Andi Gani Mesti Tempatkan Buruh sebagai Aset, Bukan Budak Murahan

Andi Gani mesti mengakhiri ketiadaan perlindungan hukum atas hak pekerja sekaligus mampu mengeksekusinya bila terjadi pelangaran tanpa harus menunggu laporan datang.

Sabtu, 6 Juli 2019 | 11:12 WIB
0
582
Andi Gani Mesti Tempatkan Buruh sebagai Aset, Bukan Budak Murahan
Andi Gani (Foto: PT PP)

Salah satu posisi menteri yang tak kalah ramai dibincangkan publik akhir-akhir ini adalah menteri tenaga kerja. Menteri tenaga kerja termasuk yang punya peran strategis secara politis maupun ekonomis.

Kementerian yang memayungi kepentingan buruh yang jumlahnya puluhan juta ini punya pengaruh dalam merebut hati buruh. Suara buruh ini signifikan pengaruhnya bagi seorang polikus dalam meraih maupun mempertahankan kekuasaan. Menteri yang mampu membuat buruh bahagia dan sejahtera maka dia akan menguasai suara mereka pada pemilihan umum.

Secara ekonomis, posisi menteri tenaga kerja juga amat penting dalam membangun stabilitas hubungan industrial antara buruh-pengusaha-dan pemerintah. Menteri tenaga kerja secara langsung akan menjadi pengelola untuk memajukan industri, sekaligus juga melindungi dan memperjuangkan hak buruh dalam mendapat kesejahteraan dan kebahagian di tempat mereka bekerja.

Salah satu sosok yang dianggap punya kehendak kuat untuk mengisi jabatan menteri tenaga kerja adalah Andi Gani Nena Wea. Dia adalah putera dari menteri tenaga kerja Jacob Nuwa Wea di era pemerintahan Megawati Soekarnoputeri.

Andi Gani sekarang adalah Komisaris Utama PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. Di dunia perburuhan, Andi Gani adalah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Serluruh Indonesia (KSPSI) sekaligus Wakil Presiden ASEAN Trade Union Council.

Jabatannya cukup mentereng bagi seseorang yang digadang-gadang menjadi menteri tenaga kerja. Dengan jabatan itu, dia seharusnya punya kekuatan riil dan pengalaman dalam memperjuangan buruh mendapat kesejahteraan dan kebahagiaan. Dia juga mestinya punya kelebihan mengelola lembaga pemerintahan yang membawahi kepentingan hubungan buruh dan pengusaha.

Andi Gani sebenanya punya pesaing yang tak kalah menterengnya. Pesaingnya itu adalah politikus PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka. Perempuan asal Garut, Jawa Barat, ini adalah anggota DPR yang juga giat memperjuangkan hak-hak buruh baik di dalam maupun luar negeri.

Nama Rieke di kalangan buruh sudah sangat kuat. Dia sering dan hobi turun ke bawah berdialog dengan buruh di luar negeri, khususnya di kawasan Asia Timur seperti Hong Kong.

“Neng Rieke juga loyalis Pak Jokowi,” ujar salah seorang aktivis buruh.

Tetapi, pengalaman organisatoris, Rieke kalah dibanding Andi Gani. Meskipun secara politis Rieke adalah politikus PDI Perjuangan sebagai partai penguasa, namun Andi Gani juga tak bisa disepelekan. Ayahnya adalah mantan menteri tenaga kerja yang juga tokoh kuat di PDI Perjuangan. Hubungan emosional Andi Gani dan PDI Perjuangan pastilah juga kuat.

Belum lagi hubungan Andi Gani dan Joko Widodo yang boleh dikatakan tak kalah dekatnya. Andi Gani yang membawahi organisasi buruh punya massa riil yang relatif besar dalam memberi kontribusi kemenangan Jokowi dalam pertarungan pemilihan presiden. Apalagi, kontribusi Andi Gani dalam perjuangan Jokowi menjadi presiden sudah dia mulai sejak 2014.

Di kalangan forum relawan pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin, Andi Gani adalah tokoh senior yang cukup disegani. Pengaruhnya di antara tokoh relawan relatif kuat, karena dia bisa membangun relationship yang harmonis dengan lintas relawan.

Kabarnya, Andi Gani juga punya dukungan politik yang juga deras dari elite PDI Perjuangan. Dengan masuknya Andi Gani di kabinet kelak, setidaknya kepentingan politik barisan Jokowi dan PDI Perjuangan bisa meningkat atau setidaknya stabil dalam mengarungi persaingan politik untuk lima tahun mendatang, karena punya akses langsung dengan suara buruh.

“Bung Andi Gani pekerja keras dan punya loyalitas,” ungkap salah seorang relawan Jokowi, Piryadi Kartodihardjo.

Bila kelak dia benar-benar menjadi menteri tenaga kerja, Andi tidak bisa bersenang-senang menikmati jabatannya. Dia langsung ditunggu pekerjaan berat, yaitu mengeksekusi pekerjaan yang selama ini membuat buruh tidak bisa hidup bahagia dan sejahtera.

Apalagi, tenaga kerja adalah masalah besar yang dihadapi hampir semua negara, apalagi seperti Indonesia yang masih dirundung kemiskinan di sana-sini. Sebagian besar buruh belum punya upah dan jaminan hari tua yang memadai. Mereka juga tidak memiliki papan untuk ditinggali bersama keluarganya.

Berkembangnya teknologi robot dan digital juga menjadikan buruh sebagai kelompok yang akan jadi korbannya. Teknologi tinggi akan memaksa industri banyak mengurangi tenaga kerja di sektor produksi. Lihatlah bagaimana kasir bank, kasir jalan tol, industri media, pabrik, sampai juru pijat, banyak diganti mesin.

Menyempitnya peluang kerja di satu sisi dan bertambahnya tenaga kerja di sisi lain, menjadikan daya saing antara buruh semakin tinggi dan daya jual buruh di depan majikan semakin murah.

Inilah yang kemudian banyak sekali melahirkan pelanggaran oleh majikan atau perusahaan terhadap buruh. Majikan dan perusahaan kerap menjalankan sistem upah di bawah aturan yang diproduksi pemerintah. Bahkan tidak sedikit majikan atau perusahaan yang tidak memberi kepastian hukum dalam hubungannya dengan buruh. Dan, buruh tidak bisa apa-apa karena daya jual mereka di depan majikan atau perusahaan semakin rendah.

Jangankan pembantu rumah tangga yang bekerja di sektor nonformal di rumah-rumah, karyawan kantoran di perusahaan saja banyak yang tidak diberi surat keputusan kerja yang menjadi pelindung hukum bila kelak buruh berselisih dengan majikan atau perusahaan.

Buruh bekerja tanpa punya jaminan hukum, sehingga banyak buruh yang diperlakukan sekehandak hati oleh majikan atau perusahaan. Ketika terjadi pemecatan, buruh dengan mudahnya dibuang begitu saja tanpa punya hak apa-apa untuk membela diri. Habis manis sepah dibuang adalah realitas di kalangan pekerja Indonesia akhir-akhir ini.

Celakanya lagi, pemerintah seperti menutup mata terhadap realitas ini. Pemerintah tidak sepenuhnya memberi perlindungan hukum kepada pekerja Indonesia yang mudah mendapat kemalangan hidup.

Realitas inilah yang oleh Andi Gani mesti diakhiri. Dia mesti mengakhiri ketiadaan perlindungan hukum atas hak pekerja sekaligus mampu mengeksekusinya bila terjadi pelangaran tanpa harus menunggu laporan datang.

“Kami akan mengawal hak-hak buruh dari sisi hukum,” ujar salah seorang pengacara sekaligus relawan Jokowi, Resmen Kadapi.

Andi Gani tidak bisa lagi menjadi menteri biasa saja. Dia mesti bekerja luar biasa untuk menempatkan buruh sebagai aset perusahaan atau aset majikan, bukan budak murahan. 

***

Krista Riyanto, penulis dan mantan jurnalis.