Apakah kita menangis untuk menyembuhkan diri sendiri?
Apakah kita menangis hanya untuk meneteskan air mata?
Apakah karena kita bisa saja,
atau karena tidak ada orang lain di sini?
Apakah kita menangis meminta perhatian,
atau akankah kita membungkam setiap suara?
Dengan harapan tidak ada refleksi,
bagaimana hati kita terikat?
Dari anak kucing kecil,
untuk panggilan burung.
Setiap makhluk memiliki tangisannya,
dengan harapan untuk didengar.
Jadi saat kita mengeluarkan isak tangis,
dengan tangan menangkup begitu dekat ke pipi kita,
apakah keinginan kita untuk didengarkan,
atau hanya membiarkan rasa sakitnya merembes perlahan?
Apakah intinya untuk berteriak,
untuk bantuan dan kehangatan serta perhatian,
atau tubuh kita akhirnya hancur,
dari jauh lebih banyak rasa sakit daripada yang bisa ditanggungnya?
Apakah itu suara simfoni,
atau rasa sakit murni dalam bentuk cair?
Apakah benar-benar terserah kita saat kita menangis,
atau apakah itu terjadi ketika kita terlalu terpecah belah?
Apakah itu benar-benar terserah kita?
Apakah kita punya pilihan?
Kita bisa mencoba menyembunyikannya,
atau membiarkannya tumpah dengan suaranya sendiri.
Tetapi bisakah kita benar-benar memutuskan?
Apakah kita memegang kekuatan itu,
atau itu di luar keinginan kita?
Kapan kita membiarkan setiap air mata menetes di kamar?
Apakah itu bentuk penyembuhan
atau hanya pertanda lemah?
Apakah itu dimaksudkan untuk membantu kita,
membuat lompatan terakhir?
Begitu banyak yang mampu dikatakan,
untuk cara kita menangis.
Karena ini bisa menjadi cara yang sederhana,
untuk memotivasi diri kita sendiri agar mencoba selamanya.
Tetapi apapun alasannya,
apa pun penyebabnya,
biarkan itu sepenuhnya menyembuhkan.
Kita mungkin tidak akan pernah memiliki jeda yang kekal.
***
Solo, Rabu, 3 Maret 2021. 6:54 pm
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews