Itulah sekelumit ceritera bertemu dan berkesempatan berkenalan dengan Pak Wismoyo. Setelah itu tak pernah lagi bertemu hingga tiba tiba mendengar kabar duka.
Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Kemarin 28 Januari 2021, telah berpulang Jenderal Wismoyo Arismunandar dalam usia 80 tahun. Semoga beliau dalam kedamaian menghadap Tuhan.
Saya tak terlalu mengenal Pak Wismoyo. Dalam hidup saya, hanya sekali bertemu beliau namun sangat berkesan. Ini terjadi sekitar tahun 2000. Entah bulan apa dan tanggal berapa. Saat itu, kami sama sama menjadi panelis dalam sebuah diskusi di Kantor Gubernur Maluku.
Tema diskusi yang kami bahas saat itu terkait pentingnya jurnalisme damai (peace journalism), apalagi dalam situasi konflik yang tengah membara saat itu. Yang hadir dalam diskusi adalah para wartawan Maluku yang berasal dari dua kelompok yang tengah bersateru. Ya, saat itu kehidupan di Ambon memang serba terbelah. Pasar, sekolah, kapal laut, angkot, polisi dan juga media terbagi dua: kubu Kristen dan Islam.
Mengapa saya tak mungkin melupakan Pak Wismoyo? Begini ceriteranya. Saat kami sedang hangat hangatnya berdiskusi dengan para wartawan, tiba tiba di luar gedung terdengar teriakan keras bersahutan. Serentak, para peserta diskusi berdiri melihat ke arah luar. Di jalan, terlihat banyak orang berlarian. Sebagian membawa parang. Suasana sangat gaduh.
Para wartawan yang semula duduk tertib, kemudian ikut berhamburan lari entah ke mana. Tanpa saya sadari, dalam sekejap saya berada dalam ruangan seorang diri. Panitia diskusi juga lenyap. Saya juga mau lari, tapi tak tahu ke mana arah yang harus dituju.
Dalam kondisi bingung, tiba-tiba, dari jendela, saya melihat Pak Wismoyo sedang bergegas ke arah mobil militer. Di depan mobil ada panser siap mengawal. Tak pikir panjang saya berlari mengejar ke arah mobil. "Pak Wismoyo, boleh saya ikut?" Saya berteriak sekuat tenaga. Rupanya teriakan saya didengar. Mobil berhenti.
Dan...alhamdulillah, saya bisa duduk di dalam mobil berdampingan dengan Pak Wismoyo. Rupanya, mobil dengan dikawal panser menuju ke Bandara Pattimura untuk mengejar penerbangan terakhir, Merpati Nusantara. Saat itu pesawat Merpati masih mengudara.
Sepanjang perjalanan menuju Bandara, kami tak banyak bicara. Saya hanya merenung kejadian yang baru saja terjadi. Saya sempat terpikir, apa yang terjadi dengan para wartawan yang berlarian ke luar gedung kantor Gubernur. Apakah mereka selamat?
Ambon saat itu dilanda kerusuhan berseri. Setiap saat, konflik dapat meletus. Nyawa dapat melayang sewaktu waktu karena kita sesama bangsa dapat saling berbunuhan entah apa sebab sesungguhnya.
Saat berada dalam pesawat, saya terus terang bernafas lega. Maklum saya bukan orang pemberani. Saya segera berterimakasih kepada Pak Wismoyo yang telah memberi tempat duduk dalam mobilnya. Beliau hanya tersenyum. Hanya anggukan kepala terlihat, tak satu kata terdengar.
Saya kembali duduk dalam keheningan saat perjalanan pulang ke Jakarta. Saya merasa iba dan bersalah meninggalkan forum diskusi dengan para wartawan yang tengah berupaya merajut hati mencari cara menggalang perdamaian. Wajah mereka saya coba ingat satu persatu. Saya hanya bisa berdoa untuk mereka agar mereka semua selamat dan Ambon kembali dalam damai.Itulah sekelumit ceritera bertemu dan berkesempatan berkenalan dengan Pak Wismoyo. Setelah itu tak pernah lagi bertemu hingga tiba tiba mendengar kabar duka. Selamat jalan Pak Wismoyo. Semoga Allah memberi tempat terbaik untuk anda.
#iPras2021
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews