Bu Mega 72 Tahun, Kisah Jatuh Bangun Berdemokrasi

Kamis, 24 Januari 2019 | 08:38 WIB
0
571
Bu Mega 72 Tahun, Kisah Jatuh Bangun Berdemokrasi
Ilustrasi Megawati (Foto: Indopolitika.com)

Tidak banyak perempuan Indonesia bisa konsisten dalam perjuangan membangun bangsa. Para pahlawan berjenis kelamin perempuan pun bisa dihitung dengan jari.

Setelah era habis gelap terbitlah terang RA Kartini hingga kini belum ada yang bisa dijadikan role model sampai suatu hari Jokowi mmebentuk kabinet kerja yang sembilan diataranya adalah perempuan. 

Megawati Sukarno  Putri , saya lebih sregnya memanggil beliau dengan sebutan Mbak Mega . Perempuan yang kini berulang tahun yang ke-72 harusnya sudah selesai dengan dirinya sendiri. Tidak ada lagi yang mesti mati matian membela bangsa ini sendirian. Dia sudah membangun Partai Demokrasi Indonesia (Perjuangan) hingga mencapai usia 46 tahun sekarang ini. 

Selama itu pula, idiologi, idiooligi perjuagan , dan strategi perjuangan partai diterapkan, disosialisasikan dan dijadikan misi mencapai kejayaan membumikan pancasila. 

Mbak mega tak perlu materi, karena sejak lahir sudah beda, dia anak presiden pertama. Mbak.Mega tidak butuh rasa kasihan, karena selama 32 tahun orde baru dia sudah memakan asam garam kehidupan.

Pahit getirnya perlakuan sang penguasa saat itu bisa dilewatinya dengan indah seperti sekarang ini. Bahkan setiap dia merayakan ulang tahunnya, di satu sisi anak pertama dari Suharto , Mbak Tutut memiliki tanggal dan bulan kelahiran yang sama dengan Mbak Mega. Bayangpun!

Mbak Mega, sebagai anak presiden dan juga sebagai Presiden ke-5  tentu memiliki beban yang berat. Pertama dia harus menjaga nama baik harkat dan martabat ayahnya sebagai pemimoin revolusi. Kedua apa yang telah diwariskan ayahnya yaitu Pancasila kepada bangsa dan negara harus dipertahankannya.

Ya, Pancasila adalah idiologi di mana jauh di sana, di vatikan Roma Italia, keharmonisan berbangsa dan bernegara kita terutama soal keragaman agma dan harmonisasi pemeluknya dalam kehidupan sosial menjadi rujukan Vatikan dan dihargai bangsa lain.

Bahkan ketika Sukarno mengenalkan Pancasila di Amerika Serikat, semua yang mendengarnya bertepuk tangan tanda setuju dan kagum pada Sukarno. Coba cari literatur dunia, adakah yang mnyerupai apa yang dilakukan Sukarno mengenalkan idiologi bangsanya? Jawabannya kemungkinan ada, tapi dipaatikan tidak lebih dari lima negara. Atau lebih ekstrem hanya Indonesia yang bisa melakukannya di kandang Paman Sam sana.

Mbak Mega sebagai Ketum PDIP masih bersemangat mengajak kaum perempuan Indonesia untuk berpoklitik. Salah satu semangay beliau yaitu masih bersedia menjabat Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)

Saat Ulang Tahun, tentu mbak Mega akan melihat hari hari, bulan demi bulan dan tahun tahun yang dilaluinya hingga kini berusia 72 tahun. Keluarga besarnya bukan tidak ada konflik, adiknya Rahmawati Sukarno Putri  adalah yang paling frontal bersebrangan dengannya. Namun itu hanyalah dalam politik, dalam ikatan darah mereka adalah sama  saling berbagi ikatan persaudaraan. 

23 Januari 1947 - 23 Januari 2019 adalah hari yang diingat oleh dirinya dan seluruh kader PDIP di manapun berada. Secara idiologi Dr. Hj. Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri ini menginginkan perempuan di Indonesia melek politik.

Karir pertama sebagai anggota DPR, kemudian Ketua Partai hingga menjadi seorang Presiden. Perempuan Indonesia berpeluang besar memenangkan politik, ini bisa dilihat dari jumlah perempuan yang hampir seimbang sekitar 131, 88 juta jiwa dari total populasi 265 juta jiwa di Tahun 2018.

Namun apa yang diraihnya tentu saja perlu perjuangan. Perempuan jaman sekarang lebih mudah berkarir dibandingkan jaman dahulu. Ada faktor ego sentris, priomordial dan pateilineal yang kuat.

Sekarang perempuan Indonesia lebih mudah berkreasi. Coba lihat Kabinet Kerja Jokowi, sembilan orang perempuan dalam kabinet dan kesemuanya menjadi leader di bidangnya. Kalau boleh dilihat Susi Pujiastuti, Sri Mulyani, Retno Marsudi lebih dikenal karena  prestasi kerjanya. 

***