Setau saya, Hanum Dan Rangga awalnya direncanakan rilis tanggal 15 November, lalu berubah menjadi 8 November, bertepatan pada hari rilis A Man Called Ahok.
Tidak jelas alasan majunya tanggal rilis itu apa penyebabnya. Bisa jadi karena kebijakan bioskop atau keinginan PH yang menunggangi pertarungan politik untuk meraih jumlah penonton sebanyak-banyaknya.
Namun apa pun alasannya, rilis dari dua film ini mau tidak mau pada akhirnya bergeser dari sekedar pertarungan dua produk film dalam industri menjadi pertarungan politis.
Satu realita yang kita harus pahami bersama, bahwa sebuah produk seni tidak melulu dinikmati sebagai produk seni, namun bisa diekspansi menjadi sebuah ekspresi akan banyak hal, menyangkut persoalan personal, spiritual, politik dan sebagainya.
Tidak semua orang menghargai film karena ketrampilan filmis yang terpresentasi dalam produk film itu. Seperti halnya medium seni lain seperti buku, musik, fotografi dan sebagainya, medium seni adalah artefak emosional yang menkongkritkan hal hal abstrak dalam diri manusia.
Saya suka dialog "You complete me" dalam film Jerry Maguire meski para pendukung feminis dengan skeptis menuding bahwa dialog itu secara subtil dan halus memberi framming bahwa perempuan ditempatkan sebagai objek pelengkap laki laki saja.
Saya menyukai PK dan Three Idiots karena film itu menjadi artefak emosi keresahan saya. Meski saya tahu bahwa banyak aspek filmis yang kurang dalam film itu.
Tahun 95 akhir, That Thing You Do menjadi film yang memberi trigger saya untuk jadi anak band. Dan guilty pleasure yang harus saya akui hari ini adalah, saya suka nonton film film Steven Seagal. Saya tahu kebanyakan film Steven Seagal itu piece of shit dalam kajian kaidah teknis film yang saya yakini sekarang. Tapi saya memang suka dengan Aikido dan belum ada film lain yang menggambarkan Aikido seindah fantasi delusional yang dihadirkan Steven Seagal. When I love it, I just love it. No brainer. Even when it sucks.
Sama seperti saya menyukai lagu Kimcil Kepolen dan Bojo Ketikung-nya NDX yang terasa nikmat dalam package presentasinya yang jauh dari kata mewah. Namun bagi saya yang berjiwa kampung ini, hal ini ya asik asik aja.
Hari ini, Hanum Dan Rangga VS A Man Called Ahok menjadi medium pertarungan ekspresi politik dari kedua kubu yang sejak lama bertarung sengit.
Lalu kemudian muncul sekelompok yang mengatakan "saya kesal ketika film sebagai produk seni sudah menjadi komoditas politis".
Well. Mereka tidak salah. Namun mereka yang mengekspresikan nilai politis lewat film juga tidak salah.
Pada dasarnya, saya tidak suka perang. Tapi jika jaman sudah telanjur menggiring perang itu terjadi, saya lebih respek dengan perang medium ekspresi seperti hari ini, dari pada kita harus saling mengumbar hoax ke sana kemari.
Pilihan politik saya ada pada Ahok, namun toh saya tak pernah berkata buruk tentang film Hanum Dan Rangga. Tidak juga menganjurkan para Ahokers untuk menjelekkan film Hanum Dan Rangga. Karena baik para Ahokers maupun penggemar Hanum Dan Rangga, adalah teman teman yang sama sama saya hormati.
Namun demikian saya menyayangkan beberapa gerakan massal lewat grup WA yang memprovokasi orang untuk memboikot A Man Called Ahok. Terutama yang sudah mengkaitkan dengan persoalan agama.
Biarlah film berjodoh dengan penontonnya sendiri. Tak usahlah menyebar fitnah kesana kemari.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews