeluang besar memenangkan politik, ini bisa dilihat dari jumlah perempuan yang hampir seimbang sekitar 131, 88 juta jiwa dari total populasi 265 juta jiwa di Tahun 2018.
Namun apa yang diraihnya tentu saja perlu perjuangan. Perempuan jaman sekarang lebih mudah berkarir dibandingkan jaman dahulu. Ada faktor ego sentris, priomordial dan pateilineal yang kuat.
Sekarang perempuan Indonesia lebih mudah berkreasi. Coba lihat Kabinet Kerja Jokowi, sembilan orang perempuan dalam kabinet dan kesemuanya menjadi leader di bidangnya. Kalau boleh dilihat Susi Pujiastuti, Sri Mulyani, Retno Marsudi lebih dikenal karena prestasi kerjanya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews