Kekuatan di Balik Wajah Cantik Seorang Mega

Jumat, 25 Januari 2019 | 21:23 WIB
0
510
Kekuatan di Balik Wajah Cantik Seorang Mega
Foto: Tribunnews

Megawati Soekarnoputri itu cantik. Garis-garis kecantikannya masih terlihat meskipun sudah berusia 72 tahun pada 23 Januari ini. Namun ia menarik bukan sekadar karena cantik, melainkan karena rekam jejaknya yang melampaui sekadar urusan kecantikan.

Ini menjadi sebuah kelebihannya. Kecantikan ia punya sejak masa mudanya tak membuatnya menjadikan kelebihan itu sebagai daya tarik, sehingga orang-orang lebih banyak membicarakan sepak terjangnya alih-alih membicarakan kecantikannya.

Dari sisi kecantikan, menyimak foto-foto dari masa kecilnya hingga ia dewasa dan bahkan ketika usianya semakin menua, memang sangat kental dengan sosoknya. Memiliki mata yang tajam hingga tahi lalat di dagunya cukup menegaskan kecantikannya.

Ia terbilang tidak terlalu menggubris urusan kecantikan, dan memilih melompati kelebihan yang ia miliki sebagai perempuan. Mega memilih membangun citra sebagai seorang pemikir, sebagai tokoh politik, dan perempuan yang mampu mewarnai politik Indonesia.

Tampaknya ini juga tidak lepas dari perjalanan panjangnya menghadapi berbagai kesulitan. Semua kondisi itu membentuknya memiliki karakter yang kuat. Sisi keayuannya sebagai perempuan diimbangi dengan kekuatan karakter, hingga kemudian ia lebih dikenal sebagai perempuan kuat daripada sekadar sebagai perempuan ayu.

Tentu saja, ini menjadi sebuah pesan penting juga bagi para perempuan di negerinya, betapa, perempuan memang memiliki banyak hal yang melampaui sesuatu yang hanya berada di tingkat physically atau sekadar fisik saja. Ia benar-benar membangun jiwanya, pikirannya, yang berangkat dari berbagai kesulitan yang terus-menerus dihadapinya.

Satu contoh yang cukup mewakili kekuatan seorang Megawati juga diabadikan oleh Laksamana Sukardi. Partai Demokrasi Indonesia (PDI), saat itu mengalami kondisi sangat genting.

Mega harus berdiri dan bertarung di medan tempur politik era Orde Baru di mana tangan Soeharto terlalu kuat untuk dilawan. Laks, sapaan Mega untuk Laksamana Sukardi, menjadi saksi langsung bagaimana seorang perempuan Mega bertarung.

Sekali waktu, Laks sedang dalam perjalanan di Amerika Serikat, dari Boston menuju Maine. Dalam perjalanan darat itu, Laks bergegas menghentikan mobil di pinggir highway. Mega meneleponnya.

"Laks, kamu saya perjuangkan untuk duduk dalam kepengurusan PDI sebagai bendahara," kata Mega saat itu. "Saya baru berhasil memperjuangkan kamu dan Alex Litaay sebagai Sekjen PDI."

Dalam telepon itu juga Laks mengetahui bagaimana beratnya pertarungan yang harus dihadapi oleh Megawati. Ya, Mega pun mengakui bagaimana rumitnya medan tempur dihadapinya.

"Saya harus berhadapan dengan para petinggi, jenderal-jenderal Orde Baru, Kasospol ABRI, aparat intelijen, dan Mendagri," kata Mega saat itu.

Kesulitan itu dihadapinya meskipun ia hanya sedang membentuk kepengurusan. Laks sendiri semakin melihat kesulitan tersebut saat ia kembali ke Indonesia. Mega dalam tekanan sangat kuat.

Dalam buku "Di Balik Reformasi 1998" Laksamana Sukardi menceritakan ulang kondisi genting saat itu. Sekaligus juga menggambarkan bagaimana kekuatan seorang perempuan bernama Megawati.

Ya, seorang Soeharto yang terkenal bertangan besi, pun sangat memperhitungkan kekuatan Mega. Soeharto merasa terancam dengan kehadiran Mega sebagai Ketua Umum PDI periode 1993-1998.

Perasaan terancam itu juga terlihat dari bagaimana Soeharto menempatkan para politikus binaan Orde Baru ke dalam kepengurusan DPP PDI. Mereka ditugaskan cuma untuk menghancurkan kepemimpinan Mega dari dalam.

Parahnya lagi, cerita Laks, sempat ada kondisi di mana komposisi anggota DPP PDI lebih banyak didominasi politikus boneka Orde Baru ketimbang loyalis Mega. Para politikus binaan Orba itu hanya memata-matai semua tindak tanduuk Mega dan kawan-kawan.

Mereka akan melaporkan apa saja kegiatan di dalam partai tersebut kepada Soeharto. Bahkan Laksamana Sukardi sendiri yang akhirnya menerima jabatan sebagai Bendahara Umum DPP PDI turut terseret kesulitan itu.

Laksamana bercerita bagaimana ia sendiri akhirnya harus mengajukan permohonan pengunduran diri dari jabatan sebagai Managing Director Bank Lippo.

Terlebih, sebelum ia mundur pun sering terjadi ancaman terhadap para pemegang saham Bank Lippo, hingga tuntutan supaya memecat Laksamana Sukardi.

"Saya juga mulai merasakan secara langsung pengaruh kekuasaan Orde Baru yang tak memberi toleransi kepada oposisi," Laksamana bercerita di bukunya, Di Balik Reformasi 1998.

Bahkan, kata Laksamana, meskipun statusnya hanya bendahara partai, namun ia juga ikut merasakan kesulitan yang tidak ringan. "Sejak saya menjadi Bendahara Umum PDI di bawah Ketua Umum Megawati, teman-teman pengusaha dan mantan nasabah tak ada lagi yang berani bertemu saya. Mereka semua menjauh, takut tepergok atau tertangkap mata saat sedang berbicara dengan saya."

Selain itu Laksamana juga bercerita bagaimana rapat partai saja di masa itu hampir tak pernah lepas dari monitor dan dilaporkan oleh fungsionaaris partai yang bekerja untuk aparat intelijen Orba. Cukup menggambarkan, bagaimana kuatnya tekanan dihadapi Mega hingga para pengurus PDI.

Ya, nukilan situasi dihadapi Mega tersebut tegas memperlihatkan bahwa tantangan dihadapi oleh Mega bukanlah tantangan biasa. Meskipun ia seorang perempuan, namun ia tak lantas mendapatkan perlakuan lebih baik. Jangankan dirinya, siapa saja yang dekat dengannya pun menjadi sasaran lawan.

Kemampuan seperti ini tentu saja bukanlah kemampuan sederhana. Ini melampaui sekadar dikotomi lelaki dan perempuan, namun inilah kekuatan seorang manusia yang terbiasa ditempa oleh kesulitan. Ia sudah membuktikan kekuatannya sebagai perempuan, bagaimana mengatasi setiap kesulitan, tanpa pernah melarikan diri dari kesulitan hingga tekanan yang sebenarnya dapat saja mengancam nyawanya.

Maka itu, perjalanan seorang Mega bisa disimpulkan bukanlah sekadar perjalanan seorang manusia, namun merupakan perjalanan manusia yang sangat menyadari kekuatannya sebagai manusia, hingga persoalan lelaki dan perempuan tak lagi menjadi sekat yang dapat membatasi perjalanannya.

***