Gajah mati meninggalkan gading, Dwi Koen wafat meninggalkan karya-karyanya yang abadi dan tiga putra yang mewarisi bakat serta impiannya.
Satu demi satu tokoh yang ikut membesarkan nama Harian Kompas berpulang. Subuh tadi giliran Dwi Koendoro Brotoatmodjo, pencipta tokoh kartun Panji Koming yang muncul di setiap Kompas Minggu sejak 4 Oktober 1979. Nyaris 40 tahun kartun ini tak pernah henti hadir hampir setiap hari Minggu, menyampaikan kritik-kritik sosial.
Karya terakhirnya dimuat di Kompas Minggu 18 Agustus 2019: Pailul menatah batu bertuliskan "Selamat Jalan Pak Swan". Ia tujukan untuk Pak Policarpus Swantoro, wakil dan tandem Pak Jakob Oetama, yang wafat sepekan sebelumnya.
Saya selalu terkenang pada derai tawa dan keramahan Mas Dwi Koen. Ia kartunis dan animator genius. Talentanya menurun kepada tiga putranya dari penikahnnya dengan Hurian Dewasih: Wahyu Ichwandardi, Waluyo Ichwandiardono, dan Alfi Ichwandito.
Baca Juga: Rudy Badil, Soe Hok Gie dan Pencinta Gunung
Bahkan Wahyu yang lazim dipanggil Pinot, yang kini tinggal di New York City, reputasinya sebagai animator diakui dunia. Tadi pagi ia menulis di Facebook tentang almarhum ayahnya: "Thank you for the dream. Now it's turn to continue your dream."
Dwi Koen lahir di Banjar, 13 Mei 1941. Sejak kecil ia tergila-gila pada film. Lulusan Sekolah Seni Rupa Indoneaiandi Yogya ini sempat dua tahun kuliah (1963-1964) di ASRI jurusan grafis. Ayah dan ibunya ningrat: Radem Soemantru Brotoatmodjo dan Raden Roro Siti Soerasmi Brotopratomo.
Mudah-mudahan sebentar lagi buku komiknya "Sawung Kampret" terbit.
Gajah mati meninggalkan gading, Dwi Koen wafat meninggalkan karya-karyanya yang abadi dan tiga putra yang mewarisi bakat serta impiannya.
Selamat jalan, Mas Dwi Koen.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews