Cerita raja tempe di Jepang asal Kabupaten Grobogan itu sungguh menarik. Saya membuat tulisan bersambung, setelah bertemu dengannya dalam lawatan ke Negeri Sakura itu, pekan lalu. Inilah tulisan seri pertama...
Saya akhirnya mengunjungi pabrik tempe ini. Di Kyoto, Jepang. Milik raja tempe kita: Rustono. Tepatnya di desa Hachiyado, dekat kota kecil Otsu.
Rustono menjemput saya di stasiun Shinkansen Kyoto. Saya memang naik kereta cepat itu dari Tokyo: dua jam. Lalu naik mobilnya. Menuju rumahnya. Yang jadi pusat pengiriman tempe ke seluruh Jepang.
Rumah itu dilengkapi cool storage. Yang suhunya -30 derajat Celsius. Di situlah tempe Rusto’s disimpan. Agar tahan lama. Menunggu dikirim ke pelanggan. Lewat jasa pengiriman.
Saat saya datang istrinya lagi melakukan pengepakan tempe. Dimasukkan ke dalam boks besar. Sang istri tidak memperhatikan kedatangan saya. Lalu kaget.
Kisah tempe Jepang ini sangat menarik. Tapi kisah raja tempenya tidak kalah menarik. Terutama kisah cintanya.
Waktu itu Rustono kerja di hotel Sahid Jogja. Sebagai orang dari desa bin desa, Rustono selalu mimpi: meningkatkan derajatnya. Bisa kawin dengan salah satu tamunya. Atau anak tamu hotelnya.
Ia ceritakan mimpinya itu ke teman-teman sekerjanya. Rustono diejek: orang desa saja mimpi kawin dengan tamu hotel.
Rustono memang berasal dari sebuah desa di Grobogan, Jateng. Tepatnya desa Kramat, dekat Mrapen: asal api abadi untuk setiap ada PON itu.
Orang tuanya petani. Bersaudara 10 orang. Rustono yang nomor 9. Saat kecil ayahnya meninggal. Sang ibu sendirian: membesarkan 10 anaknya.
Begitu tamat SMAN Grobogan Rustono ke Jakarta. Ikut bibinya. Sambil kuliah di Universitas Sahid. Jurusan perhotelan.
Kerja di Sahid Hotel Jogja adalah penugasan pertamanya. Ia anak yang hemat. Dua tahun kerja sudah bisa beli mobil bekas: Jip Willy’s. Ia tukangi Willy’s-nya itu. Jadi mobil yang keren. Ia memang tipe orang yang tidak bisa diam.
Rustono selalu melayani tamu hotel dengan hatinya. Tamu yang ulang tahun ia beri bunga. Yang ia petik dari taman. Ia taruh dalam gelas yang ada airnya. Ia ucapkan selamat ulang tahun pada tamunya.
Demikian juga kalau ada tamu yang lagi berbulan madu. Rustono ringan kaki. Membantu apa saja untuk membuat tamunya senang.
Suatu saat ada tamu dari Jepang. Wanita muda, umur 29 tahun. Sendirian.
Rustomo menyapanya dengan keramahan khasnya: keramahan yang ia pertahankan sampai sekarang.
Keramahannya itu membuat sang tamu mudah akrab. Lalu bertanya, keesokan harinya: maukah mengantar ke Borobudur. Berapa harus membayar.
Rustono mau. Bahkan menawarkan naik Willy’s-nya. Sang tamu kesenangan. Naik jip terbuka.
Menjelang Borobudur Rustono menawarkan pada tamunya: maukah melihat pedesaan. Sambil bercerita bahwa ia juga berasal dari desa.
Sang tamu mau saja. Bahkan suka. Lalu ditawarinya maukah minum air kelapa muda. Sambil menjelaskan bagaimana cara minum air kelapa muda. Yang belum pernah dialaminya.
Sampai di rumah temannya itu Rustono menghentikan Willy’s-nya di bawah pohon kelapa. Lalu Rustono sendiri yang memanjat pohon tinggi itu. Mengambil kelapanya. Memangkas sabutnya. Mengajari cara meminumnya. Langsung dari lubang batoknya.
Sang tamu sangat terkesan atas perhatian Rustono. Sampai memanjat pohon kelapa. Yang begitu tingginya.
Besok malamnya sang tamu minta diantar ke Prambanan. Melihat sendratari.
Besoknya lagi minta diantarkan ke pantai: Parangtritis. Waktunya minta pas senja tiba.
Saat itulah mereka berdua berjalan di pantai. Yang airnya tersapu warna merah. Terkena sinar dari ufuk yang masih tersisa.
”Tiba-tiba dia menyatakan I love you,” ujar Rustono.
Itulah hari terakhir sang tamu berada di Jogja. Keesokan harinya harus kembali ke Jepang.
”Bagaimana ini,” ujar Rustono meresponnya. ”Hari ini bilang cinta, besok pulang ke Jepang,” tambahnya.
”Jangan khawatir. Saya akan segera kembali lagi,” ujar sang tamu.
Rustono saat itu di usia yang sama: 29 tahun. ”Saya lebih tua beberapa hari. Dia 5 Oktober. Saya 2 Oktober,” ujar Rustono.
Cinta dilanjutkan lewat kata-kata. Lewat tilpon. Sang tamu yang terus meneleponnya. Sampai Rustono sungkan. Mahal. Minta agar jangan lewat tilpon. Pakai surat saja.
Begitulah Rustono sering mengiriminya kartu pos. Dengan gambar lokasi-lokasi yang pernah didatangi pacarnya itu.
Sang tamu memang terikat tanggal yang ada di tiket. Harus pulang. Dia datang ke Jogja karena mampir.
Tujuan pokoknya adalah mengantarkan teman akrabnya. Ke Bali. Kawin dengan laki-laki Bali. Ia tidak mau lama-lama mengganggu bulan madu sang teman. Ingin ke Jogja. Tidak dia sangka dia kecurian di Jogja. Ada maling yang nggondol hatinya.
Rustono malingnya.
(Bersambung)
***
Dahlan Iskan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews