Prabowo-Sandi seperti bagian baru dari model Bung Karno dan Bung Hatta, kata Dahnil Anzar. Prabowo, dibilangnya kombinasi Bung Karno dan Jenderal Sudirman. Sedangkan Bang Sandi bagian baru dari Bung Hatta. Ehm.
Itu masih ‘agak sopan’. Karena ada yang percaya Prabowo utusan tuhan, atau turunan Brawijaya ke berapa gitu. Sementara Sandiaga, entahlah, pangeran darimana, pokokmen keren.
Dalam setiap pilpres, atau pilkada, banyak caleg-capres dimitoskan, disuci-sucikan. Bukan manusia biasa. Agar dengan begitu, yang bodoh langsung termehek dan mendukung. Yang pinter? Mau juga mendukung, dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Dipimpin presiden yang cuma manusia biasa, kok kayaknya nggak lepel. Rendah banget gitu. Apalagi presidennya bener-bener dari kasta tak terpermanai. Anak jendral bukan, sekali pun jenderal pecatan. Anak politikus kagak. Apalagi anak orang pinter, ningrat, bagian elite. Ia anak jelata. Orang ndesa saso. Kalau pun ada catatannya, rumah orangtuanya di pinggir Bengawan Solo digusur rezim Soeharto.
Apa pantas jadi presiden kek gitu itu? Apalagi, sejak Soeharto longsor, reputasi militer ambleg. Setelah Habibie, Gus Dur, dan Mega, maka SBY yang gagah perkasa dianggap merepresentasikan kedigdayaan militer. Prabowo juga dimunculkan dengan jargon itu. Eh, yang menang si cungring tak jelas asal-usulnya. Maka kaum oportunis berebut kerjaan. Ngirim proposal. Jadi penghujat terdepan. Soal Jokowi, semua buruk.
Jokowi dan keluarga, cilakaknya, memang rakyat jelata biasa. Manusia biasa. Bukan keturunan raja atau apalah. Termasuk Ibu Iriana, Gibran Rakabuming, Kahiyang Ayu, dan Kaesang Pengarep, tak beda dengan jelata lainnya. Ortu membiarkan anak-anaknya cari pekerjaan sendiri. Dengan cara dan duit sendiri.
Keluarga ini benar-benar sontoloyo. Ingat ya, kata sontoloyo bukan makian kasar. Sontoloyo semacam pernyataan permakluman, compliment, umpatan yang terkandung permakluman. Kalau pun buruk cukup diesemi, atau senyum kecut. Tapi masih ada harapan, rasa sayang, atau eman. Kalau yang dibilang Demokrat dan Gerindra, bahwa itu makian tak pantas? Mereka ‘kan nggak ngerti idiom Jawa.
Bagaimana ‘tak sontoloyo’, ketika seiring viralnya Jan Ethes, lebih-lebih di HSN kemarin, Kaesang curcol di twitter; Ia sudah tak pernah diajak lagi oleh bapaknya. Eh, bisa-bisanya Gibran ngejawab tuitan itu, “Situ siapa?” Dan bersahutanlah netizen menanggapinya. Dalam nada konyol, atau bercandaan yang sama sontoloyonya.
Anak-anak Jokowi dewasa dan mandiri. Dari soal pekerjaan, hingga sikap mereka. Jika ada tuitan ujaran kebencian atau fitnah pada bapaknya, Gibran atau pun Kaesang justeru memakai sebagai bahan candaan. Tak jarang, Chili Pari membaliknya menjadi alat promosi menaikkan brand.
Pemberian nama pada anak-anaknya, juga cucunya, menunjukkan siapa sebenarnya Jokowi. Siapa?
(Bersambung)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews