Taliban dalam lembaga anti rusah tersebut sedang beraksi. Wajar saja kalau presiden tidak mau menerbitkan Perppu dan perlu adanya Dewan Pengawas.
Pada hari Selasa, 19 November 2019 kemarin, Ustad Abdul Somad mengisi ceramah atau kajian ba'da Dhuhur di gedung atau ruangan yang berada di KPK.
Rupanya ceramah Abdul Somad di KPK berbuntut panjang atau ada komplain dari pimpinan atau Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengatakan bahwa ceramah Abdul Somad di KPK bukan atas undangan resmi lembaga KPK, melainkan pegawai atau staf KPK.
Bahkan menurut penuturan Agus Rahardjo, pegawai atau staf KPK itu sebelumnya sudah diperingatkan untuk tidak mengundang UAS, demikian Ustad Abdul Somad biasa dipanggil, untuk mengisi ceramah di KPK. Tetapi pegawai KPK tersebut bersikukuh dan tetap mengundang yang bersangkutan untuk mengisi kajian ba'da Dhuhur.
Dan Agus Rahardjo akan memeriksa pegawai tersebut karena tidak mengindahkan larangannya mengundang Ustad Abdul Somad.
"Ya itu nanti kepada pegawainya kami periksa," kata Agus Rahardjo di Gedung MK, Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Dan ternyata di KPK bukan hanya ada Wadah Pegawai saja, namun ada wadah lainnya yang khusus untuk beragama Islam yaitu Badan Amal Islam KPK (BAIK). Wadah pegawai KPK inilah yang mengundang Ustad Abdul Somad.
Bagaimana bisa lembaga penegak hukum seperti KPK mempunyai wadah keagamaan yang sifatnya eksklusif? Bukankan pegawai KPK terdiri dari berbagai agama dan tidak menonjolkan ekslusivisme keagamaan?
Mengapa pegawai KPK berani menentang larangan pimpinan KPK yang notabene juga sebagai ketua lembaga anti rasuah tersebut dan tidak tunduk atau taat pada pimpinan?
Ini semua karena kuatnya Wadah Pegawai KPK yang digunakan untuk menekan pimpinan KPK yang sifatnya politis.
Selama ini ini pimpinan KPK membantah adanya Taliban dalam institusi tersebut. Tentu yang dimaksud Taliban bukan Taliban seperti di Afghanistan yang memanggul senjata. Tetapi Taliban yang dimaksud hanya istilah pengikut aliran celana cingkrang dan berfaham wahabi atau khilafah.
Dan undangan ceramah Ustad Abdul Somad itu membuktikan keberadaan Taliban dalam tubuh lembaga penegak hukum.
Bahkan Agus Rahardjo juga melarang pegawai KPK ketika menangkap koruptor untuk tidak memakai simbol-simbol agama-seperti memakai peci. Karena akan menimbulkan kesan pegawai KPK tersebut sangat garang kalau menangkap koruptor yang berbeda secara keyakinan dan etnis. Dan rumor seperti sudah tidak asing lagi.
Dan untuk menetralisir pandangan negatif terhadap lembaga KPK, pimpinan KPK secara resmi selang sehari setelah Ustad Abdul Somad ceramah, KPK mengundang Gus Muwafiq untuk mengisi ceramah dan dihadiri pimpinan KPK karena ini undangan sifatnya resmi.
Taliban dalam lembaga anti rusah tersebut sedang beraksi. Wajar saja kalau presiden tidak mau menerbitkan Perppu dan perlu adanya Dewan Pengawas.
Mau dibawa ke mana lembaga anti rusah tersebut?
Mau saja dibawa oleh Ustad Abdul Somad.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews