Cerita Sunyi

Sabtu, 5 Desember 2020 | 11:55 WIB
0
168
Cerita Sunyi
Sumber: https://www.pexels.com/id-id/foto/435709/

Entahlah, makin berat derap ini menapak tanah

Terbelenggu mati seakan tak ada lagi cahaya pelita

Di ujung gelap sana

Aku bertahan di atas kebisuan pujangga nan melukis awan

Bercengkrama di balik kelopak mewah bulan

Aku bernaung di bilik kecil gubuk tua

Bernostalgia dalam pelukan dingin ketidakberdayaan

Seakan hidup tak mengalir disungai kering.

Entahlah, tiada asa nan lapuk senja dalam kemarau

Nan berbunga.

Tiada harap nan tercipta diantara gugurnya dedaunan

Hijau diterpa angin.

Hanya hati nan mengasingkan harap di peluk pesakitan

Hiduplah tetaplah hidup

Berjalan dan terus berjalan

Melangkah dan bergerak setelah itu membisu dan sunyi

Ya hanya kesunyian

Tiada nada keangkuhan

Tiada sorak kesombongan

Ya, cerita berakhir dikesunyian

Kita adalah cerita kesunyian

*****
Ku menyepi seperti mati

Ku berkhayal seperti kuburan

Sejengkal harapanku coba ukur di tanah merah

Luka ini terlalu lama mengubur impianku

Aib ini terlalu telah lama lelap diranjang tidurku

Seraya menungguku kalah dan pasrah

Ku tak pernah melawan

Ku tak pernah bicara

Ku Cuma diam memakan luka dan sakitku

Ku lahap sampai ku lelah dan terlelap

Dunia telah menghitamkan kelahiranku

Mencoba mengalihkan sakitku

tetesan air mata nan berdarah

Kadang hidup tak cukup untuk ku ikhlaskan

Kadang nuranipun tak cukup untuk tertikam lebih dalam

Aku berkelana membawa luka didada dan ditangan kanan

Tersenyum seperti tak merasakan

Tertawa seperti beku dan dingin

Aku hanya manusia yang mencari jati diri

Mencari arti hidup

Mencoba ikhlaskan hidup untuk mati.

*****
Menabur buih angin di selatan mimpi

Menata mata tak berkedip di penjara langit  malam

Itu adalah harapan ketika waktu senja menitipkan 

dingin gerimis dipelukan

Menitipkan asin wangi pantai di meja hidangan

mimpi itu tersirat diparas pucat

Bibir nan bungkam

gerimis reda angin mencela

mencaci raga dan jiwa yang kalah akan resah

mengumpat asa dan impian nan tak terjangkau

dekapan hangat itu terlepas dibalik bayang

hanya resah menabur doa dalam titipan

menahan tangis dibalik pintu kamar

segudang sunyi memang merajai malam

seperti lisan nan tertahan lidah kehampaan

tak patah dalam kata-kata tak bernoda

akhirnya remuk dicaci angin, mati dan bermimpi.

*****
Taukah engkau tentang kata nan menyelipkan duka

diantara lubang ventilasi kamar?

Taukah engkau tentang isak tangis nan menebuskan mawar

Diranjang malam sambil menghela napas menunggu kematian

Banyak cerita nan tak bisa patah dengan kata-kata bahagia

Banyak kata nan dipenggal keterpurukan tumpukan lirik

Seperti dawai gitar nan melantun dalam jerit tangis

Pengemis mimpi

Berirama sendu dalam air mata tapi tak ada nyanyian dan suara

Ya, pengemis mimpi

Pengemis mimpi nan menikam angan di balik jendela kamar

Diam termangu lalu terlelap

Memejamkan mata di balik gemuruh ombak lautan seberang

Menutup hati dalam kata-kata nan berserakan disemak pesakitan

Nan terbaring dipinggir kali

Ada nyanyian terngiang halus mendesing di telinga

Bangunkan setitik kehampaan pikiran kelam

Waktu tak perlu menunggu rentang hitungan menit

Detik kesunyian adalah pedoman di pekat malam

Melangkah dan hilang

Lenyap tak membekas atau remuk dibalik tembok

Mati atau hidup tanpa angan.

***** 

Katakanlah pahit pada lidah jikalau pekat malam

Tak lagi mendengar gundah pada nyanyian angin

Dari penjuru laut utara

Mengucap salam dalam kata nan ternoda tinta

Lalu beranjak pergi membelakangi bayangan

Katakanlah perih pada mata jika isak tangis

Si pujangga malam tak pantas lagi

Menorehkan bait di sejuknya pagi

Menuai rapuh tiap jengkal pikiran nan menusuk hidung

Wangi asin di tepian pantai tak secerah impian

Katakanlah,

Katakanlah bahwa malam ini tak ada selimut

Nan membelenggu impian

Tak ada ranjang nan mengikat keterbatasan kata dijiwa

Nyanyikanlah ketertindasan hati dari melodi-melodi

Di balik dinding kamar belakang

Setidaknya masih ada pucuk-pucuk cahaya menyemangati.

(Jakarta, 2018)