Dulang Aki Omreng

Pada era serba-listrik ini dulang memang sudah menjadi barang langka. Padahal di masa lalu, dia menjadi bagian penting dalam sejarah pangan di Nusantara.

Kamis, 27 Agustus 2020 | 09:59 WIB
0
457
Dulang Aki Omreng
Aki Omreng (Foto: Dok. pribadi)

"Aahh...kop wé candak ari butuh mah. Keur naon di dieu ogé. Da geus tara ngakeul dina dulang. Pan ayeuna mah aya méjik jér," kata Aki Omreng (84), saat saya mengangkat dan membersihkan dulang yang teronggok di bawah pohon di halaman rumahnya. Kotor, dilapisi debu tebal.

Aki Omreng tinggal berdua bersama istrinya, di sebuah rumah panggung Cikoneng 1 Desa Cibiru Wetan Kec. Cileunyi, Kab. Bandung. Anak-anaknya sudah berumah tangga dan punya rumah sendiri.

Pada masanya, dulang selalu ada di setiap rumah. Benda yang disebut juga pane atau talam ini, adalah nampan terbuat dari kayu berbentuk lingkaran yang biasanya berbibir pada tepinya. Lazim dipakai dalam proses memasak nasi, sebagai wadah mengaduk-aduk nasi yang baru matang sambil dikipas, sebelum disimpan di bakul. Bentuknya lebih cembung di bagian atas dan menyempit di bagian bawah.

Masyarakat Sunda termasuk yang akrab dengan dulang. Keakraban itu antara lain terproyeksian dalam beberapa "babasan" (ungkapan). Misalnya saja: 'Keur meujeuhna bilatung dulang'. Artinya, keur meujeuhna parabaneun (anak-anak yang sedang masanya senang makan).

'Dulang tinandé'. Hartina, awéwé mah biasana kumaha kahayang lalaki (perempuan biasanya tergantung pada keputusan laki-laki).

'Nyaah dulang'. Hartina, nyaahna ka budak ngan ngurus dahar pakéna baé, henteu nguruskeun atikanana (rasa sayang yang diberikan hanya dengan cara memperhatikan makan dan pakaiannya, tidak memperhatikan pendidikannya).

Dalam bahasa Indonesia juga ada ungkapan berbunyi, 'Menepuk air di di dulang terpercik muka sendiri'. Artinya, melakukan suatu perbuatan yang memalukan nama baik sendiri'.

'Bagai dulang dengan tudung saji'. Artinya, sesuatu yang sangat serasi.

Pada era serba-listrik ini dulang memang sudah menjadi barang langka. Padahal di masa lalu, dia menjadi bagian penting dalam sejarah pangan di Nusantara. Seperti juga lisung, halu, jubleg, tampir, giribig, boboko, cukil, hihid atau tetenong.

Nuhun, Aki Omreng.

***